Sepuluh

601 47 1
                                    

A/N: helaw, fellas!
sorri for da random update :)
maaf" klo udh sering gantungin. aku tau itu sakit hiks :"(
okelah daripada galau :) cekidot!

::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: :::

"Abang?"

Rius menoleh ke belakang dan terkejut. Kemudian, Ia menyembunyikan rokoknya di belakang punggung. Tasya hanya tersenyum menenangkan dan berjalan menghampiri Rius.

"Abang Yus, tukang jualan bakso malang di depan rumah tiap malem. Abang ojek di pangkalan depan perumahan. Abang sayur yang jualan tiap pagi." sindir Tasya, masih dengan senyum yang sama.

Rius menatap Tasya aneh, kemudian mengerucutkan bibir.

"Mama, mah. Rius bukan Yus, ih."

Tasya hanya menggeleng, masih dengan senyum yang sama.

"Kalo gitu, ngapain ngerokok?" tanya Tasya.

Rius terkejut dan refleks membuang rokoknya ke bawah, dimana kebun tanaman kesayangan Bik Imah ditanam.

"Ngapain kamu buang rokoknya ke bawah?" tanya Tasya tidak mengerti.

Rius kembali menatap kebun tanaman dengan wajah penasaran dan kembali kepada Tasya. Rius menaikkan satu alis, yang membuat Tasya ikut menaikkan satu alis.

"Kalo Mama tau Rius ngerokok tadi, kenapa Mama nggak marahin aku?" tanya Rius.

"Karena Mama nggak mau ambil resiko untuk ngelarang kamu."

Rius tidak mengerti dengan apa yang dimaksud Tasya, kemudian duduk di atas lantai balkon. Tasya mengikuti Rius duduk di lantai balkon yang dingin.

"Mama lagi males ceramahin kamu soal berbahayanya rokok bagi kehidupan. Mama juga yakin, kok, kalo guru kamu udah ngasih tau tiap hari pas lagi upacara."

Rius mengerucutkan bibir, namun tak ayal Ia terkekeh. Tasya ikut tertawa kecil. Namun, Rius masih tidak mengerti terhadap penjelasan Tasya. Tasya menghela napas sabar. Rius mengerucutkan bibir.

"Mama sebenernya dendam sama kamu, Ri. Waktu itu, Mama mau nyobain rokok pas SMA, eh tiba-tiba kelempar rokoknya gara-gara kena bola sepak."

Rius dan Tasya tertawa bersamaan, untungnya tidak terlalu kencang, sehingga tidak terdengar sampai keluar.

Dan malam itu, mereka berbincang banyak hal, hingga tengah malam.

::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: :::

Mama kecelakaan mobil, Git.

Gita menatap pintu kamar ICU tempat Virgo terbaring. Tidak ada air mata keluar dari matanya. Hanya bunyi gemeletuk giginya. Juga bunyi telepon Rumah Sakit yang sedari tadi berbunyi, seakan ingin membantu Gita mengatasi kesunyian. Gita ingin sekali masuk ke dalam sekadar menatap wajah Ibunya yang damai, namun hati Gita berkata jangan.

Mama kritis, dan kemungkinan besarnya... nggak selamat.

Gita menduduki kursi Rumah Sakit dengan wajah gusar. Perasaan seorang anak tidak mungkin bisa sebiasa saja seperti ini kan, saat melihat Ibunya terbaring dalam diam disana?

Kemudian, Gita menutup wajah dan mengusapnya kasar. Cukup lama, hingga handphone Gita bergetar lumayan kencang. Gita segera mengecek handphonenya dan melihat siapa yang meneleponnya. Dirra.

"Hallo?"

"..."

"Hallo? Dirra?"

"...hai, Git."

SagitaRiusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang