Dua Belas

180 21 4
                                    

A/N: helaw~

sorry for the veryvery late update, jadi tolong maafkan atas ketidaknyamanan dan kemagerannya buka wattpad :"(

am i right/am i wrong
di part sebelumnya, author menulis part tersebut dengan part "Dua Belas"(?) maaf  ya suka mabok :"

mongomong, ganti cover biar kliatan ala-ala gapapa lha ya wkwkwk

yaudahlah ya, cekidot!

::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: :::

Gita menatap gelas kaca yang kosong di pangkuannya. Seharian ini, Ia tidak melakukan kegiatan apapun. Kemudian, Ia beranjak berdiri dan mendekati dapur apartemennya dengan tertatih-tatih. Sesampainya di dapur, Gita menaruh asal gelas kosong itu di tempat mencuci piring. Kemudian, Gita mengeratkan baju lengan panjangnya dengan wajah was-was.

Demamnya belum juga turun. Gita sebenarnya memang bukan tipe orang yang gampang sakit-sakitan seperti sekarang ini. Tapi, Gita yakin ini efek dari trauma. Bukan apa-apa. Tapi herannya, demamnya tidak juga turun dari 3 hari yang lalu.

Gita yang hanya memiliki stok makanan ringan dan fast food, juga tidak memiliki jaminan untuk sehat hanya dengan memakan makanan-makanan itu. Gita juga tidak mungkin meminta Om Rafa untuk sebuah obat. Kalau sudah begini, mungkin Gita harus keluar dari apartemennya. Dari persembunyiannya. Dan terpaksa kembali menghirup udara bebas yang liar. Tempat dimana banyak orang yang bebas berlalu-lalang. Tempat yang membuat Gita semakin was-was.

Gita pun berjalan mengambil jaket varsity miliknya, memakainya, dan membuka pintu apartemen. Kemudian, Gita membenarkan kuncir kudanya, dan membuka pintu apartemen dengan hati-hati.

Cklek.

Cklek.

Ada satu pintu milik tetangganya yang juga terbuka. Gita tidak peduli. Ia membutuhkan obat, dan Om Rafa pernah memberitahunya ada apotek di daerah dekat apartemen.

Kemudian, Gita berjalan dengan langkah lambat-lambat mendekati lift apartemen, dan liftnya kebetulan kosong. Jadi, Gita langsung memasukinya dengan langkah hati-hati. Beberapa kali kepalanya terasa pusing. Dan pandangannya berkunang-kunang.

Apa iya gue kena vertigo?

Saat pintu lift hampir tertutup, tiba-tiba ada satu tangan yang masuk ke dalam lift, membuat tangan itu terjepit untuk beberapa detik. Gita masih tidak menyadarinya.

Kemudian, saat pandangannya mulai stabil, Gita menatap ke arah orang yang baru saja memasuki lift. Orang itu memakai kacamata dan memakai kupluk biru muda. Walaupun berada di situasi seperti ini, Gita sangat amat familier dengan wajah cowok itu.

Anjir! Rius!

Cowok itu sepertinya sadar dirinya sedang diperhatikan, hingga mendongakkan kepalanya untuk menatap Gita tepat di mata. Gita langsung membuang muka dan berpura-pura sibuk dengan jaket dan kuncirannya yang mendadak longgar.

"Hei." sapa cowok itu, membuat Gita berpura-pura tuli.

"Hei." sapaan kedua, dan Gita sudah hampir meledak di tempat rasanya.

"Hei, lo jaket varsity." panggilan terakhir yang disertai penekanan di 'jaket varsity', membuat Gita mau tidak mau menengok.

"Manggil saya, mas?" tanya Gita berpura-pura bodoh.

Cowok itu mengangguk.

"Lo mau ke mana?" tanya cowok itu sambil menaruh handphonenya di saku jaket varsity nya.

SagitaRiusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang