After Rain (3)

12.4K 641 23
                                    

Clara Pov

"Mbak Cla, ada yang mau pesan bunga nih. Tapi dia cuma mau dilayanin sama mbak aja," Fina, karyawan di toko bunga ku memanggil saat aku sedang bermain dengan Dara. Ya, akhirnya aku dapat membuka toko bunga di depan rumah mungilku beberapa bulan yang lalu. Dan aku juga mendapatkan karyawan yang merupakan tetangga sebelah rumahku.

"Kamu temanin Dara dulu ya, Fin. Biar aku yang melayani tamunya."

"Beres, mbak," seru Fina yang langsung mengajak Dara bersenda gurau.

Saat aku ke depan aku melihat seorang lelaki berbaju biru muda sedang membelakangiku dan asyik melihat pigura foto ku dan Dara yang berada di depannya. "Permisi Pak, ada yang bisa saya bantu?" tanyaku sopan.

Lelaki itu. Darahku langsung membeku seketika saat melihat wajahnya kembali. "Dan...,"ujarku kaku.

Untuk pertama kalinya sepanjang aku mengenalnya ia tersenyum padaku. Namun aku malah tak mampu untuk membalasnya. Terlalu banyak penderitaan yang ia berikan kepadaku.

"Clara, apa kabar?" Ia mengusap kepalanya seperti orang gugup.

"Baik, kenapa kamu datang kesini? Apa yang kamu inginkan?" ujarku langsung.

"Aku kesini ingin minta maaf padamu. Aku tahu mungkin kamu sulit untuk memaafkanku atas segala penghinaan, pengkhianatan, dan hal-hal buruk lainnya yang telah aku lakukan. Tapi aku benar-benar menyesal."

Benarkah? ujarku dalam hati. Benarkah Daniel menyesal? Tapi melihat tatapan matanya yang seperti itu aku yakin ia tidak mungkin berbohong."Aku telah memaafkan kamu Daniel. Aku juga bersalah saat itu. Seandainya aku tidak menerima lamaran dari Nenek tanpa memikirkan perasaan kamu. Mungkin semua ini tidak akan terjadi."

"Tidak, Cla. Nenek benar, aku yang terlalu buta karena cinta hingga aku bisa begitu kasar kepada anakku sendiri." Daniel menatapku ragu. "Apakah aku boleh melihatnya?"

"Tentu saja. Tapi maaf aku tidak pernah mengenalkanmu sebagai ayahnya. Karena dulu itu yang kamu inginkan." Sebenarnya aku tidak tega mengatakan ini kepada Daniel. Wajah dan tubuhnya sangat tidak terurus saat ini. Dan aku dengar dari Nenek jika Daniel semakin menyibukkan dirinya dengan pekerjaan.

"Ya, aku mengerti."

"Baiklah, biar aku membawanya kemari." Dara menangis saat ia melihat Daniel. Apakah anak kecil bisa mengingat kejadian yang pernah di alaminya. Bahkan aku telah berusaha untuk mendiamkannya, namun ia juga tak mau berhenti menangis.

"Dia sangat ketakutan melihatku. Sebaiknya aku pergi saja, Cla." Daniel segera pergi terburu-buru dan sekilas aku melihat sorot matanya penuh kesedihan.

Aku menitipkan Dara kepada Fina sebelum aku berlari mengejar Daniel keluar. "Tunggu, Dan," ucapku tersengal-sengal. "Tunggu dulu, Dan. Maafkan Dara, dia masih kecil. Kamu.." Daniel memotong ucapanku.

"Aku yang bersalah, Cla. Bukan Dara. Aku yang membuat kalian menjauh dariku dan aku harus menerima akibatnya."

"Dan..., jangan berbicara seperti itu." Aku tidak tahu lagi harus berbicara apa kepada Daniel. Aku tidak menyangka ekspresi Dara akan begitu saat bertemu Daniel.

"Sebaiknya aku pergi, Cla. Maaf."

*****
Daniel Pov

"Nenek dengar kamu dilamar oleh seorang pria ya?" Tanya nenek di telepon pada seseorang diseberang sana. Aku duduk dihadapan nenek sambil menunggu ia selesai berbicara.  Ada yg ingin aku bicarakan dengan nenek dan ini sangat penting.  Ya, tentu saja ini tentang Clara. Nenek melihatku dari sudut matanya sambil masih berbicara di telepon.

"Kamu jangan merasa tidak enak dengan nenek, Cla. Pikirkan juga masa depan kamu dan anakmu nanti." Nenek kemudian berdiri dan berjalan sedikit menjauh dariku. Suara nenek terdengar pelan tapi aku masih mendengar apa yang sedang ia bicarakan.
"Nenek menyayangi kamu bukan hanya karena kamu adalah cucu menantu nenek. Tapi kamu sudah nenek anggap sebagai cucu nenek sendiri. Nenek menyayangi kamu sama besarnya dengan menyayangi cucu nenek. Jadi Cla, berbahagialah. Ini saatnya bagi kamu."

