Mungkin banyak yang jadi ragu dengan diriku, jika memang aku bukan tokoh utama, mengapa aku selalu ikut dalam kisah para tokoh utama?
Jawabanya sudah jelas, kemampuanku serbaguna bagi siapapun yang membutuhkannya. Aku yang mendapat julukan Jack of All Trades bahkan punya pelanggan khusus dengan berbagai pekerjaan yang berbeda.
Seperti kali ini...
"Jadi, selama liburan musim panas ini, aku minta kau bekerja untukku," guru lelaki berwajah tampan sekaligus cantik itu memanggilku ke ruang guru untuk memberiku pekerjaan. "Tugas musim panasmu bisa kau kerjakan saat kau bekerja nanti."
"Tapi...," aku ingin menolak, aku mendapat firasat kurang enak jika itu menyangkut sang raja vampire Maurice Bellemare.
"Tenang saja, pekerjaanmu hanya menjadi pelayan bagi ratuku," Maurice memutar-mutar pulpennya, cara duduknya yang elegan dan penuh kesombongan jelas menggambarkan betapa angkuhnya dia. Aku bisa memaklumi, tentu saja.
"Ra-ratu...," pikiranku langsung mengarah pada satu gadis yang jelas kutahu. "Kenapa harus saya tuan?"
"No no, jangan panggil aku tuan disini," Maurice memberikan tatapan amarah yang dibuat-buat.
"Ba-baik, guru. Kenapa harus saya?"
"Karena kau yang mengenal dia dengan baik selain dua gadis itu," sepertinya Maurice tidak berbasa-basi lagi, sudah terlalu jelas niatnya untuk mempekerjakanku.
"Saya hanya anggota kelompok belajarnya, tidak lebih," aku khawatir Maurice punya pikiran buruk terhadapku, satu-satunya murid cowok yang dekat dengan ratu yang dimaksud Maurice.
"Karena itulah, kau yang paling cocok," Maurice memutar tempat duduk dan menghadap meja, dia menuliskan sesuatu di kertas yang berada di atas mejanya.
"Pak guru?" aku mencoba mengintip apa yang dia tulis. Maurice segera berbalik dan memberikan selembar kertas.
"Kubayar uang mukanya dulu, jika kerjamu bagus, bayaranmu akan kulipat gandakan."
"Eh, tapi saya...," sebelum aku bisa menolak dengan baik, Maurice mendorongkan kertas itu ke dadaku. Mau tidak mau aku memegangnya agar tidak terjatuh karena Maurice langsung menarik tangannya yang berkuku panjang dan tajam.
"Sekarang keluarlah, aku sedang bekerja," suruhan Maurice membuatku sebal, dia bilang bekerja meski pekerjaan yang dia lakukan hanyalah bersantai saja. Sepertinya umur vampir yang panjang membuatnya punya banyak pengetahuan tanpa harus mempelajari buku sejarah.
Aku keluar dari ruang guru, sedikit kesal tapi juga gembira. Karena kulihat kertas yang ternyata cek itu, isinya lumayan menggiurkan, setara tiga bulan uang makanku di Atlantis. Dan kupikir-pikir lagi, ini baru uang muka.
"Okelah, semoga saja aku tidak mati nanti, hehe," aku terkekeh, tengkukku jadi dingin jika mengingat malam dimana aku melihat si gadis pembawa jantung segar itu... Gekko Hakai.
~333~
Dan disinilah aku sekarang, bersama salah satu gadis pemeran tokoh utama yang sedingin salju dan Rachel, pelayan pribadi Maurice Bellemare.
Jika ada yang bertanya, siapa Rachel? Pastinya dia bukan seorang wanita cantik yang memakai seragam rok hitam putih ala maid. Dia adalah seorang pria, kuulangi sekali lagi... PRIA.
Oke, jika saja melihatnya sekilas, pasti orang-orang akan percaya jika dia adalah wanita cantik yang punya senyum menawan seperti namanya, tapi jangan sampai tertipu. Apalagi kalian para lelaki, dia adalah pria tulen yang menjadi tangan kanan Maurice Bellemare.
Rachel juga vampir meski tidak berdarah murni seperti Maurice, dia pelayan setia yang tidak pernah sekalipun menolak perintah tuannya. Bahkan ketika dia disuruh untuk tidak menghisap darahku oleh Maurice, dia benar-benar menurutinya, dan aku bersyukur untuk itu.
