Bagian 6

57.5K 3.1K 18
                                    




Marcuss menyeret Edlyn masuk ke dalam mobil dengan memberi sedikit ancaman yang tentu tidak akan pernah dia lakukan. Dia tidak memerdulikan isakan Edlyn yang begitu menyedihkan. Dia juga menoleh ke belakang saat mobil mereka melaju, kali ini pria bernama Aiden itu yang terlihat putus asa karena tak mendapati Edlyn di tempatnya menunggu tadi.

Lengan besarnya mencengkram tangan Edlyn dengan kuat dan bahkan Marcuss menulikan pendengarannya dari Edlyn yang mengaduh dan meringis di sampingnya. Jika Edlyn telah nekat melarikan diri dari tempat tinggalnya maka tidak menutup kemungkinan wanita itu juga akan melompat dari mobil jika pikirannya belum kembali waras.

"Mengapa kau selalu menggagalkan rencanaku?" bentak Edlyn tak sabar. Marcuss menoleh sejenak dan tersenyum kejam.

"Kau milikku Edlyn. Bukankah aku sering mengatakan itu padamu?"

"Itu tidak masuk akal! Aku bukan milikmu dan tidak akan pernah menjadi milikmu sampai kapanpun!" desisnya. Air matanya jatuh kembali dan semakin deras.

Marcuss terdiam cukup lama mendengar ucapan Edlyn yang tidak bisa di terima oleh hati dan pikirannya. Dia tidak suka di tentang oleh siapapun apalagi oleh Edlyn. Dia tidak pernah di tolak, dan bagaimana mungkin wanita ini menolak dirinya mentah-mentah? Edlyn bahkan tidak pernah tertarik oleh pesona dan ketampanannya. Dan fakta menyebalkan itulah yang membuat Marcuss bertekad untuk memiliki Edlyn. Hanya dirinyalah yang boleh memiliki Edlyn, Edlyn-nya yang selama ini diawasinya dari jarak yang tidak dekat.

"Aku hanya ingin kembali pada ayahku Marcuss" suara Edlyn melembut, itu membuat Marcuss semakin menatapnya tajam. "Bahkan jika kau ingin aku memohon, aku akan melakukannya asal kau melepaskanku"

"Aku muak mendengar permintaanmu yang satu itu. Lagi pula Darrel bukan ayahmu Edlyn"

Edlyn tercenung. Dia tidak salah dengar? Apa telinganya mendadak tuli? Atau mungkin Marcuss sedang menakut-nakutinya?.

Dia melihat senyum Marcuss yang mengejek dirinya. Oh tentu saja itu senyum yang selalu di tunjukan padanya saat pria itu sedang bermain-main dengan ketakutannya.

"Kau bercanda Marcuss? Terima kasih atas omong kosongmu"

"Kau pikir aku berbohong? Baik, aku akan membuktikan bahwa aku tidak berbohong. Dan kau akan berterima kasih setelah mendengar semua rahasia Darrel yang tersimpan rapi dari jangkauanmu" suara Marcuss meninggi.

Edlyn berhenti meronta atas cengkraman di tangannya, dan Marcuss berpikir bahwa apa yang baru saja dikatakannya membuat kesadaran Edlyn tidak sepenuhnya ada dalam dirinya.

Tidak ada suara isak tangis dalam mobil itu. Hening meraja cukup lama. Sesekali Marcuss menoleh pada Edlyn yang terdiam dengan wajah pucatnya dan tatapannya sangat lurus dan juga kosong.

Mereka tiba di pelataran sebuah rumah minimalis yang sederhana. Tanpa pikir panjang Edlyn melompat dari mobil dan melangkahkan kakinya yang cedera. Meskipun sakit tapi Edlyn tidak peduli, saat ini dia hanya ingin bertemu dengan ayahnya yang sangat ia rindukan.

Marcuss yang membuntut tenang di belakang Edlyn dibuat mengernyit karena langkah Edlyn yang tidak seperti biasanya. Wanita itu menyeret langkah dengan sedikit kesusahan.

Edlyn, kau benar-benar wanita yang keras kepala. Kau mempertaruhkan kesehatan dan keselamatan kakimu hanya untuk menemui pria yang jelas-jelas bukan ayahmu. Geram Marcuss dalam hati.

***

"Ayah?!" teriak Edlyn, dia membanting pintu dan segera mendapati ayahnya duduk di kursi yang mengarah pada jendela.

Edlyn kembali menangis dan segera memeluk ayahnya. Tangisannya pecah pada pelukan hangat pria itu. Dalam rengkuhan Darrel dia menyadari bahwa pria tua yang memeluknya ini semakin kurus.

Mr.Arrogant ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang