PART IX

6.1K 817 63
                                    

Kegilaan dan keegoisan yang menghancurkanmu, bukan aku. Rasa bersalah dan penyesalan yang membunuhmu, bukan aku. Aku hanya mencoba memberikan mereka jalan...untuk menemukanmu.
.
.
.

Dokter dan beberapa perawat masuk ke dalam kamar VVIP tersebut dengan tergesa-gesa, berusaha memegangi Yoongi yang meronta kasar. Sebuah suntikan ditancapkan pada lengan Yoongi dan beberapa detik kemudian tubuh Yoongi melemah dan matanya mulai menutup sempurna, tak ada pergerakan atau rontaan kasar lagi dari Yoongi.

"Maaf, tapi pasien--" 

Dokter itu menggantung kalimatnya karena melihat ekspresi datar Jimin.

"Maaf Tuan Jimin?" 

Dokter itu memanggil Jimin sekali lagi berusaha meminta perhatian darinya dan Jimin langsung tersadar.

"Ya?"

"Pasien sudah kami tangani. Kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut setelah ia sadar. Kami permisi dulu, tuan." Dokter itu membungkuk sebentar diikuti beberapa perawat.

Jimin masih terdiam kaku, ia tak berani menatap Yoongi sekarang. Pikirannya kalut mendengar nama yang harusnya tak boleh diucapkan. Terlebih oleh Yoongi. Kaki Jimin melangkah keluar dari kamar tersebut, ke arah rooftop rumah sakit tersebut.

Sesekali angin malam menyapa tubuhnya. Diambilnya rokok dari sakunya lalu dibakarnya, nikotin ini juga sama memabukkannya, menenangkan. Jimin membaringkan tubuhnya di sebuah kursi panjang, mengangkat satu kakinya dan melihat ke langit. Mengadah...lebih seperti berbicara.

'Apa ... kau masih bisa mendengarkanku?'

...

Yoongi terbangun dan merasakan tubuhnya sangat sakit, kepalanya juga sangat pusing. Ia memposisikan tubuhnya, memaksakannya untuk duduk.

Yoongi tak sepenuhnya sadar, efek obat penenang masih tersisa di tubuhnya tapi dia tak bisa lebih lama tinggal di ruangan ini. 

Ruangannya kosong, matanya sibuk mencari keberadaan tas sekolahnya dan akhirnya menemukan tas tersebut di atas sofa pengunjung di sebelah kanannya. Perlahan ia melepaskan infus yang berada di tangan kanannya,

"Ahh--"

Yoongi meringis dan berjalan mendekati tasnya, mengeluarkan baju ganti. Beruntunglah karena kebiasaan Yoongi yang selalu membawa baju ganti untuk pergi ke club setelah sekolah berakhir. Ia mengganti baju rumah sakitnya, melepaskan gelang tanda pasien dengan kasar ke lantai. 

Yoongi berjalan perlahan mendekati pintu kamar rawatnya namun sial ... tubuh Yoongi menegang melihat seseorang disana. Berdiri di ambang pintu tersebut sambil melipat kedua tangannya. Langkah berat orang itu membuat Yoongi perlahan memundurkan tubuhnya.

"Kau ingin kabur?"

Brak!!!

Jimin menutup pintu ruangan rawat Yoongi dengan kasar, langkah Jimin pasti mengarah dan memaksakan Yoongi hingga menghimpit ke dinding kamar ruangan rumah sakit tersebut, Yoongi tak bisa bergerak lebih jauh lagi.

"Jawab! Kau ingin melarikan diri dariku?!!"

Yoongi menciut mendengar betapa tingginya nada Jimin sekarang saat berbicara dengannya, Yoongi meremas ujung bajunya dengan kedua tangannya, menggigit bibirnya mencoba mencari keberaniannya disana.

"Lalu, kau ingin aku disini? Bersamamu?!"

Yah! Yoongi berhasil mengeluarkan suaranya walaupun tak sepernuhnya. Ia tak berani menatap mata Jimin yang sekarang tepat berada di depannya. Nafas Jimin tak beraturan menahan amarahnya sendiri.

BULLYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang