Mungkin benar kata orang, kita nggak pernah bisa merencanakan jatuh hati pada siapa. Karena pada dasarnya hati dan perasaan memang sulit dikontrol. Bahkan logika pun kadang nggak mampu mengimbanginya. Makanya ada istilah, cinta itu nggak bisa dipaksain.
Sama halnya untuk move on. Gue akui, mungkin selama ini gue berusaha untuk melupakan semuanya. Menganggap semua kebahagiaan gue yang pernah tercipta karena dia cuma hal biasa yang nggak seharusnya dikenang. Mengingkari perasaan gue yang justru berkembang jadi sesuatu asing yang gue nggak tau namanya apa.
Tapi gue nggak sepenuhnya berhasil, karena memaksakan untuk melupakan dia justru membuat gue mengingatnya lebih dalam lagi. Sekarang gue percaya, cuma waktu yang bisa mengubur semuanya.
Gue memutuskan untuk membiarkan perasaan ini mengendap gitu aja sampai akhirnya terkubur dan hilang dengan sendirinya. Gue yakin, akan ada waktunya dia akan tergantikan atau mungkin bisa aja justru dia akan kembali. Hmm.
Kembali?
Sebenernya gue juga nggak ngerti apa yang membuat gue berpikir ada kemungkinan dia akan kembali. Jika posisinya masih sama, bukannya justru akan lebih menyakitkan?
Haha, gue nggak nyangka jadi secret admirer aja udah serumit ini.
-^-^-
5 tahun kemudian...
Bola-bola berwarna seputih kapas berjatuhan dari langit disertai tiupan angin musim dingin. Kedua telapak tangan gue terasa beku. Mantel tebal yang gue pakai nggak cukup untuk benar-benar menjaga suhu tubuh gue tetap hangat. Akhirnya gue memutuskan untuk berbelok dan mampir di sebuah cafe.
Setelah memesan coklat panas, gue sengaja memegangi cangkirnya untuk menghantarkan kehangatan ke kedua tangan gue.
Suara notifikasi dari ponsel di sebelah gue seketika mengalihkan perhatian gue. Nama Fira Andriana terpampang di pop up salah satu aplikasi chat itu.
Fira: Heh, kapan lo balik ke indo?
*foto Fira lagi makan Soto Ayam*Gue terkekeh melihat kiriman sahabat gue yang satu ini. Bisa-bisanya dia pamer lagi makan soto disaat gue lagi kedinginan dan sendirian. Gue tau dia sengaja.
Gue: Lo kangen sama gue ya? Pamer, deh. Di sini soto juga banyak kali.
Fira: Bilang aja lo pengen, kan. Cepet balik makanya. Gue mau nikah. Haha.
*ekspresi raut berbunga-bunga*Mata gue sukses membulat setelahnya. Fira mau nikah? Cepet banget. Perasaan baru kemaren dia bilang via skype baru jadian sama Gilang. Eh, apa jangan-jangan cuma perasaan gue aja?
Gue: Are u serious? Perasaan baru kemaren lo jadian, deh.
Fira: Kaifa Syakila Maharani tersayang, gue udah mau anniv lagi padahal. Dan lo masih bilang baru kemaren, huh? Gue serius, Kai.
Gue masih nggak percaya. Jadi ini beneran cuma perasaan gue aja, semuanya udah berlangsung dalam waktu yang nggak sebentar dan gue baru menyadarinya. Bahkan Fira keliatan nggak habis pikir sama gue, terlihat dari kebiasaanya nyebutin nama panjang gue kalo udah geregetan.
Gue: Kapan? Sama Si Gelang, kan?
Fira: Gilang, Kai! Bukan gelang, ih. Gue tau itu bukan typo tapi sengaja, huuu. Minggu depan, lo dateng ya?
Gue terkekeh membacanya, rasanya kaya dengar langsung dia protes keras gara-gara typo yang memang gue sengaja. Pikiran gue langsung melayang jauh ke depan, pas banget minggu depan lagi ada jadwal kosong dan gue memang berencana pulang. Tapi Belanda-Jakarta, Fira dengan se-enteng itu mengundang gue dateng, serasa tetangga sebelahan aja.
Gue: Memangnya menurut lo ke Jakarta tinggal naik kopaja gitu, ya?
Fira: Tenang aja, nanti gue atur. Pokoknya lo harus dateng, ya!
Gue menghembuskan napas panjang. Hanya bermaksud nggak serius, eh tanggapannya serius banget. Mana mungkin gue bisa nolak coba? Bagaimanapun dia udah jadi salah satu orang penting di hidup gue, mungkin memang mengecewakan kalo gue melewatkan momen itu. Gue akan berusaha dateng, meskipun berpotensi tinggi teringat beberapa kenangan yang nggak terlalu penting itu lagi.
