Something Weird

19K 1.5K 37
                                    

Reina berjalan tergesa menuju perpustakaan, mata kuliah tadi benar-benar membuatnya ingin meledak-ledak. Tidak jika saja ia dipasangkan dengan orang yang lebih manusiawi pada tugas akhir semester nanti, tapi apa boleh dikata, takdir lebih memilih hidupnya menderita daripada bahagia.

Setelah sampai di perpustakaan ia lekas pergi ke rak-rak buku, jemari kurusnya membelai buku-buku usang di sana, mencari judul Creative writing, ugh... tugas akhir kali ini harus membuat suatu karya fiksi. Dan jangan harapkan apapun dari si busuk albino itu karena demi apapun dia sama sekali tak membantu, yang ada nanti tugas akhirnya akan berakhir di tong sampah karena ulah bangsawan congkak itu.

"Mencuri start dariku, Chryssan? Ingin disebut murid paling rajin eh?"

Reina menyipitkan matanya pada sosok pemuda pirang di ujung rak dengan gaya pongahnya yang sedang mengayunkan buku tebal 'Creative Writing for Young Learner.'

Damn, rupanya si pirang ini jauh lebih gesit dari Reina. "Terserah mulutmu saja, Abran. Kalau kau tak berniat membantu maka enyahlah dari sini!"

"Ugh, kau menyakiti hatiku."

Gila, makan apa si pirang ini, otaknya benar-benar sudah rusak!

"Pergilah Abran, kau merusak semua imajinasiku."

"Seperti imajinasimu bagus saja," ujarnya mencemooh, ia lalu mengambil duduk di meja seberang, "Aku tak mau menyerahkan tugas ini sepenuhnya padamu, karena aku tak yakin jika darah lumpur sepertimu memiliki imajinasi yang bagus selain kesedihan. Ceritas picisan tak bernilai."

Reina memutar bola matanya jengah, "Then What? Do you have a great idea?"

"Aku mau mengangkat fiksi mengenai kehidupan seorang bangsawan-"

"Oh great, itu terlalu mainstream dan monoton Abran! Garis besarnya pihak bangsawan akan menindas kaum bawah dan bla bla bla berakhir dengan emansipasi atau kesetaraan hak."

"Mecurahkan isi hatimu sendiri eh, Chryssan? Mengharapkan kesetaraan hak? Cih, bermimpilah."

Ugh, sial! Kapan bicara dengan si pirang albino ini berakhir dengan baik-baik dan membuahkan hasil? Reina menggigit pipi bagian dalamnya menahan geraman. "Terserah kau mau membuat apa, aku pun akan membuat karyaku sendiri, sebelum tanggal penyerahan mari kita diskusikan karya siapa yang paling layak untuk kita kumpulkan pada Mr. Carter."

"Let's we see, who will be the best, here." Tantangnya dengan seringai khas seseorang aristokrat pongah.

*

*

*

Pukul 19.00, sudah waktunya turun ke great hall, bergabung untuk makan malam. Reina juga berencana untuk mengunjungi perpustakan setelahnya sebelum jam perpus ditutup pada pukul 20.00. yeah, berharap masih bisa menemukan buku referensi untuk menggarap karya fiksinya. Bagaimana pun Reina tak akan pernah mau kalah dari Daviss, apa sih yang bisa anak manja itu lakukan selain merengek minta digantikan popoknya oleh para maid. Namun tak bisa dipungkiri kalau si pirang albino cukup cerdas karena nilai-nilainya selalu menduduki posisi kedua setelah dirinya tentu saja.

"Perhatikan jalanmu, sialan!" dengus seseorang yang tak sengaja ditabraknya. "Lihat, bajuku jadi bau."

"Kau harus mandi susu selama 7 kali Dav, lumpur membandel sedikit lebih susah untuk dibersihkan." kekeh Theo di sebelahnya, ia bergaya seperti orang yang sedang mencium bau busuk saja.

"Yeah, kau benar mate. Tidak hanya mandi susu, mungkin aku harus berendam di kubangan parfum selama semalaman baru baunya akan hilang."

Ugh, ingin sekali rasanya memukul wajah aristokrat yang sedang merasa jijik itu. Reina mendengus kesal namun tak satupun kata yang keluar dari mulutnya, terlalu lelah untuk berdebat dengan mereka berdua.

Fated to Love You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang