After Rain

18.1K 999 8
                                    

Clara Pov

"Selamat Pak, istri bapak hamil 2 bulan. Saya sudah menuliskan resep vitamin untuk memperkuat kandungannya." Dokter Romi memberikan kabar yang sangat bahagia buatku. Ya, hanya aku. Tidak untuk lelaki yang sedang berada di depan dokter tersebut.

"Terima kasih, dok," ucap Daniel kaku. Sepeninggalan Dokter Romi, ia hanya menatapku yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit ini dengan dingin.

"Gugurkan!" Tubuhku bagai tersambar petir saat ia mengatakan kata-kata itu. Aku menatap matanya mengharap sedikit belas kasihan darinya. Tapi ia tak bergeming. "Aku tidak mau memiliki anak darimu."

"Aku mohon, Dan. Biarkan aku merawatnya. Aku berjanji tidak akan pernah merepotkanmu. Aku bersumpah Dan." Aku akan tetap mempertahankan anak ini meskipun ia tidak menginginkannya. Biarlah ia tidak menganggap anakku.

"Kau pikir aku percaya pada kata-katamu?" ucapnya sinis. "Kau hanya seorang wanita tidak tahu diri yang hadir dihidupku. Merusak hubunganku dengan kekasihku!!"

Tidak, ia tidak boleh membunuh anakku. Aku mencabut infusku, dan meringis kesakitan bergegas menghampirinya dan berlutut dihadapannya. "Aku berjanji, Dan. Aku berjanji untuk menjauh dari kamu. Aku dan anakku tidak akan menampakkan diri dihadapanmu setelah ia lahir nanti. Izinkan aku, aku mohon..." Aku menangis memeluk kakinya.

Hening cukup lama hingga ia mengatakan, "Baiklah. Aku pegang kata-katamu, Clara. Kau harus meyakinkan nenek agar kita bisa bercerai secepatnya." Daniel mendorong tubuhku kasar dan pergi berlalu dari hadapanku.

Aku berjanji Daniel. Aku akan menghilang dari hidup kamu, dan kamu akan bahagia setelah itu, janjiku dalam hati.

****

"Ayah, Ayaah.... "

"Aku bukan Ayahmu, pergiii....!!" Suara Daniel menggelegar hingga ke dapur. Membuatku terkejut dan segera menghampiri sumber suara tersebut.

"Cup.. Cup.. Anak bunda jangan menangis ya." Dara menangis mendapat bentakan tajam dari Daniel. Aku segera mengendongnya dan berusaha menenangkannya.

"Kamu urusi anakmu itu. Jangan mengangguku."

"Maaf, Dan." Aku membawa Dara yang masih menangis menatap Daniel. Sambil sesenggukan ia tetap memanggil nama ayahnya.

Aku memaklumi jika Daniel sangat membenciku dan anakku. Kami tidak jadi pergi dari sini membuat peluangnya untuk bersama Eva, kekasihnya semakin sulit. Bukan maksudku seperti itu, tapi saat aku akan pergi, nenek menahanku bahkan ia sampai jatuh sakit memohon agar aku tidak pergi. Membuatku tidak tega terhadapnya.

"Disini kamu rupanya," Tiba-tiba saja Eva berdiri dihadapanku dengan tatapan sinisnya. "Aku mencarimu dari tadi."

"Ada apa, mbak?" ujarku bingung. Tidak biasanya ia menyapaku.

"Aku ingin membuat candle light Dinner untuk Daniel. Dan kamu harus menyiapkan makanannya."

"Baik."

Aku sedang menyiapkan makan malam untuk Daniel, sementara Dara, aku dudukkan di atas karpet dengan ditemani dua boneka kesayangannya. Bersyukur aku memiliki Dara, di usianya yang baru menginjak 2 tahun, ia seolah bisa mengerti kehidupan orang tuanya hingga ia tidak pernah rewel dan sulit diatur.

"Dara, lagi apa, nak?" Aku menghampirinya yang sedang memeluk bonekanya. Saat melihatku ia mengulurkan tangannya minta digendong.

"Unda.. Undaa.. Bobok, nda." celotehnya lucu membuatku semakin gemas.

Aku menggendongnya sambil tertawa dan akan membawanya ke kamar untuk tidur, hingga ku dengar suara ribut-ribut dari luar.

"Dasar perempuan tidak tahu malu. Beraninya kamu berhubungan dengan suami orang!!" Nenek menatap marah pada Eva yang sedang meringis memegang pipinya. Dan disebelahnya Daniel memeluknya sambil berusaha menenangkan nenek.

Suara Dara yang memanggil ayahnya membuat semua mata tertuju pada kami. "Clara, apakah mereka sering seperti ini?" Nenek menatap mataku meminta penjelasan.

"Ma.. Maksud nenek apa?" Mbak Eva dan Daniel teman kantor, nek. Jadi wajar mereka sering bersama. Mungkin nenek cuma salah paham." Aku berusaha menenangkan nenek. Nenek menatapku lama seperti menilai ucapanku kemudian ia menghela nafas. "Ayo kita masuk," ucapnya lagi.

****
"Dara, kenapa nangis, nak..," ucapku cemas. Tidak biasanya ia rewel seperti ini. Popoknya pun juga tidak basah. "Cup.. Cup nak, bilang bunda. Kamu kenapa nak? Apa yang sakit?" Aku menggendongnya dengan gelisah. Namun tiba-tiba saja, Daniel masuk ke kamar kami dan menamparku dengan keras.

"Itu balasan untuk kamu, karena gara-gara kamu Eva dicap sebagai perempuan jalang. Seharusnya kamu yang dikatakan seperti itu. Kamu yang merusak hubungan kami."

Aku memegang pipiku menahan tangis. Sambil berusaha menenangkan Dara yang semakin menangis.

"Anak sialan.. Wanita sialaan... Brengsek kalian berdua. Pergi jauh-jauh dari hidupku..!" Daniel berteriak geram sambil menarik rambutnya.

"Cukup Daniel. Cukuup..."Teriakku keras. Sudah cukup ia menghinaku selama ini. Aku tidak terima bila ia pun menghina Dara. "Selama ini aku berusaha sabar saat kamu menghinaku, memukulku, bahkan mengurungku di kamar mandi. Tapi aku tidak terima kamu mengatai anakku seperti itu," ucapku tajam.

Ia tersenyum mengejek melihatku. "Tapi memang begitu kenyataannya. Kau memang wanita murahan tak tahu malu. Anakmu pun juga begitu."

Belum sempat aku membalas ucapannya. Ternyata nenek datang dan menampar Daniel. "Jadi seperti ini kelakuanmu terhadap anak dan istrimu, Daniel?" Nenek menatap Daniel kecewa. "Nenek tidak cukup meminta maaf pada Clara karena membuatnya harus bertahan denganmu."

Nenek menatapku memohon maaf dan kemudian kembali menatap Daniel. "Pergilah bersama kekasihmu, Daniel. Nenek akan membawa Clara bersama nenek. Dan nenek pastikan kamu tidak akan pernah melihat mereka lagi."





Rainbow(Oneshoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang