7

86 29 0
                                    

Pagi ini Gista bangun dengan mata yang sembab.

"Mata kamu kenapa Ta?" tanya Prita saat sedang sarapan.

"Oh ini kelilipan mah." elak Gista.

"Mana ada kelilipan merah, ditambah kaya yang sembab gitu?"

"Iya gitu de--"

"Abis nangis tuh mah! Nangis gara-gara cowo pasti." celetuk Gabriel.

"Eh bukan mah!" Gista memukul bahu Gabriel. "Sok tau banget kak iel!"

"Udah udah! kalian ribut mulu kalo udah ketemu" lerai Prita. "Udah sekarang makan."

Di saat kegiatan sarapan selesai. Gista berucap. "Mah kira-kira papah pulang kapan?"

"Katanya sih bulan depan, kenapa Ta?"

Gista menggeleng. "Oh gak apa-apa mah." lalu menoleh ke arah Gabriel. "Kak iel kuliah pagi?"

Gabriel mengangguk.

Gista tersenyum lebar. "Nebeng yayaa pliss."

Gabriel mendengus. "Giliran butuh baru baik."

"Ayo lah, kak iel kan ganteng. Jadi anterin yaa plis kak" Gista memasang wajah memelas.

Kelemahan Gabriel, dia pasti akan luluh dengan wajah memelasnya Gista.

"Yaudah, cepet keburu telat nih!"

Gista bersorak. "Mah Gista pergi dulu ya! Assalamualalikum."

• • •

"Udah sampe cantik." goda Gabriel, ketika motornya berhenti tepat di depan gerbang sekolah.

"Oke, thanks kak iel! Kakak ganteng deh." balas Gista, seraya turun dari motor.

Saat Gista hendak melangkahkan kakinya, Gabriel tiba-tiba memanggil Gista.

Dengan enggan Gista membalikkan badannya dan menghampiri kakaknya.

"Ada apa?"

Bukannya menjawab pertanyaan Gista, Gabriel malah mendekatkan wajahnya ke pipi kanan adiknya.

Bukan, Gabriel tidak menciumnya, melainkan wajahnya terus melewati pipi Gista dan berhenti di telinga adiknya itu.

"Mata kamu kaya panda, tapi tetep lucu kok." Gabriel terkekeh.

"Apaan sih kak iel! So gombal gitu." Gista mendengus.

Tanpa di sadari pipi Gista memerah menahan rasa malu. Iya meskipun mereka kakak-adik tetapi sikap mereka seperti sepasang kekasih bukan?

Gabriel mengangkat kepalanya seperti semula. "Udah sana masuk! Nanti gerbangnya di tutup lagi."

Gista memukul bahu Gabriel. "Yee, lagian siapa coba yang manggil lagi!"

Gabriel tertawa. "Iya maaf deh."

• • •

Rasya duduk dengan gelisah. Sedari tadi dia memperhatikan jam tangannya, berharap jarum jam cepat menunjukkan pukul 10:00.

"Jadi pembagian zaman menurut ilmu arkeologi terbagi menjadi 2, yaitu Zaman Batu dan Zam--"

Bel istirahat berbunyi.

"Iya, karena bel sudah berbunyi. Se--"

Rasya berdiri dari bangkunya berjalan ke arah pintu tanpa menunggu ucapan guru itu selesai.

Dia langsung melangkahkan kakinya menuju kelas Gista.

• • •

Saat melihat Ridwan di depan kelas X-IPA 5, Rasya menghampirinya.

"Wan, ada Gista gak?" tanya Rasya.

"Oh Gista." Ridwan melihat ke dalam kelas. "Gak ada Ras, kenapa?"

"Oh gak Wan, kira-kira kemana ya?"

Ridwan mengangkat bahunya. "Kurang tau, soalnya waktu bel bunyi, dia langsung keluar kelas gitu."

Rasya mengangkat alisnya sebelah. "Sendiri? Apa bareng Dinda?"

"Nah! Gak tau juga. Si Dinda sih gue gak liat jelas, tapi sekarang gak ada di kelas."

Rasya mengangguk. "Oke deh, thanks Wan."

Ridwan mengangkat jempolnya.

Lalu Rasya membalikkan badannya, melangkah menuju kantin.

• • •

"Dari mana aja sih kamu? Aku cariin gak ada, eh taunya di sini." tanya Rasya di sebelah Gista yang sedang membaca buku.

Setelah dari kelas Gista, Rasya mencari Gista ke kantin, namun nihil Gista tidak ada di sana.

Sampai akhirnya Rasya melihat Gista di belakang sekolah sedang asik membaca buku.

Gista menurunkan bukunya lalu tersenyum. "Aku dari tadi di sini, maaf udah bikin kamu nyari-nyari aku."

"Kenapa gak ke kantin Gis?"

Gista menggeleng. "Gak laper, lagian gak ada temen juga."

Rasya membenarkan posisi duduknya. "Loh? Dinda kemana emang?"

"Ada sih, cuman dia lagi gabung sama temennya X-IPA 4. Dia lagi cari info tentang gebetannya gitu."

Rasya tertawa. "Serius? Wah, asik dong! Jadi dia gak jomblo lagi."

Gista memukul tangan Rasya. "Temen aku tuh! Jangan ngata-ngatain!"

Rasya meringis. "Ampun mbah."

Gista mendengus.

"Oh iya Gis, lusa ada acara gak?" tanya Rasya.

Gista mengetuk-ngetukan jarinya di dagu. "Gak kayanya, kenapa emang?"

Rasya tersenyum lebar. "Jalan yuk?"

MathematicsWhere stories live. Discover now