-^-^-
Hello, kenyataan! Gue kembali. Teringat masa lalu mungkin bukan masalah lagi buat gue, asal jangan sampe jadi lebih miris.
"Jadi sampe sekarang lo belum nemuin pengganti Si Ironman itu?" Pertanyaan frontal yang kerasa menohok itu terlontar juga. Udah lama, gue ngerasa kangen sama style to the point-nya Fira. Meskipun 'jleb' banget tapi dia selalu apa adanya.
Gue tersenyum tipis. "Entahlah, belum ada yang ... bikin gue tertarik lagi semenjak itu." Gue yang bingung harus beralasan apa akhirnya memilih jujur.
"Emangnya lo belum move on, ya?" tanyanya lagi sambil melirik ke arah gue yang duduk berhadapan dengannya.
"Udah, kok," jawab gue singkat, buru-buru menegaskan.
"Terus kenapa? Di Belanda banyak cowok ganteng, kan?"
Gue menanggapinya sambil memutar kedua bola mata gue. "Ganteng itu belum tentu menarik buat gue, Fir. Udah ya, sekarang ganti topik pembicaraan, ok," ujar gue mulai bingung harus jawab apa. Gue harus segera mengalihkan pembicaraan ini. Kalo dilanjutin, mungkin seharian penuh gue bakal terus di interogasi sama pertanyaan keponya itu.
"Kayanya lo memang jodoh sama dia," katanya bergumam pelan tapi gue masih bisa mendengarnya dengan jelas.
Gue sengaja memulai bahasan lain. "Oh, ya. Gimana prosesi lamaran lo?" tanya gue seolah nggak mendengar apa yang dia bilang barusan.
"Romantis, sih. Dia nyanyi Marry Your Daughter di depan bokap gue. Kejutan banget, nggak nyangka dia bakal ngelakuin itu," jawabnya sumringah dengan senyum mengembang. Gue jadi ikut membayangkan suasana waktu itu, pasti Fira bahagia banget.
"Trus lo gimana?"
"Gue cuma bisa speechless. Akhirnya apa yang selama ini gue perjuangin membuahkan hasil juga. Ya, lo tau sendiri gimana cerita gue sama Gilang, kan?" katanya lagi masih memancarkan raut bahagia.
"Gue harap bakal berending happily ever after, ya," sahut gue masih ikut merasakan kebahagiaan sahabat gue ini.
"Semoga aja. Disaat itu juga gue baru percaya sepenuhnya kalo jodoh pasti bertamu, Kai." Fira langsung menatap gue lebih serius. Rasanya dia menyiratkan makna khusus dibalik kata-katanya barusan.
Gue tersenyum mendengarnya. "Bukannya jodoh pasti bertemu, ya?" kata gue mencoba mengoreksi.
"Bertemu itu udah jodoh sama berpisah, mereka sepaket. Nyatanya, sih, kemaren Gilang bertamu ke rumah gue. Nggak sekedar bertemu," jawab Fira kemudian menjelaskan semuanya diiringi kekehan kecil. Akhirnya gue mengerti kalo dia nggak asal-asalan pake istilah.
Gue cuma manggut-manggut mendengarnya. "Trus menurut lo jodoh gue kapan bertamu, ya?" Hanya pertanyaan iseng sambil masih diikuti tawa ringan, gue nggak bermaksud yang lain.
"Kode keras, ya. Sabarlah, paling nggak lama lagi, kok. Percaya sama gue," jawab Fira yakin didukung ekspresinya yang serius. Sedangkan gue masih santai dan nggak bisa berhenti nyengir setelah mendengar jawabannya. "Emang lo maunya kira-kira siapa yang akan bertamu?" lanjutnya lagi.
Gue mengangkat kedua bahu. "Gue nggak tau, yang pasti kata lo kalo dia jodoh pasti bertamu." Senyum masih belum berhenti mengembang dari bibir gue dari tadi.
Seperti kata Fira, jodoh pasti bertamu tidak hanya bertemu. Karena bertemu dan berpisah memang sudah ditakdirkan berjalan beriringan. Setiap orang berhak menentukan jalan hidupnya sendiri, apakah akan terus berjalan atau berbelok untuk berkunjung. Satu hal yang gue simpulkan, akan ada saatnya jodoh itu bertamu.
Kapan?
Gue nggak bisa berharap apapun lagi.
-^-^-
Maaf ya tadinya mau di-complete sebelum 2016 eh ternyata banyak hambatannya:") *alesan._.v* Nggak mau janji lagi deh, takut nggak bisa menepati. Makasih telah membaca♡
*Satu part lagi end nih hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Extraordinary Flat Story
Short StorySebuah kisah sederhana, gue sebagai pengagum rahasia. Bukan pengecut, meskipun nggak punya sama sekali keberanian buat mengungkapkan semuanya. Cuma mampu melihatnya dari kejauhan. Hanya dengan kehadirannya, gue udah merasa bahagia. Cukup bertatapan...