[10] : I Trust You and I Love You

1K 87 3
                                    

Adis duduk termenung sambil memeluk kedua lututnya diatas ranjang. Memikirkan dalam-dalam apa yang sudah terjadi hari ini. Sesuatu yang tidak pernah Adis bayangkan sebelumnya. Her first kiss had stolen. Lucu sekali, disaat yang lain mengalami first kiss moment mereka ketika menginjak umur 15 tahun Adis malah baru mengalaminya diumurnya yang ke 24 tahun. Tanpa sadar, Adis menyentuh bibirnya. A memorable Kiss. Sampai detik ini pun Adis masih bisa merasakan ciuman Zico tadi. Ciuman yang menghantarkan betapa dalamnya perasaan Zico terhadapnya. Ciuman yang mampu membuat Adis menyerah dengan hatinya, membiarkan perasaannya mengambil alih logikanya. Yap, She has decided to give her heart for him.

Apakah memberikan hatinya pada Zico adalah keputusan yang tepat? Bagaimana kalau ternyata dirinya salah mengambil keputusan? Apa mungkin Zico benar-benar tidak akan mengkhianatinya seperti teman-temannya dulu? Apa dia sudah siap menerima Zico dan dunianya?Rentetan pertanyaannya itu diteriakkan lantang oleh sisi pengecutnya. Adis tidak bisa memungkiri jauh didalam hatinya memang masih tersimpan rasa takut yang membayanginya. Tidak ada yang bisa menjamin apa yang akan terjadi dimasa depan. Adis bukan Tuhan yang bisa mengatur hidupnya sekehendak hatinya. Adis juga bukan peramal yang bisa meramalkan kejadian yang akan datang. Mengkhawatirkan hal yang belum tentu terjadi adalah hal yang sia-sia. Untuk itulah Adis memberanikan diri untuk mengambil resiko, mengabaikan ketakutannya. Seperti yang dikatakan oleh Thich Nhat Hanh, Fear keeps us focused on the past or worried about future. If we can acknowledge our fear, we can realize that right now we are okay.

Adis mengambil smartphone-nya yang berbunyi diatas nakas tempat tidurnya. Hanya dengan membaca nama pengirim pesannya saja jantung Adis berdetak tidak karuan.

Udah tidur?

Tidak butuh waktu lama bagi Adis membalas pesan Zico.

Belum

Hanya berselang lima detik sejak Adis memastikan bahwa pesannya sudah terkirim. Smartphone ditangan Adis berbunyi lagi. Kali ini bukan notifikasi pesan masuk melainkan panggilan telepon. Dengan gerakan cepat Adis menggeser jempolnya kekanan diatas layar smartphone-nya.

"Kenapa belum tidur?"terdengar suara dari seberang telepon.

Adis mengigit jarinya kebingungan mencari-cari alasan yang tepat. Tidak mungkin dia mengatakan bahwa dia memikirkan kejadian tadi.

"Jangan bilang..."Zico mencoba menggoda Adis.

"Enggak. Kamu asal aja deh nebaknya"Adis merasa wajahnya memanas. Bersyukur Zico tidak ada dihadapannya sekarang.

"Emang aku mau ngomong apa?"Lagi-lagi Zico menggodanya.

"Udah ah. Aku tutup aja teleponnya kalau gitu"

"Jangan...jangan..."

Adis sudah akan menjauhkan smartphone dari telinganya namun mendengar teriakan protes dari Zico, Adis menahan gerakan tangannya.

"Kamu ini gampang banget ya ngambeknya?"

"Habisnya kamu..ngegodain terus. Aku ini malu Zico.."

"Masa gitu aja malu. Sama pacar sendiri juga"

"Emang aku udah setuju jadi pacar kamu?"Adis tertawa.

"Apa aku harus cium kamu lagi biar kamu mau jadi pacarku?" Tentu saja dengan senang hati Zico akan melakukannya.

"Kamu mesum banget ih"Adis menutup wajahnya dengan bantal. Ia malu mendengar Zico mengungkit hal itu lagi.

"Hahaha..Udah tidur sana. Besok kamu kerja pagi kan?"Zico mengingatkan Adis. Jam kerjanya dan jam kerja Adis berbeda. Zico bebas mau bangun pagi jam berapa asal tidak ada schedule sementara Adis harus ada di kantor jam 8 pagi. Ia tahu betul itu.

Hide and Seek LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang