Keberanian ku tak sebanding dengan ketakutanku. Bukan takut pada mereka, tapi pada masa laluku sendiri.
.
.
.
Hari ini harusnya hari tenang bagi Yoongi sebab tak ada satupun kesalahan yang diperbuatnya sejak pagi tadi.
Ya-- harusnya tak ada tapi entah kenapa MEREKA ada di sini. Sekelompok genk yang beranggotakan lima orang penguasa dengan kasta tertinggi di sekolah ini ... kaya, berkuasa dan kejam adalah padanan yang tepat untuk mendeskripsikan mereka.
Tak ada satupun siswa yang berani menantang mereka disekolah. Tak satupun termasuk Yoongi tapi takdir sialan ini membuatnya harus terus berurusan dengan mereka.
"Akh! Akh!"Erangan kesakitan Yoongi terdengar saat seorang laki-laki tiba-tiba menarik tangannya dan menghempaskan badannya ke tembok yang sudah sedikit berlumut.
Namjoon, ia mengambil sebatang rokok dari saku seragamnya dan meletakkan benda itu di ujung bibirnya.
"Bakar!" Titah Namjoon tenang, namun Yoongi bergeming, tak bergerak satu senti pun dari tempat ia dihempaskan tadi.
"Bakar brengsek!"
Suara Namjoon menggema dan membuat Yoongi tersadar seketika, ia pun mengambil lighter di saku celannya. Barang wajib yang memang harus dibawanya sejak ia pindah ke sekolah sial ini.
Yoongi membakar rokok yang terselip diantara bibir Namjoon dengan hati-hati lalu memasukkan kembali lighter tersebut ke saku celana miliknya.
Pria itu menghisap dalam rokok tersebut, menikmati aromanya sesaat dan menghembuskan asapnya tepat di depan wajah Yoongi yang otomatis membuatnya terbatuk-batuk.
"Apa kau mengadukannya?" ujar Namjoon mulai berbicara.
Yoongi masih setia pada diamnya. Namjoon mengambil rokok dari mulutnya dan mulai memutar-mutar batang nyala itu ke depan wajah Yoongi yang sedang menunduk
"Kau pasti sangat senang menguji kesabaranku, Min Yoongi"
Yoongi meringis, perut bagian kanannya tersulut rokok yang ditekan keras oleh Namjoon, matanya berair menahan rasa terbakar yang amat sangat menjalari perutnya sekarang.
Baju seragamnya terlihat bolong di bagian yang terbakar, ketika Yoongi menahan sakit dengan tangannya.
"Ya-- aish! Bicaralah saat aku bertanya padamu!"
Yoongi tercekat, nafasnya tak beraturan. Ia berkali-kali menelan salivanya mencoba untuk berbicara pada Namjoon.
"Aku tak pernah mengadukan apapun ke siapapun." Jawab Yoongi pelan.
Sudut mata Yoongi menangkap beberapa teman Namjoon yang perlahan mendekati dan mengepungnya hingga tak punya jalan untuk kabur sedikitpun.
Seringaian iblis terlukis jelas di ujung bibir Namjoon saat melihat keberanian Yoongi menatap matanya sekarang.
"Kau mungkin butuh pelajaran tambahan hari ini-- belajarlah sopan santun Min" ucap Namjoon sambil mencengkram rahang milik Yoongi.
Tepat setelah Namjoon menyelesaikan kalimatnya, salah satu anak buahnya--Hoseok-- menerjang perut Yoongi dan membuatnya tersungkur ke lantai, diikuti beberapa teman Namjoon yang lain terlihat tak sabar ingin menghabisi Yoongi saat itu juga.
Hoseok menarik kasar kerah kemeja Yoongi agar berdiri sejajar dengan dirinya lalu memerintahkan kedua temannya yang lain memegangi Yoongi agar tidak jatuh.
Wajah Yoongi menjadi sasaran pertama Hoseok, aliran darah itu mengalir menandakan salah satu pembuluh darahnya sobek. Yoongi menendang perut Hoseok asal, mencoba bertahan dengan keadaan menyedihkan dirinya namun sepertinya tak berpengaruh banyak.
Tendangan Yoongi tadi malah membuat Hoseok menyeringai jahat dan semakin brutal memukulinya, Yoongi berakhir dengan babak belur di lantai paling atas gedung sekolah ini.
"Cukup!"
Hoseok masih mendendam akibat tendangan Yoongi yang mengenai perutnya, ia bahkan tak berhenti saat Namjoon memerintahkannya dan terus menghajar Yoongi yang bahkan tak mampu berdiri dan hampir hilang kesadaran.
"Kubilang cukup, Jung Hloseok!"
Perkelahian tak seimbang itu akhirnya terhenti. Namjoon berdiri dan menginjak rokok yang sedari tadi dinikmatinya saat Yoongi hampir meregang nyawa dipukuli anak buahnya.
"Kita akan bertemu lagi Min dan ingat ... jangan coba-coba kabur atau melawanku, karena aku akan menemukanmu, dimanapun kau berada!"
Namjoon dan teman-temannya meninggalkan Yoongi tergeletak di lantai sendirian. Butuh waktu sekitar 10 menit bagi Yoongi untuk mengumpulkan kembali kesadaran dan kekuatannya untuk pergi dari tempat sial itu.
Saat ini yang dibutuhkan Yoongi adalah pertolongan seorang teman, tapi mana mungkin? sejak berita dirinya menjadi incaran Namjoon dan genk bangsat itu tersebar seantero sekolah, tak ada satupun murid yang ingin dekat dengannya. Hati-hati Yoongi memegangi perutnya dan memungut tas sekolahnya di dekat pintu keluar.
Tiba-tiba pintu itu terbuka, bukan Namjoon disana tetapi seorang laki-laki yang sekarang menatapnya dengan tatapan bingung.
"Namjoon, lagi?"
Yoongi hanya diam, tenaganya hanya cukup untuk mengumpulkan barang-barang sekolahnya yang berserakan kembali ke tasnya.
"Kau mungkin harus mulai berani melawan mereka."
Tak ada jawaban dari Yoongi, ia berhasil memasukkan buku terakhir ke dalam tasnya lalu berdiri perlahan berusaha menyeret kakinya, memaksakan tubuhnya berjalan.
"Apa kau takut?"
Yoongi terhenti sebentar, memegang knop pintu lalu memutarnya.
"Lalu--
.
.
.
-- apa kau berani pada mereka?" tanya Yoongi penuh sarkas.
Laki-laki itu hanya terdiam menatap punggung milik Yoongi dan tak menjawab pertanyaan itu sama sekali.
Yoongi juga tak butuh jawaban dari laki-laki itu, dia menghilang dan pintu itu kembali menutup.
Langit petang itu semakin mengantar matahari turun untuk beristirahat saat Yoongi sampai di apartmentnya, Ia membuang tasnya asal dan membaringkan tubunya di atas kasur.
Sebab ia dan matahari di langit itu sama, mereka sama-sama membutuhkan istirahat.
.
.
.
To Be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
BULLYING
FanfictionYoongi adalah korban pembullyan genk di sekolahnya. Ia dipaksa untuk mati bahkan untuk alasan yang ia sama sekali tidak tahu. Jimin yang awalnya datang sebagai penolong ternyata memiliki alasan lain. Bagaimana Yoongi mampu keluar dari masalahnya? A...