"Saya tidak suka dengan hasil kerja kamu. Perbaiki!!" ujar seorang pria di seberang ku ini dengan keras. Ya, dia adalah atasanku selama enam bulan ini setelah aku mengajukan pemindahan ke kantor pusat. Aku ingin melupakan semua masa lalu dan itu tak akan berhasil bila setiap hari aku harus melihat mereka.
"Baik, Pak. Saya permisi." Aku menutup pintu ruangannya sambil menghela nafas. Pak Ardan, atasanku itu memang terkenal dengan sikapnya yang dingin dan keras. Sudah banyak sekretaris yang mundur karena sikapnya, hanya aku yang masih bisa bertahan hingga enam bulan ini.
"Pak Ardan marah lagi?" Dio, temanku dari divisi keuangan ternyata sudah duduk di kursiku.
"Ya." Aku mengangguk lesu.
Ia kemudian berdiri di hadapanku dan mencubit pipiku gemas. "Lebih baik kita makan siang sekarang."
"Tapi pekerjaanku belum siap.."
"Ini jam istirahat," katanya keras kepala.
Akhirnya kami makan di cafe seberang kantor. Bolehkah jika aku bilang aku sedikit beruntung karena ternyata pria yang memberikan saputangan waktu itu, juga bekerja di perusahaan kantor pusat. Dan dia adalah Dio. Kami kembali bertemu saat aku berada di ruang HRD untuk pengurusan gajiku dan mulai saat itu kami menjadi semakin akrab. Ia selalu bersikap baik padaku dan sudah banyak membantu selama aku berada di kota ini.
....
"Jadi apa jawaban kamu?" Dio menggenggam tanganku lembut menantikan jawaban. Saat ini kami berada di restoran mewah yang ada di pusat kota.
Aku menatapnya ragu. Jujur saja aku memang merasa nyaman bersamanya tapi aku masih tidak bisa melupakan Rama. "Dio, aku.... Kamu tahu kan hati aku masih belum melupakan seseorang?" tanyaku hati-hati. "Aku takut kamu kecewa. Aku tidak ingin hanya menjadikanmu pelarian." Ia pria yang sangat baik. Tidak pantas bila aku bersikap tidak adil dengannya.
"Aku akan membantu kamu, Manda. Tapi please, kasih aku kesempatan."
Aku menatapnya sejenak. Apakah ini langkah yang tepat? Aku bertaruh disini. Semoga saja aku menemukan kebahagiaan bersama Dio. "Ya, Dio. Bantu aku, bantu aku untuk mencintai kamu." Semoga aku bisa melupakan kamu Rama. Aku harus bahagia. Ia memelukku erat.
"Terimakasih, Manda. Aku akan selalu membahagiakan kamu."
....
"Jadwal bapak hari ini adalah bertemu dengan direktur PT. Angkasa. Saya sudah membuat janji temu di restoran Delicious Taste jam satu siang." Aku sedang membacakan jadwal Pak Ardan seperti yang biasa aku lakukan setiap pagi.
"Kamu ikut saya." Aku melihatnya ragu, biasanya ia tidak pernah memintaku menemaninya. "Tunggu apa lagi, Manda?" Ternyata ia telah berdiri dan bersiap memakai jas nya yang tersampir di punggung kursi.
"Baik, Pak. Permisi," ujarku cepat. Aku harus membereskan barang-barangku dulu yang berserakan di meja.
Sepanjang perjalanan kami hanya diam dan akupun tidak berani untuk memulai pembicaraan. Aku hanya mengetuk-ngetuk kaca di sampingku yang telah terkena bulir-bulir hujan yang berjatuhan.
"Ehmm... Apakah baik mengabaikan bos kamu hanya demi bulir hujan?"
Aku menoleh ke samping menatap Pak Ardan yang masih berwajah datar. Jika aku melihat orang lain di antara kami, mungkin aku mengira bukan dia yang berbicara. Aku hanya diam tak tahu harus berkata apa.
"Kenapa diam?" Ia kini melihatku. "Kamu tidak mendadak bisu kan?" Pak Ardan semakin geli melihatku dan ia kemudian tersenyum. Tunggu, seorang Pak Ardan tersenyum??"
Aku menggelengkan kepala dan memukul kepalaku pelan. "Mungkin aku hanya berhalusinasi," ujarku lirih dan berulang-ulang.
Pak Ardan semakin tertawa melihat tingkahku. "Kamu memang lucu. Dari dulu tidak berubah." Ia menggelengkan kepala membuatku tidak mengerti dengan kata-katanya. "Kamu turun duluan. Saya mau memarkirkan mobil terlebih dahulu."
"Baik.."
Aku memutuskan untuk berdiri di depan restoran menunggu Pak Ardan hingga tiba-tiba ada seorang wanita cantik menghampiriku dan menamparku dengan keras, membuat tubuhku sedikit limbung.
"Dasar wanita tidak tahu malu!!" ucapnya kasar. "Kamu juga wanita, tapi kenapa kamu tega melakukan ini pada wanita lainnya??... JAWAB!!" Ia mengguncang-guncang tubuhku keras membuat kepalaku semakin pusing.
"Hentikan!!" Pak Ardan menarik tubuhku dari tangan wanita itu. "Apa yang anda lakukan?" Ia berbicara dingin dan wanita itu pun menangis menunjukku.
"Wanita ini sudah merebut suamiku!! Dasar wanita tidak tahu malu!!" Wanita itu kembali ingin memukulku tapi dihalangi oleh tubuh Pak Ardan.
"Mungkin anda salah paham. Saya tidak kenal suami anda." Aku tidak mungkin berhubungan dengan suami orang. Mana mungkin aku tega merebut kebahagiaan orang lain.
"Bohong!!" Ia mendengus sinis. "Nama kamu adalah Amanda Salfina, sekretaris perusahaan Falco Group, dan foto-foto kamu ada di ponsel suami saya. Bahkan ia mengakui sendiri jika kamu adalah kekasihnya." Ia kemudian semakin menangis histeris. "Kenapa kamu tega mengambil seorang ayah dari anaknya??"
Aku terkejut mendengar penjelasannya. Apakah suaminya itu adalah.... Tidak, jangan lagi Ya Allah. Aku menggelengkan kepalaku dan entah kenapa air mataku keluar begitu saja. "Apakah suami anda adalah Dio?"tanyaku hati-hati. Sesungguhnya aku tidak siap mendengar ucapannya selanjutnya.
"Ya."
Ya Allah, aku sungguh berdosa mengambil kebahagiaan orang lain. Tapi kenapa kebahagiaanku yang sebentar ini langsung berganti lagi menjadi kesedihan yang menyakitkan. Aku memeluk diriku sendiri dan berlari jauh dari mereka, tidak sanggup menerima kenyataan.
Pak Ardan ternyata menyusulku dan menarik tanganku. Ia kemudian memelukku erat. "Menangislah Manda. Menangislah." Aku terisak di bahunya dan menumpahkan segala kesedihan yang aku alami selama ini.
"Aku terluka lagi," ucapku perih dalam hati.