5. His girlfriend?

495 89 38
                                    

Aku bisa tersenyum sepanjang hari.
Karena hujan pernah menahanmu disini, untukku.

Masih ingat pengalaman fantastis gue? Disaat hujan turun dan dia berteduh tepat di samping gue. Pas itu juga nggak ada orang lain lagi selain gue dan dia, meskipun nggak lama kemudian orang yang jemput gue dateng dan menghancurkan durasi momen itu. Gue harap momen itu bakal berlangsung lebih lama, atau minimal ada percakapan yang tercipta kaya di film FTV.

Apalah daya, hidup gue ini real. Beruntungnya gue udah sahabatan sama kesunyian. Dan diantara suara gemercik hujan, mulai saat itu gue makin-makin ngarep --bisa dibilang gitu, mungkin.

Ngarep kalo he will realize someday. Menyadari rasa kagum gue meskipun gue mungkin nggak akan sanggup mengungkapkannya. Terus gue bisa jadi salah satu orang yang ada di hidup dia. Siapa tau, gue dan dia bisa jadi kita. Haha.

Apa gue udah berkhayal terlalu tinggi?

Sejak saat itu juga, gue makin suka saat hujan. Apalagi petrichor dan suasana damai yang cuma bisa gue rasain sendiri. Ditambah lagi ada dia.

Complete!

Gue mulai menyadari kalo bisa aja ada kemungkinan khayalan gue jadi kenyataan. Gue harap gitu, semoga.

-^-^-

Bel pulang sekolah sudah berdering. Kebanyakan siswa berbondong-bondong menuju gerbang sekolah. Tapi gue malah menuju arah sebaliknya.

Fira dimana, sih?

Gadis itu terpisah sama gue ketika gue masih sibuk kerja kelompok di kelas. Tadi dia pamit mau ke suatu tempat dan akan kembali secepatnya. Nyatanya, dia nggak balik lagi dan payahnya gue juga nggak denger ketika dia ngomong mau ke mana.

Gue udah janjian sama dia mau ke toko buku sepulang sekolah. Otomatis gue harus ketemu dia dulu, kan, sebelum pulang. Tapi dia justru nggak tau di mana rimbanya.

Kantin.

Tempat yang kemungkinan besar jadi tujuannya. Dia bukan tipikal pecinta sepi kaya gue, dia justru bersifat sebaliknya. Setelah beberapa kali mencoba menghubunginya tapi gagal, gue memantapkan langkah menuju ke kantin yang masih ramai.

Belum juga langkah gue sampai di tempat paling ramai bagi gue itu, mata gue udah duluan menangkap bayangan yang bikin gue menganga sejenak. Kontan langkah gue terhenti ketika sosok dua orang itu lewat di depan gue.

Deg.

Hati gue rasanya nggak karuan. Dada gue juga seketika terasa sesak tanpa gue tau harus digimanain biar mereda. Jantung gue berdetak kencang. Sedangkan badan gue mendadak melemas. Gue ini kenapa?

Dua orang itu, Ironman gue dan seorang cewek cantik. Jalan berdampingan sambil berbagi tawa. Mereka kelihatan cocok dan saling melengkapi. Bahkan tas jinjing si cewek juga ada di tangan si Ironman sekarang. Dia sama sekali nggak keberatan bawa tas jinjing khas cewek kaya gitu.

Gue cuma bisa diam sambil masih mengamati mereka yang telah berlalu. Beberapa pertanyaan seketika menyeruak gitu aja di pikiran gue. Tapi tetap ada satu yang paling dominan dan bakalan mewakili semuanya.

Apa mereka pacaran?

Gue menarik nafas dalam-dalam. Sebisa mungkin menstabilkan kembali emosi gue yang hampir membuat mata gue panas. Nggak lucu, kan, kalo gue nangis?

Gue nggak tau perasaan macam apa yang tadi gue rasain. Rasanya semua mimpi gue sirna gitu aja. Hilang, menguap. Hanya menyisakan gue yang cuma bisa jadi penontonnya dan nggak berhak ngapa-ngapain.

Semua harapan konyol gue. Semua khayalan tinggi gue tentangnya. Semua kemungkinan yang gue semogakan. Rasanya hampa gitu aja, menguap dan nggak berbekas. Mungkin inilah yang namanya hopeless.

[✓] Extraordinary Flat StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang