Part 6

6.5K 854 36
                                    

Kau dan seluruh duniamu.
Aku terperangkap di dalam mu. Permainanmu ... juga rasa sakitmu.

.

.

.

Nafas Yoongi masih tak beraturan setelah tadi dirinya hampir mati konyol akibat jatuh dari lantai 16. 

Ya! Hanya lantai 16. 

Sekarang yang di hadapinya justru lebih menakutkan dari kejadian mati konyol nya tadi. Malaikat maut mungkin sedang bermain dengan jadwal kematiannya akhir-akhir ini.

Jimin duduk di hadapannya kini, dan langsung mendapat lirikan tajam dari Yoongi.

"Kau tak harus begitu pada orang yang sudah menyelamatkanmu"

"Tsk! Kau juga yang hampir membunuhku bodoh!"

Yoongi melihat Jimin tersenyum manis dengan salah satu tangannya yang menopang dagu.

"Aku akan mengantarmu pulang besok tapi untuk hari ini, kau menginap disini saja"

Yoongi menghela nafasnya dalam, setelah beberapa hari dilewatinya bersama Jimin, ia belajar beberapa hal dan salah satunya adalah melarikan diri dari iblis di depannya ini merupakan satu hal yang mustahil. Berdebat dengan Jimin juga hanya akan membuat tekanan darah Yoongi melonjak naik. Yoongi kini memilih opsi paling aman, diam.

"Istirahatlah di kamar Yoongi"

Jimin beranjak pergi dari hadapan Yoongi.

"Jim---"

Jimin berhenti melangkah mencoba menanggapi panggilan Yoongi.

"Kenapa? Kenapa kau melakukan ini padaku? Apa aku pernah berbuat salah padamu? Apa aku pernah menyakitimu?"

Seringaian Jimin muncul, ia melihat dari sudut matanya bahwa Yoongi hanya tertunduk sekarang, kedua tangan kecilnya saling bertautan menandakan Yoongi sedang dirundung cemas.

"Apa kau sering menyakiti orang lain?"

Pertanyaan Jimin sukses membuat Yoongi menunduk lebih dalam kali ini, ia menggigit bibir bawahnya menahan sesuatu yang ingin membuncah dari hatinya tapi lagi-lagi ia lebih memilih diam.

"Aku akan keluar dan pulang larut. Jangan menungguku."

Jimin menutup pintu aparment nya, meninggalkan Yoongi yang masih bertarung dengan akal dan emosinya. Ini adalah kesempatan yang baik untuk Yoongi kabur dari Jimin tapi ia terlalu kalut sekarang. Otaknya sibuk berputar mencari sebuah jawaban.

'Apakah dia pernah menyakiti Jimin?'

...


Club elite itu tak pernah sepi dari para pemuja dunia malam, alkohol, dentuman musik dan desahan para jalang adalah pasangan yang tepat untuk menghabiskan malam yang panjang.

Jimin masih setia disalah satu tempat VIP di club itu. Sesekali matanya melirik ke arah floor dan memperhatikan beberapa jalang yang kini sedang mencoba menggodanya.

"Kau--Park Jimin?"

Jimin memandang seseorang samar dengan dahi mengernyit, tanda bahwa ia tak mengingatnya. Namja yang sepertinya salah satu pegawai club itu membawakan minuman Jimin dan meletakkannya ke atas meja.

BULLYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang