Burning

12K 1.3K 46
                                    

Daviss Abran adalah pembohong yang payah! Dan Reina Chryssan adalah gadis paling tidak peka! Theo mengetikkan itu pada layar komputernya, untuk saat ini hanya sampai bagian itu yang ia tulis.

"Mate, apa kau perlu ke dokter?" ia bertanya pada Daviss yang sejak semalam tak berhenti tersenyum.

Mendengar pertanyaan tolol dari Theo membuat Daviss menatapnya dengan kerutan dalam di dahi. "Kenapa aku harus melakukan itu?"

"Well, kukira syaraf mulutmu sedikit bermasalah sampai kau tidak bisa menutupnya sejak pesta dansa semalam."

Daviss segera berlari menuju lemarinya, menatap pantulan dirinya di depan cermin. Sial, masa iya dia melakukan hal tolol hanya karena dia berdansa dengan gadis itu?

"Ngomong-ngomong kau berdansa dengan siapa semalam?" Theo kembali bertanya.

"Dengan Hanna, kau tau sendiri aku datang dengannya!"

"Dan kau pikir aku ini buta warna sampai tidak bisa membedakan warna gaun kuning dengan peach?"

Mati! Bagaimana kalau Theo menyelidiki identitas gadis yang ia ajak dansa semalam? Gawat, ia bisa jadi bahan bullyan Theo selama berbulan-bulan, nanti!

"Kau mabuk Theo, makanya kau tidak bisa membedakan warna baju orang-orang di sekitarmu!"

Theo berdecak, "Apa kau semalam memakai tuxedo pink?"

"Kau bercanda?"

"Well, mungkin semalam aku benar-benar mabuk sampai melihat seluruh warna pink pada dirimu, mate. Bahkan kulit pucat dan rammbut platinamu juga berwarna pink."

God, temannya benar-benar sudah gila! Apa Daviss perlu membawakan dokter mata untuk Theo? Atau dia perlu memesan kamar khusus pada rumah sakit bagian kejiwaan?

"Siapa nama gadis itu? Kenapa kau tak mengenalkannya padaku? Gadis tingkat berapa yang kau rayu semalam? Apa kalian berakhir di ranjang dengan panas?"

God damn! Ada yang punya perekat di sini? Daviss memerlukannya untuk merekatkan mulut Theo agar dia berhenti berkicau!

"Kau sudah gila Theo!"

"Fine! Aku hanya bertanya, mate. Lagi pula aku sudah punya Alice jadi kau tenang saja, tidak perlu merasa terancam kalau aku akan merebutnya darimu."

"I'm Not!" tegas Daviss. "Listen, aku tak tahu gadis itu tingkat berapa dan namanya siapa, jadi percuma saja kalau kau menginterogasiku, Theo!"

Theo mengangguk, ia kemudian mengambil cokelat dari toples di dalam lemari kaca milik Daviss, lemari khusus untuk menyimpan makanan yang tak muat untuk dimasukkan ke dalam lemari es.

"Mate, kau tau? Semalam si Chryssan datang dengan Zimer, dia terlihat cantik dengan gaun dan topengnya!"

Deg! Kedua mata Daviss melebar. Buru-buru dia mengubah kembali rasa keterkejutannya.

"Apa masalahnya denganku!"

Theo hanya menyeringai, "Tak ada memang, aku hanya ingin bercerita saja betapa menyedihkannya dia. Kurasa dia dilecehkan atau apa sampai dia menangis di koridor saat pesta selesai dan Zimer pergi meninggalkannya sendirian di sana."

Daviss diam, dia merasakan sakitnya kambuh. Dadanya berdetak tak normal dan emosi yang tiba-tiba saja mencapai ubun-ubun. Ia berjalan ke arah nakas tepat di samping Theo duduk untuk mengambil obat yang diberikan dokter waktu itu.

Sial! Obatnya habis.

"Kenapa mate? Mukamu memerah." Theo bertanya dengan wajah polosnya.

Fated to Love You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang