Author's Note :D
Ya ampuuun semoga masih pada sabar ya nungguinnya. Maaf kalau lamaaa... Lagi sibuuk. Anak sakit, saya sakit, suami rewel... Wakakakaka... Berharap aja semoga badai ini segera berlalu... (kebanyakan baca Marga T nih). :p
Silakan ini dicamil Abi-nya.
_______________________________________________
"Abiiii!!!" teriakan membahana Anggani, kakak Abi yang kedua, membahana di senja yang mendung itu.
Abi mendesah. Apa lagi sih! Berisik! Nggak tahu apa, orang lagi sibuk! Abi kembali kepada kegiatannya sejak hampir setengah jam yang lalu, ngatur jambul. Kan biar kekinian kaya' Aliando.
"Abi!" tiba-tiba Anggani muncul di pintu kamar Anggita, kakak Abi yang nomer satu, yang sedari tadi kaca rias raksasanya dibajak oleh Abi. Wajah Anggani super mengerikan, seperti Leily Sagita, aktris sinetron antagonis yang biasanya jadi ibu mertua dari neraka atau apalah gitu yang jahat-jahat. Heran, sejauh pengamatan Abi, anak FKG itu biasanya manis-manis, imut-imut. Sepertinya itu pengecualian untuk drg. Anggani Sasikirana.
"Tuh, kolor kamu! Jangan sembarangan ditinggal di kamar mandi dong! Kamar mandi kan bukan kamu aja yang pake!" Anggani melemparkan sebentuk kain segitiga ke arah Abi, mendarat tepat di jambul Abi yang sudah rapi jali.
"Mbaaakkk!!!" teriak Abi kesal sambil menyingkirkan celana dalamnya sambil bersungut-sungut. Cuma Mbak Anggani perempuan yang tega ngelempar kolor kotor ke muka orang! Dasar titisan Mak Lampir!
"Kamu ngapain di depan cermin gitu? Arek lanang kok endhel! Jangan-jangan kamu ketularan Bono!" omel Anggani lagi. Abi meringis. Suara Anggani itu... Kenceng banget.
"Ni, berisik. Maghrib," Anggita muncul dengan raut wajah dinginnya yang biasa. Satu kalimat dari Anggita, bisa membungkam mulut Anggani yang memang berisik. Abi tersenyum menang.
"Iya nih, Mbak Ta. Mbak Ni berisik!" ujar Abi pongah, merasa di atas angin.
"Kamu juga. Itu kolor, singkirin. Atau aku bakar," desis Anggita tajam. Kalau Anggani titisan Mak Lampir, Anggita titisan Nyi Blorong. Lebih parah sebenernya.
"Tuh, Mbak Ta. Lihat deh. Menurut terawanganmu, Abi ketularan Bono?" tanya Anggani. Anggita menatap Abi lekat.
"Kamu sadar kan, rambut kamu keliatan kaya' buntut ayam kate-nya Bapak?" ujar Anggita dingin. Anggani langsung ngakak. Abi cemberut.
"Ini tuh jambul! Lagi musim!" Abi membela diri. Anggita mendengus.
"Nggak banget. Udah sana, kalian semua pergi. Aku mau sholat," usir Anggita. Abi bersungut-sungut, meraih kolornya, lalu pergi. Diikuti Anggani yang masih terkikik.
"Emang mau kemana sih, Bi? Kencan? Ini kan bukan malem Minggu," ujar Anggani kepo.
"Ada deh. Mau tauuuu, aja! Lha Mbak Ni, emang nggak praktik? Jam segini masih di rumah," tanya Abi heran.
"Rencana sih mau bareng Mbak Ta berangkatnya. Atau sama Bapak. Mobilku masuk bengkel," ujar Anggani. Abi manggut-manggut.
"Mau bareng aku? Searah kok, aku ke Dharmahusada," ujar Abi. "Kasian kalau sama Bapak, Bapak muter jauh nanti."
"Iya juga sih. Mau bareng Mbak Ta, kok serem. Lihat nggak mukanya tadi? Kurang sajen lagi kaya'nya..." Anggani terkikik. Abi ikut tertawa.
"Ya udah, aku sholat sik ya. Ketemuan di bawah, ok!" Anggani masuk ke dalam kamarnya. Abi berjalan ke kamarnya sendiri, lalu terpaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
KENANGA (n)
Romance"Ingat kata Mami, Campa. Kamu harus jadi perempuan yang hebat. Perempuan yang kuat dan tangguh. Perempuan yang tidak akan goyah karena apa pun. Perempuan yang membuat semua laki-laki bertekuk lutut di hadapanmu, tanpa kecuali!"