PART XXVI

1.6K 165 71
                                    

"Apa Yoongi masih tidur?"

Namjoon memasuki rumahnya yang begitu mewah bersama beberapa pengawalnya. Ia melihat ke sekitar dan tidak menemui istrinya tersebut.

"Istri anda sedang berada di taman belakang, Tuan"  ujar salah satu maidnya dengan sopan.

Sudut bibir Namjoon terangkat, melangkahkan kakinya menuju taman belakang rumahnya.

Ia melihat Yoongi tengah duduk di salah satu bangku taman dengan buku di tangannya.

Langkahnya mendekat, lalu mengecup singkat bahu Yoongi yang sedikit terbuka karena sweater kebesaran tersebut, menampilkan bekas luka tembakan yang cukup akrab bagi keduanya.

"N--amjoon-ah" ujarnya kaget. Ia tak mendengar langkah kaki Namjoon saat mendekatinya tadi. "Kau sudah pulang?" dengan segera Yoongi membenarkan pakaiannya.

Namjoon maju lalu memilih duduk di samping Yoongi, "Kau suka bukunya?"

Mata Yoongi sembab memerah, Namjoon yakin bahwa pria ini tak pernah berhenti menangis setiap kali dirinya pergi bekerja.

"A..aku suka, terimakasih" cicit Yoongi kecil.

Setelah beberapa tahun berlalu, menyakiti Yoongi bahkan tak mengobati kehilangannya atas Seokjin. Namjoon mungkin menyadari itu setiap melihat rasa sakit pria ini tapi egonya akan terus mencari pembenaran atas tindakannya.

Ia terus menerus dihantui mimpi buruk tentang Seokjin bahkan setelah membalaskan dendamnya pada Yoongi dan Jimin.

Bukankah harusnya balas dendam membuat mu merasa lega?

Lalu bagaimana menjelaskan rasa sakit ini, bahkan setelah ia berhasil merebut paksa Yoongi?

"Aku akan ke dalam" potong Yoongi cepat. Ia berusaha membereskan bukunya dan pergi menjauh dari Namjoon, namun dengan cepat tangannya di cekat.

"Yoon--" ucapnya tanpa melepaskan pergelangan tangan Yoongi.

Yoongi melihat ke arah Namjoon yang sedikit menunduk, seolah tengah memikirkan sesuatu.

"Maaf Tuan, tapi ada sesuatu yang harus anda pastikan" ucap salah seorang pengawal Namjoon menginterupsi.

Namjoon melepaskan tangan Yoongi, membiarkan pria itu dengan langkah lebar meninggalkannya cepat. "Jika ucapanmu tidak penting---" ujarnya sambil berdiri dan menghadap ke arah pengawalnya, "--kupastikan bahwa ini hari terakhirmu disini" lanjutnya merebut berkas di tangan pengawalnya.

Langkah kaki Yoongi cepat, mengambil jarak sejauh mungkin dari Namjoon dan berlari masuk ke kamarnya.

Ia mengunci pintu tersebut dan terduduk di belakangnya lemas.

Selama ini Namjoon tak pernah sekalipun membiarkannya berkomunikasi dengan dunia luar. Hidupnya benar-benar dikendalikan oleh pria itu.

Ia melihat pergelangan tangannya yang menampilkan bekas luka baru. Ya, sekali waktu Yoongi pernah begitu depresi dan memecahkan gelas wine lalu memotong urat nadinya sendiri dengan cepat.

Ia sangat merindukan Jimin.

Apakah Jimin mengabaikannya dan tak mencarinya selama ini?

Apakah Jimin masih baik-baik saja?

Apakah---

Yoongi bahkan tak berani bertanya lebih jauh pada dirinya sendiri karena ketakutan akan jawabannya. Ia tak mau percaya bahwa Jimin memang mengabaikannya dan mencampakkannya setelah dirinya bersama Namjoon.

"Apakah takdirku memang seperti ini?" desisnya pelan.

tok .. tok .. tok

Yoongi tersentak kaget karena mendengar ketukan pada kamarnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BULLYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang