Tiga

558 49 6
                                    

Gita menatap soal dihadapannya dengan putus asa.
Gita mengintip ke arah kanan, dan melihat jawaban teman duduknya, Tora.

"Tor, lo ngerti gak yang ini?" tanya Gita.

Tora membulatkan mata.

"Buset. Udah sampe situ aja. Gue aja baru sampe nomor 8. Udah nomor 15 aja. Jadi anak jangan pinter-pinter kenapa." Gita mendecak.

"Nggak nyambung sih, tapi makasih. Tapinya lagi ini gue gatau. Bisa minta tolong bantuin gue ngerjain gak?" tanya Gita memohon.

Tora segera mengambil buku tulis Gita dan menyalin cara beserta jawabannya.

Gita mengintip ke arah meja guru. Takut guru klub matematikanya melihat semua ini. Untungnya tidak.

Tora segera mengembalikannya lagi.

"Nih. Gue gak tau. Ngasal." Gita menarik buku mate-nya dan membacanya.

Gita menghembuskan nafas kesal. Kemudian, menghapus jawaban yang ditulis oleh Tora.

Gita beranjak untuk menoel-noel depannya, Ira dan Yura.
Ira menengok, sedangkan Yura masih serius.

"Buku tulis. Pinjem." ucap Gita tanpa suara.

Ira segera memberikan buku tulisnya pada Gita.

"Jangan lama-lama." ucap Ira tanpa suara.

Gita mengangguk paham, segera meraih buku Ira dan mencari nomor 15. Ada!

"Pinjem." ucap Gita tanpa suara, lagi.

Ira mengangguk dan segera berbalik. Berpura-pura menulis.

Gita segera mencatat nomor 15.

Sekalian deh sampe 20. Biar febeles.

Gita sibuk mencatat. Yang lainnya juga sibuk mencatat dan berpikir. Guru klub juga begitu. Hingga tidak menyadari ada satu orang yang bukan merupakan anak klub mate menyusup ke dalam.

Dan duduk persis dibelakang Gita. Gita juga tidak terlalu memerhatikan ke arah belakang saat sedang serius. Sehingga, memudahkannya untuk memantau dan menatap Gita yang sedang serius tanpa ragu.

::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: ::: :::

Gita menenteng tas ransel di pundak, kemudian berjalan keluar. Disana, ada Rius sedang mengobrol dengan Dirra.

Tampak asyik, bahkan sesekali mereka berdua tertawa.

Gita menahan kesal dan amarah di dalam hati, dengan pura-pura tidak melihat mereka.

Gita melangkah pergi dari sana, dengan langkah terburu-buru. Berharap, kali ini kak Cesa bisa menjemputnya. Gita mengeluarkan handphonenya dan men-diall nomor yang sangat Ia hafal di luar kepala.

"Hallo? Kak Cesa? Ini aku, Gita. Bisa minta tolong jemput? Aku hari ini kayaknya gak enak badan."

"Tumben kamu, dek. Biasanya juga pulang sendiri habis klub mate. Kakak masih ada 1 jadwal kuliah lagi. Ini aja kakak baru istirahat."

"Terus aku gimana? Aku bener-bener gak enak badan."

"Hmm.. gimana ya? Yang, iya. Sigit minta jemput. Heu'euh. Iya. Git, gini deh. Hari ini kamu pulang bareng Gilang gimana? Dia basket kan hari ini?"

"Iya, kak. Dia basket. Tapi, aku gak mood bareng dia. Dia pasti nyuruh aku segala macem."

Terdengar suara helaan nafas dari seberang telepon.

"Yang, Gitanya gamau. Hah?! Kamu? Tapi, aku gimana?"

Gita mendecak.

"Iya, deh. Iya. Yaudah, Sigit. Kamu pulang bareng Galih, ya. Jangan lupa sampain ke dia, kalo aku minta dijemput juga."

SagitaRiusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang