Part 8

6.4K 531 38
                                    

18+

Syera POV

Aku melihat dada Mama yang naik turun. Sorot luka dan kecewa dimatanya benar-benar menghancurkan ku.

"Kenapa?" Tanya Mama pelan. Suaranya terdengar bergetar. Ya Allah... aku minta maaf.

Aku hanya bisa diam dan menangis. Mengapa aku mengalami hal seperti ini?! Apa yang harus aku lakukan?!

"KENAPAA??!!"teriak Mama murka. Dan tak lama, Mbak Iis datang dan langsung berteriak menahan tangan Mama yang kembali memukuli ku.

"Istigfar nyah, nyebut!" Ucap Mbak Iis mengelus punggung Mama. Aku masih diam merasakan sakit di pipi ku.

Bukan itu saja. Aku juga merasa sakit di perutku. Rasanya melilit dan panas. Tapi aku tidak berani merintih. Aku takut.

Mbak Iis membawa Mama ke sofa yang ada di sudut kamar ku. Matanya masih menatap ku nyalang. Aku menunduk. Aku tidak berani melihat sorot matanya itu. Tapi... aku kemudian mengalihkan pandangan ku saat pandanganku jatuh pada album foto yang terbuka dan menunjukan aku. Aku yang disana tengah mencium mesra bibir seorang pria. Dan pria itu bukan suami ku. Allah, aku menyesal. Setiap melihat gambar itu dan memutar kembali memori sialan itu aku merasa ingin mati saja.

"Aaaakkhh!!" Teriak ku tak tertahan kan. Saat tiba-tiba rasa sakit ini semakin menyiksa.

Mbak Iis segera memeriksaku. Ada lelehan darah segar yang merembes keluar dari daster yang aku kenakan. Wajah kami nampak panik. Astaga... bayi ku.

Aku lihat ke arah Mama dengan wajah mengiba. Dia bangkit berdiri masih dengan wajah kecewa.

"Apa itu anak Kean?" Tanya nya sarkastik. Ya Allah... ini anak Keano. Aku bersumpah ini anak suami ku.

"Nyah, Non Syera pendarahan," ucap Mbak Iis.

Mama langsung berbalik tak perduli. Ini menyakitkan. Sungguh menyakitkan.

"Ambulans segera datang." Ada senyum yang muncul dari rasa perih ku. Mama masih mengkhawatirkan ku. Dia menelpon ambulans untuk menolongku.

Ma... aku ingin memeluknya. Mencium kakinya. Meminta maaf dengan tulus.

Aku menahan rasa sakit ini hingga dua puluh menit lebih. Tak lama, ambulans datang bersama Keano. Mungkin kah Mama juga menelpon Keano?

"Bertahanlah," ucap Keano datar. Dia hanya memandang ku nanar. Mama dan suami ku menemani aku di mobil ambulans. Disini, aku lihat sorotan penuh menyesal yang dipancarkan dimata Mama.

"Kean, mama minta maaf." Aku memejamkan mata ku erat saat melihat wajah mama yang memohon seperti itu. Aku tidak perna bermimpi melihat inu ku yang measang wajah penuh ampunan seperti itu. Astaga... aku sudah merendahkan harga diri ibuku. Sudah ku hancurkan nama baik keluargaku. Hanya untuk kesenangan sesaat saja? Bukan ini yang aku harapkan.

"Syera pasti baik-baik saja, Ma. Nggak usah khawatir," ucap Kean menenangkan. Aku membuka mataku dan melihat wajahnya. Mengapa aku malah melukai orang-orang yang aku sayangi?

"Bukan. Bukan itu maksud Mama. Ini... astaga!" Mama memukul kepalanya sendiri. Membuat ku ingin menarik tangannya namun tidam bisa. Tangan ku di infus dan sangat sakit. Tangan sebelah kanan pun tidak bisa menggapai Mama yang ada di sisi kiri ku.

"Ma, hentikan!" Keano menarik tangan Mama. Tangis pilu mama terdengar menyayat hati.

"Mama tahu semuanya. Kenapa? Kenapa kamu tutupi aib ini, kenapa?!" Bisa kah aku mati saat ini juga?! Aku tidak sanggup seperti ini. Melihat semua bencana yang aku ciptakan sendiri.

Aku lihat Keano hanya diam. Dia seperti kehabisan kata-kata. Hanya memandang mama dengang senyum tipisnya.

"Maaf. Maaf tidak bisa menjadi suami yang bisa mengajarkan kebaikan kepada istrinya. Ini salah ku, Ma."

Indah di Senyum MuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang