Sejak hari itu, gue makin nggak ngerti kenapa susah banget untuk sekedar melupakan apa yang udah terjadi. Gue memutuskan untuk move on, meskipun bakalan diketawain ayam seperti kata Fira.
Move on itu nggak gampang. Meskipun awalnya gue bertekad banget membuat semuanya jadi mudah, nyatanya emang nggak seperti yang gue inginkan. Move on itu butuh proses yang nggak pendek, dan kalo gagal bisa-bisa lo diketawain ayam. Malu, ih.
Gue mulai akrab dengan pemandangan seringnya Ironman gue berduaan sama si cewek rambut panjang itu. Herannya, kenapa setiap kali gue liat si Ironman di situ juga ada cewek itu? Beda banget pas awal gue ngefans sama dia, gue selalu liat dia sendirian.
Sekolah ini masih terasa sempit buat gue. Bedanya, sempit karena gue selalu ketemu sama cewek itu di mana-mana. Padahal dia adalah orang yang paling pengen gue hindari sekarang. Tapi tanpa gue mau, dia justru muncul terus-terusan. Bahkan ketika lagi berduaan sama Ironman juga, harus banget ya di depan mata gue?
Kadang itu bikin gue jengkel sendiri, entah itu wajar atau enggak.
"Lo mau kemana?" Fira membuat langkah gue terhenti sejenak. Gue menoleh, mendapati wajahnya yang bingung.
"Nyari spot, ah. Gue bosen," jawab gue santai. Ini memang jamnya ekskul, tapi entah kenapa gue udah mulai nggak betah berdiam lama.
Fira mungkin heran. Disaat ada kakak senior yang masih sibuk bercuap-cuap di depan sana, gue udah melenggang keluar duluan. Tapi beberapa detik kemudian gue menyadari Fira mengikuti langkah gue.
"Lo mau nyari spot kemana, sih?" tanyanya lagi ketika kami udah jalan berdampingan di koridor. "Lapangan basket?" lanjutnya mencoba menebak.
Gue masih diam. Entah kenapa ketika Fira nyebutin salah satu tempat favorit gue itu, ada kekhawatiran yang menyeruak. Seketika gue sadar, gue nggak tau harus ke mana sebenernya. Lapangan basket memang biasanya jadi pelarian. Tapi mengingat siapa yang bisa aja gue temui di sana kaya waktu itu, bikin gue pengen menghindar sejauh-jauhnya.
"Nggak, kok. Gue nggak kesana. Gue mau ke taman deket kantin aja," jawab gue akhirnya. Tapi Fira justru terlihat menautkan alis.
"Tumben, sih. Kenapa? Biasanya lo suka kesana. Taman deket kantin, kan, suka rame sama anak ekskul lain," ujarnya mengeluarkan semua pemikiran yang membuatnya heran sama gue kali ini.
Gue menghela napas. "Gue lagi males aja ke sana, mau nyoba tempat baru."
"Apa ini gara-gara si Ironman lo itu? Lo nggak mau ketemu dia lagi?" Fira mulai menginterogasi gue secara perlahan. Mulai, deh, keponya keluar.
Iya, gue nggak mau ketemu sama dia lagi kalo lagi bareng ceweknya.Gue buru-buru meliriknya. "Ah, lo bahasnya dia mulu. Kan, gue udah bilang gue mau move on," Gue mencoba mengalihkan. Sebenernya, gue cuma nggak mau salah jawab yang akhirnya mengundang tanya lagi lebih lanjut.
"Gue nggak bahas dia, kali. Gue cuma nanya, me-mas-ti-kan aja," ujarnya sambil memberi penekanan di salah satu kata. Dia lalu berjalan mendahului gue. "Bilang aja lo udah gagal move on duluan!" timpalnya sambil menjulurkan lidah dan tertawa meremehkan lalu berlari menghindari gue yang spontan mengejarnya.
"Awas aja lo!"
-^-^-
"Sebenernya lo tau cewek itu dari mana, sih?" Gue mencoba mengorek informasi lagi dari cewek manis di depan gue ini.
"Gue kenal dia dari sosmed. Karena itu juga gue tau kalo dia udah punya pacar, yang ternyata Ironman lo," jelasnya dengan kalimat terakhir yang terasa sedikit menyentil gue.
"Kenapa gue baru liat cewek itu, ya?" ujar gue heran.
Fira menyeruput jus melonnya. "Menurut hasil stalking gue, ternyata mereka itu udah lama jadian. Cuma kayanya, Kak Diana abis ikut program magang, deh. Makanya lo baru liat mereka berdua akhir-akhir ini," jelasnya lagi. Jawaban Fira masuk akal juga. Gue cuma manggut-manggut aja dengernya.
"Tapi memang mereka berdua cocok, sih. Ganteng sama cantik, pas banget!" sahut gue pelan. Tapi ternyata masih bisa didengar oleh Fira, gue lupa kantin ini masih sepi.
"Cocok sih, tapi menurut gue si Ironman lebih cocok sama lo." Fira menanggapi dengan santai, padahal kata-katanya barusan bikin gue sedikit kaget. Nggak nyangka dia berpendapat kaya gitu.
Gue tertawa. "Cocok dari mana coba? Gue sama dia, kan, jauh banget." Gue mencoba menyangkal. Tapi memang kenyataannya kaya apa yang gue omongin, kan. Pendapat Fira mungkin cuma bertujuan untuk menghibur gue.
"Kak Diana itu cantik kalo difoto. Bahkan cantik banget. Tapi gue selalu merasa dia beda aja kaya aslinya. Bisa gitu, ya," ujar Fira kembali ke topik utama. Tapi dia terlihat merasa bingung sendiri sama apa yang dia bilang barusan. Apalagi gue yang nggak ngerti maksudnya apa.
"Maksud lo?"
"Nggak original gitu, deh. Bisa banget ngeditnya sampe jadi cantik gitu, haha," katanya disusul tawa yang berusaha dia tahan.
"Hush! Lo kalo ngomong, tuh, ya. Sembarangan banget." Gue mencoba menghentikan kekehannya. Sambil berusaha menengok ke sekitar, gue takut ada mata-mata di sekitar sini. Fira kalo ngomong memang suka blak-blakan saking jujurnya.
Dia menutup mulutnya. "Tapi gue ngomong kenyataannya. Lo sebagai calon photographer mungkin bakalan tau perbedaannya." Fira masih membela diri. Setelah gue pikir lagi, memang nggak ada yang salah.
Apa yang diomongin Fira ada benernya, tapi yang dilakuin si cewek itu meskipun membuat Fira ketawa puas juga bukan sesuatu yang salah. Wajar aja, kan, kalo seorang cewek pengen tampil cantik di sosmed. Gue mungkin bisa aja ngelakuin hal yang sama meskipun gue nggak terobsesi sampe segitunya.
"Jadi, lo nyindir gue juga? Gue, kan, juga suka pake aplikasi begitu," kata gue sambil memasang wajah murung. Tawa Fira sudah berhenti. Dia seperti nggak nyangka gue kepikiran sampe situ.
"Lah, kok jadi lo yang baper, sih? Maksud gue nggak kaya gitu. Ah, udahlah lupain aja, ya. Gue nggak serius, kok." Cewek berisi di depan gue ini berusaha menjelaskan. Dia terlihat berusaha bikin wajah murung gue pergi secepatnya.
Gue menghela napas. "Yah, mau gimanapun juga si cewek itu menurut lo, dia tetep cewek cantik yang dipilih sama Ironman. How lucky she is. Itu kenyataannya," ujar gue pelan. Mau nggak mau Fira hanya mampu membetulkan ucapan gue.
Gue nggak bisa menilai diri gue sendiri. Jika memang gue harus dibandingkan sama cewek itu, gue memang nggak ada apa-apanya. Dia jauh lebih percaya diri daripada gue. Dan menurut gue, Ironman memang pantes sama dia. Lupain aja apa yang dibilang Fira, mungkin dia cuma ingin menghibur gue.
Apa yang harus gue lakukan sekarang bukan lagi soal memikirkan gimana caranya si Ironman bisa tau perasaan gue tanpa gue harus bilang dan dengan cara pasaran kaya di sinetron lebay. Bukan itu.
Gue sekarang harus belajar melupakan. Belajar menerima dan merelakan. Belajar ikut bahagia ketika ngeliat dia ketawa bareng cewek itu. Perlahan tapi pasti, rasa kagum ini bakalan mengendap dan tanpa gue sadari akan terkubur dalam-dalam dan hilang dengan sendirinya.
Cuma waktu yang bisa membuktikan semuanya.
-^-^-
Berawal dari iseng, aku berharap ini bisa jadi titik awal mewujudkan mimpi bertahun-tahun lalu. Thanks for your time!♡
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Extraordinary Flat Story
Short StorySebuah kisah sederhana, gue sebagai pengagum rahasia. Bukan pengecut, meskipun nggak punya sama sekali keberanian buat mengungkapkan semuanya. Cuma mampu melihatnya dari kejauhan. Hanya dengan kehadirannya, gue udah merasa bahagia. Cukup bertatapan...