Daviss kembali ke kamarnya, dan bantingan pintu yang baru saja ia lakukan membuat Theo berjingkat kaget. Sial si Daviss itu, pikir Theo seraya mengelus dadanya yang tadi sempat meluruh ke perutnya.
Pemuda pucat itu menghempaskan tubuhnya ke ranjang dengan kedongkolan yang sudah mencapai ubun-ubun kepala pirangnya. "Sial, apa AC kamarku rusak? Gerah sekali!" kesalnya seraya menambah suhu di AC.
"Mate, apa yang kau lakukan hah? Kau mau mati membeku?!" Theo memprotes karena suhu semakin menurun, ia lekas bersembunyi di dalam selimut tebal milik Daviss.
Daviss tak menggubris ocehan Theo, ia sibuk mengipasi dirinya yang masih kegerahan. Entahlah, sial sekali hari ini, sudah kena tampar si Chryssan lumpur menyebalkan dan parahnya saat Daviss sedang dalam perjalanan menuju kamar asramanya, ia melihat si Chryssan itu tengah tertawa bersama si Wignel.
'Apa dia akan pergi ke pesta dansa dengan Wignel? Oh Shit, lagi pula apa masalahnya kalau mereka pergi bersama?!' erangnya seraya melempar bantal entah ke mana, 'Ayolah Daviss, buktikan kalau kau bisa mengajak orang yang lebih sempurna dari si Chryssan itu, jangan mau kalah dengan si brengsek Wignel!'
Theo merasa bulu kuduknya berdiri semua melihat Daviss yang cengengesan sendiri, "Mate, kau tidak kesurupan nenek-nenek penunggu gudang kan?" tanya-nya seraya menjaga jarak, Err.. Theo takut kalau-kalau Daviss meringsek dan mencekik lehernya.
"Kuharap iya, agar aku bisa mencekikmu saat ini juga." sungut Daviss seraya mendelik murka pada sahabatnya.
"Mate, dari pada kau bete begitu bagaimana kalau kita main sesuatu?"
Daviss mengerutkan hidungnya seraya menatap curiga pada Theo. "Main apa?"
"Truth or Dare?"
"Oh NO!"
"Kau takut?"
"TIDAK sama sekali TIDAK! Hanya saja itu sangat sensitif dan aku yakin kau akan melempar pertanyaan melebihi batas privasiku!"
"Dan intinya kau takut." Ejek Theo dengan cengiran puasnya dan Daviss tidak suka ini, ia merasa direndahkan oleh sabatnya itu, disebut pengecut dalam kurun waktu yang belum bisa ditentukan.
"Aku tidak takut Theo, sialan!"
"Lalu?"
"Oke fine, kita main TOD tololmu itu, puas?"
"Sangat puas!" serunya bersemangat dan Daviss kini sedang meradang dengan perasaan was-was.
"Dasar Theo busuk." Makinya namun ditanggapi kekehan oleh sahabatnya tersebut.
"Wow wow wow... santai mate, kau ini terlalu tegang. Oke, siapa yang mulai duluan?"
"Kau!" tunjuk Daviss tepat di hidung Theo.
"Oke, Truth or Dare?"
Daviss menyeringai, Theo kira dia takut? Seorang Abran pantang takut oleh karena itu dia memilih- "Truth."
"Wohooo kukira kau akan memilih Dare." Ejek Theo, kini dia sedang memikirkan pertanyaan apa yang kiranya pas untuk Daviss. "Oke, kenapa kau begitu membenci Chryssan sedangkan mahasiswa yang bukan dari kalangan bangsawan tentu banyak sekali di kampus ini."
Daviss mengendihkan bahunya, "Sebenarnya aku sama sekali tak membencinya, hanya saja aku kesal karena selalu mendapat peringkat dibawahnya dan hey... saat mengejek dan melihat wajah kesalnya itu menurutku lucu."
Theo melongo, apa dia bilang? Lucu?
"Truth or Dare?" kini giliran Daviss yang mengajukan pertanyaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated to Love You
Teen FictionDaviss terjangkit penyakit aneh, dia merasa lidahnya iritasi setiap kali tidak bertengkar dengan Reina, gadis berambut ikal itu. Matanya terasa panas setiap kali melihat Reina dekat dengan Tom Wignel. Dadanya sering berdenyut nyeri setiap kali melih...