Aku terpaku mendengar ucapan nenek. Apakah Cla yang bicara dengan nenek itu adalah Claranya. Ya dulu itu Claranya dan sekarang tidak lagi. Dan itu karena kebodohannya. Disaat ia telah menyesal, Clara sudah tidak ada dihidupnya seperti yang ia inginkan dulu. Clara kini telah menjadi angin dihidupnya. "Nenek, apakah Cla yang berbicara dengan nenek di telepon tadi adalah Clara? " Aku bergegas menghampiri nenek. Dan meminta penjelasan dengannya tanpa sabar. "Apakah ia akan memulai kehidupan baru bersama pria lain?" Aku mohon Tuhan beri aku kesempatan untuk memperbaiki hidupku. Hidup yang telah kuhancurkan.

Nenek menatap mataku dengan aneh. Ia kemudian tersenyum. "Itu memang Clara. Tapi kita tidak usah membicarakan dia lagi, Dan. Biarkan dia menjadi masa lalu kamu saja. Masa lalu yang menjadi pelajaran buatmu untuk tidak menyia-nyiakan apa yang kamu miliki. Terkadang manusia memang egois. Menganggap remeh miliknya dan memuja milik orang lain. Itu naluri Dan, tapi jika kamu pandai menyikapinya maka kamu tidak akan tersesat." Nenek mengenggam tanganku dan menggandeng tanganku untuk duduk di sofa. "Jadi apa yang ingin kamu bicarakan dengan nenek tadi? Kelihatannya sangat serius? " Nenek menatapku penasaran. Namun lidahku masih kelu untuk berbicara. Aku menemui nenek untuk meminta restunya agar aku bisa kembali bersama Clara. Memang tidak akan mudah. Karena ketika terakhir kali kami bertemu aku melihat sorot matanya yang menatapku dingin. Dan baru aku sadari, Clara yang dulu selalu menatapku hangat, sorot matanya yang dulu begitu kurindukan. Belum lagi Dara yang begitu ketakutan melihatku. Aku sangat berdosa. Benar-benar sangat berdosa. Anak sekecil itu harus merasakan trauma dan itu disebabkan oleh ayahnya sendiri. Rasanya aku ingin mati saja. Tapi aku akan lebih pengecut bila tidak mampu mengobati rasa sakit dua orang yang baru aku sadari sangat aku cintai itu. "Dan, Daniel! Kenapa kamu melamun sayang? Apa yang membebanimu? Nenek melambai-lambaikan tangannya padaku dan menatapku khawatir."

"Aku ingin meminta izin kepada nenek. Aku akan memperbaiki diriku dan meminta kesempatan kembali kepada Clara." Nenek hanya diam dan aku kembali melanjutkan. "Mungkin Nenek malu mempunyai cucu sepertiku saat mendengarkan ucapanku ini. Aku dengan percaya dirinya meminta Clara kembali setelah apa yang aku perbuat padanya. Tapi aku baru menyadari bahwa aku begitu mencintai Clara dan Dara. Mereka memiliki arti penting bagiku. Aku mohon agar nenek mengizinkanku, karena aku tidak hanya ingin memperbaiki diriku, tapi aku juga ingin memperbaiki hidup Clara yang berantakan karenaku dan anakku Dara yang trauma melihatku. Melihatnya seperti itu membuatku merasa sangat berdosa."

Belum sempat nenek berbicara, handphone nenek kembali berdering. "Ya sayang," Nenek terlihat mengernyit mendengar ucapan lawan bicaranya. "Ya tentu saja. Nenek ikut bahagia. Selamat sayang."

"Siapa yang menelepon nenek?" tanyaku waswas.

Nenek menghela nafas dan mengenggam tanganku. "Dan, Clara sudah mengambil keputusan dan kita tidak boleh mengganggunya lagi. Biarkan kali ini ia berbahagia."

Tubuhku bagai tersiram air panas saat mendengar ucapan nenek. "Tidak. Aku tidak akan membiarkannya!!" ucapku lantang. "Apakah nenek mengenal pria itu? Bagaimana kalau dia menyakiti Clara nantinya?"

"Dan, nenek mengenalnya. Dia adalah  Dimas."

"Bagaimana mungkin?" kataku terkejut. Dimas adalah sahabatku. Dan betapa aku mengenalnya. Tubuhku luruh kembali di sofa. Jika dia, aku sangat yakin dia tidak akan pernah membuat wanita menangis. Apakah aku sudah kalah?

*****
Maaf buat para pembaca semua yg sudah sangat mendukung agar cerita ini dilanjut. Saya sangat menghargai dukungannya. Cerita yg awalnya saya buat hanya untuk menyalurkan hobi saya ini malah diberi tanggapan positif oleh teman2 smua. Tapi saya mohon buat teman-teman yg merasa sya php karena terlalu lama menyelesaikan cerita ini lebih baik tidak berada disni. Karena masih banyak cerita lain yang lebih menarik. Dan mungkin saya juga tidak akan sering-sering upload.

Rainbow(Oneshoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang