[8] : Broken Heart

1K 74 6
                                    


Kalau ada yang bilang menunggu adalah hal paling kampret di dunia, maka dengan senang hati Adis akan mengacungkan keempat jempolnya tinggi-tinggi. Gara-gara satu kata itu saja, Adis jadi memiliki kebiasaan baru. Setiap sepuluh menit sekali, Adis akan memeriksa smartphone miliknya. Bahkan diwaktu senggangnya, Adis yang biasanya lebih suka stay didepan laptop menonton anime kesayangannya sekarang berubah menjadi lebih suka memandangi layar smartphone-nya seakan-akan smartphone-nya itu akan berubah menjadi emas jika dipandangi terus menerus.

Kalian akan merasa dia berarti disaat kalian sudah kehilangan dia. Adis sudah sering mendengar orang-orang mengucapkan itu. Quote-quote di internet juga banyak yang menuliskan demikian. Namun, Adis tidak pernah menyangka ia juga akan mengalami hal itu. Sejak pertemuan terakhir mereka kemarin, tidak ada lagi pesan-pesan romantis yang mampir ke smartphone-nya. Adis sudah terbiasa dengan Zico yang suka membombardirnya dengan rentetan pesan. Kini Zico berhenti melakukannya. Tentu saja Adis merasa ada yang hilang dalam hari-harinya.

Seharusnya Adis berinisiatif menghubungi Zico terlebih dahulu tapi Adis tidak melakukannya. Rasa gengsinya terlalu besar. Mungkin masih besar rasa gengsinya Adis dibandingkan besarnya alam semesta. Adis bukannya tidak menghargai apa yang namanya emansipasi wanita. Hal yang sudah susah payah diperjuangkan oleh Ibu Kartini. Namun jika itu menyangkut masalah hati, Adis lebih memilih menunggu. Menunggu pria itu kembali menghubunginya. Menunggu pria itu kembali datang menemuinya. Tidak peduli berapa banyak orang yang akan mengatakan dirinya bodoh.

"Mau sampai kapan kamu liatin kayak gitu?"tanya Arka dari balik kemudi ketika melihat Adis yang termenung didepan layar gelap smartphone-nya.

Adis hanya membalas dengan melirik Arka sekilas sebelum kembali memandangi alat komunikasi berbentuk persegi panjang itu. Dari ia mendudukkan pantatnya dimobil Arka, Adis tidak pernah mengalihkan pandangannya dari smartphone­-nya. Entah hanya untuk playing game, browsing, checking social media asal matanya tidak lari kemana-mana selain smartphone-nya. Adis sudah menghitung hari ini adalah hari kelima dan Zico masih tidak mengirimkan pesan apapun kepadanya.

"Coba tanya ke Arsen"

"Dia juga nggak tahu, Mas" Adis mendesah. Ia sudah bertanya mengenai keberadaan Zico pada Arsen dan saudaranya itu mengatakan ia tidak tahu apa-apa. Adis jadi meragukan hubungan persahabatan Arsen dan Zico. Bagaimana mungkin Arsen tidak tahu apa-apa mengenai sahabatnya sendiri?

Adis memutar kepalanya ke arah Arka yang sedang fokus mengendarai mobilnya. "Mas, apa mungkin Zico sedang menghindariku karena dia sudah tidak menyukaiku lagi?" Adis sudah memikirkan berbagai kemungkinan kenapa Zico mendadak menghilang dari peredaran hidup Adis sepanjang malam. Kemungkinan bahwa Zico sudah tidak menyukainyalah yang paling mendominasi pikiran di otaknya.

"Kamu nggak akan kayak gini kalau kamu mencoba menghubunginya terlebih dahulu. Mas sudah berkali-kali memberitahumu. Buang jauh-jauh rasa gengsi kamu. Gengsi kok dipelihara. Mending kamu pelihara tuyul. Dapat uang banyak kamu"

Arka tidak suka melihat adiknya itu lebih mementingkan rasa gengsinya daripada mengatasi perasaannya yang semakin acak adul. Hampir sebagian besar wanita memang memiliki rasa gengsi. Gengsi menyatakan perasaan duluan. Gengsi menghubungi pria duluan. Dan lihat berapa banyak wanita yang gagal menjalin hubungan dengan pria hanya karena mempertahankan rasa gengsinya. Gengsi itu kemunafikan yang tertunda. Mati-matian menahan keinginan hanya agar orang-orang tidak mengetahuinya. Bukannya menguntungkan malah membuat rugi diri sendiri.

"Mas Arka bawel. Orang lagi patah hati juga masih aja dimarah-marahin"Adis mencebikkan bibirnya.

Arka terkekeh geli. Ditepuknya sekali puncak kepala Adis. "Kasihan banget Adik Mas. Pacaran aja belum. Udah patah hati duluan"

Hide and Seek LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang