First Night

51.9K 1.5K 2
                                    

Namaku Dinara Andhita, berumur 26 tahun, belum menikah dan tidak memiliki teman dekat pria dalam arti khusus. Namun bukan berarti lelaki di sampingku ini bisa menawarkan pernikahan padaku seperti sales menawarkan barang dagangannya. Aku mengernyit menatapnya aneh.

"Anda bercanda," ujarku. Damar Hadinata, nama pria itu menatapku serius. Ia adalah seniorku di rumah sakit dan telah berumur 34 tahun.

"Tentu saja tidak. Bagian darimananya yang membuatku terlihat bercanda?" Ia serius menanyakan itu padaku. Ayolah, pria paling kaku dan dingin di rumah sakit ini mengajakku menikah di lift hotel, saat kami berdua terjebak disini setelah pulang dari pesta ulang tahun rumah sakit?

Aku melihat sekeliling dengan takut meskipun pandanganku terbatas.

"Apa yang kau lihat?" tanyanya bingung.

"Aku berpikir mungkin ada makhluk halus disini yang menganggu pikiran anda atau tadi anda terlalu banyak minum anggur," ucapku hati-hati.

Damar terlihat marah mendengar ucapanku, wajahnya mengeras. "Terserahlah, tapi ku pastikan tak sampai sebulan kau akan menjadi istriku."

....

Sebulan berlalu, akhirnya aku resmi menjadi istri seorang dokter spesialis jantung paling terkenal di kotaku. Dan disinilah aku sedang duduk di atas tempat tidur kamar hotel yang kami sewa untuk malam pertama. Aku begitu gugup, apakah ia akan meminta haknya? Apa aku bilang saja aku sedang datang bulan? Sial, ini semua karena pembicaranku dengan sepupu-sepupuku dua hari lalu.

Flashback on

"Akhirnya Kak Andhit mau nikah juga euy.." seru sepupuku jahil. "Yah setidaknya berkurang juga populasi jomblo mengkhawatirkan di dunia ini." Lara, nama sepupuku itu memang sangat suka berbicara ceplas ceplos. Dan di ikuti tawa cekikikan dari sepupuku yang lain. "Siap-siapin mental dan fisik mbak, buat malam pertama," ucapnya lagi.

"Mulutmu itu ya, aku ini lebih tua dari kamu. Mentang-mentang udah nikah," cibirku kesal.

"Tapi bener loh mbak. Kalau Nadia liat calon suami mbak itu badannya bagus banget dan orangnya pendiam. Pasti garang deh diranjang. Kalau mbak gak kuat bisa habis ntar." Nadia, sepupuku yang lain ikut bersuara. "Aku aja sampai dilarikan ke rumah sakit mbak karena pendarahan." Wajahnya memerah malu.

Aku bergidik ngeri mendengarnya. "Serius kamu, Nad?" Ia mengangguk polos padaku.

"Kalau aku gak sampai ke rumah sakit sih. Tapi gak bisa jalan juga dua hari." Kali ini sepupuku yang lain berbicara.

Flashback off

"Kamu kenapa melamun?" Damar telah keluar dari kamar mandi dengan handuk bergantung di pinggangnya. Aku meneguk ludahku ngiler sekaligus takut.

"Gak apa-apa." Aku menggelengkan kepalaku keras dan berpura-pura menguap. "Aku ngantuk. Kamu gak ngantuk? Pasti capek kan dari tadi berdiri terus di resepsi? Selamat malam." Ahh, kenapa mulutku selalu cerewet kalau gugup. Aku menarik selimut sampai dada dan memeluk guling dengan erat.

Aku merasakan Damar duduk di atas tempat tidur dan menatapku. "Aku tahu kamu belum tidur, Din. Setidaknya kamu tidak perlu memakai celana jins dan sweater tebal itu untuk tidur. Memangnya tidak panas?"

Aku bersikukuh untuk tetap berpura-pura tidur dan dia hanya mendengus kesal, kemudian mengecup keningku. "Selamat malam, istriku."

....

Aku terbangun saat aku merasa seseorang sedang menyentuh bagian atasku dengan geraman rendah.

"Mas Damar..? Kamu sedang apa?" Ahh, sial suaraku kenapa jadi seperti kucing kejepit pintu. Gagal seksi, ini akibat tangannya yang mahir itu. Seakan tersadar aku menepis tangannya dan duduk bersandar di kepala ranjang. "Jelaskan dulu tentang semua ini?" tegasku.

Ia mengikutiku bersandar dan menatapku intens yang membuatku kembali gugup. "Jelaskan apa?" tanya tanpa bersalah.

"Tentang semuanya. Kenapa kamu menikahi aku bukan perempuan lain? Pacar kamu kan banyak, Mas. Lagian kita gak sedekat itu, kamu juga cuek, kasar dan marah-marah terus sama aku, mentang-mentang aku ini junior kamu. Terus tiba-tiba kamu ngajak aku nikah, siapa yang gak bingung. Mana orang tuaku langsung setuju lagi sama kamu." Aku mengeluarkan unek-unekku selama ini setelah ia melamarku dengan keluargaku dan langsung disetujui oleh mereka.

Ia mengenggam tanganku dan menatapku lembut. "Sudah?" tanyanya. "Jawabannya tentu saja karena aku cinta setengah mati sama kamu, Dinara Andhita. Sikapku begitu karena aku hanya merasa harus profesional di tempat kerja, Din. Tapi percayalah, setiap kali aku berkata tegas dan marah padamu. Aku diliputi perasaan bersalah."

Aku terkejut sekaligus senang mendengarnya. "Tapi bagaimana bisa kamu mencintai aku? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

"Mungkin kamu tidak ingat. Tapi saat aku melihat seorang gadis berseragam abu-abu yang membantuku dengan tulus saat aku terjatuh dari motor, aku sudah jatuh cinta padanya. Saat yang lain sibuk mengkhawatirkan anak pejabat yang menabrakku, kamu malah datang mengobati lukaku seadanya dengan plester bergambar. Kamu bilang kamu bercita-cita menjadi seorang dokter sehingga aku pun semakin bergiat untuk lulus kuliah dan menjadi dokter yang hebat." Damar mengecup keningku hangat.

"Jadi itu kamu?" tanyaku kaget.

"Ya sayang. Itu aku. Dengar, mungkin aku terlihat kejam, kasar dan dingin padamu. Tapi itu semua karena aku terlalu gugup untuk mengungkapnya."

Aku memeluknya erat. "I love you, suamiku."

"I love you, my little wife." Ia pun membalas pelukanku tak kalah erat. Kemudian ia menatapku menggoda dengan sebelah alisnya yang naik. "Jadi,bisa kita mulai kegiatan tadi malam yang sempat tertunda?"

Ohh, ternyata dia masih ingat. Suamiku memang mesum. Dan hanya kubalas dengan anggukan pelan sambil tersenyum malu.





Rainbow(Oneshoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang