Monggo, disekecak'aken.
______________________________________
Campa memasang seat belt, lalu menatap Abi yang tampak sedikit kebingungan.
"Kenapa?" tanya Campa pelan. Abi meringis.
"Matic yah, Bu? Saya belum pernah nyetir mobil matic nih..." ujar Abi sambil memasang seat belt.
"Mmm, ya kalau gitu nggak usah aja. Nggak apa-apa, kok. Saya bisa pulang sendiri," ujar Campa.
"Wah, jangan Bu! Nanti kalau ada apa-apa, saya bisa disate Pak Sunandar. Bisa kok, bisa. Paling ajrut-ajrutan dikit," Abi nyengir. "Lagian kapan lagi saya bisa nyetir mobil keren gini, Bu..."
"Biasa aja, kok..." wajah Campa merona.
Abi menyalakan mesin Mini Cooper Campa, lalu menjalankannya pelan-pelan keluar tempat parkir. Walau awalnya agak tersendat, tapi Abi cepat menguasai medan.
"Ternyata mobil mahal emang beda ya..." wajah Abi berseri-seri seperti anak kecil saat dia sudah bisa menyetir dengan lebih lancar. "Ini baru ya, Bu?" tanya Abi. Binar di matanya membuat Campa terpana. Ya ampun! Wajah Abi lucuuuu sekali!
"Mmm, nggak kok. Udah setahun. Hadiah ulang tahun dari mantan calon suami ibu saya," jawab Campa tanpa sadar. Abi melongo.
"Mantan calon suami ibunya Bu Campa?" tanya Abi, memastikan. Campa tersadar. Shit! Ngapain juga jawab kaya' gitu sih! Campa tersenyum canggung, lalu membuang muka. Membuat Abi tak melanjutkan pertanyaannya dan kembali menatap jalanan. Diam-diam, Campa melirik Abi yang tampak serius, lalu tersenyum kecil. Wajah serius Abi lucu sekali.
"Masih pusing, Bu?" tiba-tiba Abi menoleh , memergoki Campa yang sedang menatap Abi sambil senyum-senyum. Campa buru-buru buang muka, malu! Campa menegakkan bahunya, tegang karena tahu Abi menatapnya. Grogi berat.
"Mmm, sudah nggak apa-apa, kok. Cuma benjol sedikit," ujar Campa lirih.
"Bono tuh, mencret gara-gara makan lalapan Nelongso. Nggak kapok padahal tahu kalau Bella masuk RS gara-gara sambel di situ..."
"Lalapan Nelongso?" tanya Campa heran. Abi nyengir.
"Iya. Lalapan di situ sambelnya bikin nelongso..."
"Nelongso itu... apa?" Campa mengernyitkan dahi.
Abi menatap Campa, melongo.
"O iya... Ibu bukan orang Jawa ya? Orang mana, Jakarta? Plat mobil ini kaya'nya B..." ujar Abi.
"Iya, Jakarta. Saya nggak bisa bahasa Jawa..." Campa meringis.
"Tunggu setahun lagi, Bu. Pasti pinter... Asal jangan kebablasan kaya' Dido..." Abi tergelak. Campa tersenyum, mulai merasa rileks.
"Nelongso itu sengsara, Bu. Kalau makan lalapan di situ, sambelnya bikin sengsara! Pedes banget! Udah keringetan, mulut panas, belum lagi risiko diare... Tapi emang dahsyat sih, rasanya... Kapan-kapan Ibu mau diantar ke sana?" Abi menoleh sambil tersenyum.
"Saya... Nggak suka pedes..." Campa tersipu.
"Apa? Ya ampun, Bu... Kenikmatan hidup hilang dong..." Abi menggelengkan kepala.
"Eh, Ibu sudah sarapan? Jangan-jangan Ibu tadi pingsan karena belum sarapan juga?" tanya Abi lagi. Campa menatap Abi. Abi ternyata bawel, ya.
"Mmm, nanti aja bikin mie di kost..." ujar Campa. Dia memang belum sempat sarapan. Biasanya Campa membeli makanan di kantin kampus.
KAMU SEDANG MEMBACA
KENANGA (n)
Romance"Ingat kata Mami, Campa. Kamu harus jadi perempuan yang hebat. Perempuan yang kuat dan tangguh. Perempuan yang tidak akan goyah karena apa pun. Perempuan yang membuat semua laki-laki bertekuk lutut di hadapanmu, tanpa kecuali!"