"Kukira pekerjaan dari tuan Maurice akan sangat berat," gumamku. Aku berada di teras lantai dua dari villa yang saat ini kutinggali. Aku bekerja untuk Maurice selama liburan musim panas di villa ini. Villa mewah yang berada di pulau pribadi keluarga Hakai, sebelah tenggara dari Jepang.
Gekko akan tinggal di sini selama musim panas dan aku disuruh melayani apapun kebutuhannya selama dia berada di sini. Entah untuk alasan apa, Gekko selalu keluar ketika malam tiba. Karena aku tidak disuruh mengikutinya, maka aku tidak ikut campur kehidupannya.
Orang yang memberiku pekerjaan malah tidak terlihat sama sekali sejak pertama kali menginjakkan kaki di pulau ini. Begitu juga dengan anggota keluarga Hakai yang seharusnya tinggal di pulau mereka. Tapi kurasa mereka masih ada di sini, pulau ini cukup luas dan aku tidak berani menjelajahinya. Aku memilih tidak tahu daripada berurusan dengan Maurice maupun keluarga Hakai.
"Hey! Jangan bermalas-malasan!" Rachel membentakku, sepertinya dia masih kesal karena tidak diperbolehkan menghisap darahku. Apalagi dia tidak bisa berbuat apa-apa di pulau ini, kudengar keluarga Hakai sangat kuat dan punya pengaruh besar.
"Pekerjaanku sudah selesai," aku menunjuk dalam ruangan yang menjadi kamar tidur Gekko, aku dapat sedikit berbangga karena kemampuanku dalam bersih-bersih sangat baik. Yah, kemampuan peniruanku sangat berguna dalam hal-hal seperti itu.
"Bagaimana dengan sarapan nona Gekko?"
"Satu liter susu dan sekeranjang apel."
"Ehm, okay," Rachel mengangguk. Untuk sejenak, aku yakin Rachel sempat melirik ke leherku. Aku langsung bergidik.
Saat Rachel pergi, seseorang yang selalu bergerak tanpa suara tiba-tiba melompat ke teras dari lantai satu. Saking sering dia melakukan itu, aku sudah tidak terkejut lagi.
"El?" suara dengan intonasi sedatar itu, siapa lagi kalau bukan ratunya Maurice.
"Sebentar, kuambilkan sarapanmu," aku berkonsentrasi. Dengan teleportasi, aku melompat ke dapur untuk mengambil sarapan Gekko yang sudah kusiapkan sebelumnya. Rachel terkejut melihat muncul tiba-tiba, kebetulan dia baru sampai dapur. Aku tidak mau berlama-lama, kuambil nampan berisi susu dan apel lalu melakukan teleportasi lagi ke kamar Gekko.
"Hn," Gekko sudah duduk di depan mejanya. Aku meletakkan nampan ke atas meja.
"Silahkan," aku mundur lalu berniat melakukan teleportasi untuk keluar dari kamarnya.
"Tunggu," kata-kata Gekko membuatku terhenti. Entah mataku yang sedang buram atau memang hari ini sedikit berbeda, Gekko menampakkan ekspresi orang kehausan. Anehnya, dia tidak segera meminum susu yang sudah tersaji di depannya.
"Ada apa?"
"Maurice...," Gekko menyebut nama si raja vampir.
"Ada apa dengan Maurice?"
"Aku...."
"Kamu?"
"Butuh...."
"Butuh?"
"Hn," Gekko tidak bicara lagi seakan tenggorokannya terlalu kering untuk bersuara. Aku berpikir, tiga kata yang Gekko sebutkan.
"Kau membutuhkan Maurice?"
Gekko mengangguk pelan, telapak kakinya terus mengetuk lantai. Aku mengerti sekarang, dia memintaku mencari Maurice untuknya untuk sesuatu yang sangat mendesak.
"Baiklah, kuharap kau bisa bersabar." Aku berbalik dan segera melakukan teleportasi, mungkin Rachel mengetahui dimana Maurice berada. Tugasku hanya memanggil Maurice untuk Gekko, urusan mereka? Aku tak peduli.
<a/n>
03 11 15

KAMU SEDANG MEMBACA
TriGalz
Teen FictionAku bukan seorang pembawa cerita yang baik, meskipun begitu, aku ingin menceritakan kisah tentang tiga gadis cantik dan... aneh? Ya, mereka bertiga adalah para ratu di sekolah kami, Wardenlicht International School, sekolah yang berisi murid-murid b...