[6] : The Sweetest Moment..?Maybe Not!

1.1K 79 4
                                    


Adis memukul-mukul pergelangan kakinya yang terasa pegal. Menggunakan high heels setinggi 12 cm benar-benar membuat kaki Adis tersiksa. Ia tidak terbiasa menggunakan high heels kemanapun ia pergi. Kekantor pun Adis lebih memilih menggunakan flat shoes-nya. Lebih aman dan tidak menyiksa. Mamanya lah yang memaksanya mati-matian untuk menggunakan high heels. Mamanya beralasan ingin melihat Adis terlihat lebih anggun di acara malam ini-acara perayaan ulang tahun pernikahan mama-papanya yang ke 25.

Adis tidak sepenuhnya setuju kalau keanggunan seorang wanita dinilai dari seberapa tinggi hak yang mereka kenakan. Itu terasa sangat tidak masuk akal.Keanggunan seorang wanita justru bisa dilihat dari bagaimana mereka bersikap. Wanita yang sering berbicara kotor tentu saja tidak bisa dikatakan anggun. Wanita yang memiliki perangai yang buruk juga tidak bisa dikatakan anggun. Woman looks elegant when she keeps her attitude and knows how to appreciate and respect herself.

“Kenapa kaki kamu?”

Adis tidak perlu memalingkan wajahnya untuk mencari tahu siapa orang yang baru saja duduk disampingnya. Ia sudah hapal siapa pemilik suara itu.

“Pegel. Nggak biasa pakai yang beginian”jawab Adis.

Semenjak Arka dan Arsen menceramahinya panjang lebar waktu itu, Adis mulai bersikap lebih bersahabat pada pria itu. Tidak ada lagi sikap angkuh yang selalu Adis tunjukkan. Adis berusaha melupakan ketidaksukaannya pada label ‘Selebriti’ yang tersemat padanya. Selain itu, Adis juga sedang berusaha membuka hatinya sedikit demi sedikit dan juga mencoba lagi untuk mempercayai orang lain.

Perkataan Arsen waktu itu seakan-akan menyadarkan Adis bahwa selama ini Adis sudah terlalu lama berlindung dibalik tembok tinggi yang sengaja ia bangun dan menjadikannya sebagai anti social human. Ia tidak membiarkan siapapun masuk ke wilayahnya yang terlarang bagi orang lain selain keluarganya. Melupakan fakta bahwa kebahagiaan pun bisa ia dapatkan dari orang lain.

Rasa takut untuk disakiti oleh orang lain adalah hal yang manusiawi. Semua orang juga memiliki perasaan seperti itu didalam diri mereka. Namun, bukankah dengan merasakan sakit, seseorang bisa belajar tentang sesuatu. Sesuatu yang bisa membuatnya lebih berhati-hati. Maka, tidak ada alasan bagi Adis untuk tidak mencobanya. What she must do now is break the wall and let the people enter to he territory. Maybe it will be difficult but she still gonna try.

“Kalau nggak biasa kenapa dipakai?Itu kan namanya menyiksa diri sendiri”tanya Zico heran.

“Mama yang maksa. Kalau bisa nolak, aku juga nggak akan mau pakai yang beginian” Adis mengangkat sedikit ujung gaunnya keatas dan memperlihatkan kakinya yang sedikit lecet. “Lihat..sampai lecet begini. Perih ih..”ucap Adis sambil menggigit bibir bawahnya.

Sudut bibir Zico terangkat ke atas. Ia bukan tersenyum melihat Adis yang tampak menahan perih karena kakinya yang lecet tapi sikap Adis yang sekarang terlihat sedikit manja di matanya. Ini merupakan kedua kalinya Zico melihat Adis seperti ini.

“Dilepas aja sepatunya”

“Terus aku disuruh nyeker gitu sampai acara selesai gitu?”Adis menatap Zico dengan wajah cemberut.

Zico mengangkat kedua bahunya, “Atau kamu mau pakai sepatu ku aja?”tanya Zico menawarkan. Ini memang terdengar konyol. Namun, Zico tidak tega juga melihat wanita yang ia sukai kesakitan menahan perih.

“Sepatu kamu?”Adis melirik sepatu Zico dan menghela napas frustasi. Monk Strap shoes. Sepatu itu terlihat lebih nyaman dibandingkan high heels 12 centi yang Adis kenakan sekarang. Tapi tetap aja judulnya itu sepatu untuk laki-laki.

“Kamu mau aku diketawain orang-orang gara-gara sepatu yang nggak match sama gaunku”Mamanya pun pasti akan mengamuk kalau tahu Adis sudah menghancurkan penampilannya yang merupakan hasil karya sang mama.

Hide and Seek LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang