This Night

414 17 2
                                    

Alex tidak menjawab. Dia berpaling menyusul adiknya yang jauh di depan. Dia bisa saja menjawabnya dengan asal-asalan tapi peristiwa ini membuatnya pusing dan sedang tidak ingin bermain-main.

“Kau beruntung,” kata Pier dengan lirih.

“Ya, aku tahu,” jawab Elizabeth lalu berjalan melanjutkan perjalanan. Elizabeth benar-benar harus bersyukur walaupun dia tahu kejadian ini mungkin saja akan menimbulkan perpecahan. Dia dapat merasakannya dari pandangan orang-orang itu tadi ketika mereka tahu siapa ‘Christopher’ sebenarnya. Dia juga merasa bersalah pada Pier. Dia takut Pier akan menerima hukuman dari atasannya. Ini bukan kesalahannya!

Elizabeth senang dapat terbebas dari pelindung kepalanya yang berat dan pengap itu. Dia dapat melihat sekelilingnya dengan jelas dan tentu saja menghirup udara banyak-banyak. Rasanya seperti berada Green Lake, spot kemping favoritnya, hanya saja banyak belukar disini. Elizabeth harus membuka jalan sendiri. Jujur Elizabeth benar-benar merasa senang berada di Voldore. Dia mendapatkan sesuatu yang dia dan orang lain tidak dapatkan dimanapun.

Elizabeth mengikat rambutnya yang tergerai tanpa menghentikan langkahnya lalu menunggangi kudanya kembali setelah memastikan jalanan tidak berbatu.

“Kau tahu, kau keren banget!” bisik Jasper yang entah sejak kapan berada di sampingnya. “Aku akui kau gadis paling berani yang pernah aku temui. Sepertinya kau tipe gadis penantang maut,”

Elizabeth sudah memutuskan sejak awal untuk menghiraukan cowok jelek ini.

“Aku saja rasanya tadi seperti hampir mati ketika Luxius dan Alex memergokimu,” Jasper benar-benar tidak peka. “Aku penasaran seberapa dekat kau dengan Alex,”

Kali ini Elizabeth berhenti. Dia tidak habis pikir kenapa orang ini bisa berpikiran seperti itu padanya. Elizabeth dan Alex bahkan belum dapat dikatakan sebagai teman. Elizabeth menatap sepasang bola mata hijau milik Jasper lekat-lekat mencoba mencari jalan pikir sahabat Pier ini. Elizabeth menggeleng pelan lalu berpaling, memacu kudanya, mengejar Pier yang sudah jauh di depan.

Elizabeth sedikit risih dengan rombongan ini. Dia sekarang menjadi pusat perhatian. Kemanapun dan apapun yang dia lakukan tidak lepas dari pasang mata peserta gerak jalan ini.

“Kau tidak apa-apa?” tanya Pier.

“Menurutmu?” Elizabeth menatap Pier. Dia tidak dapat menyembunyikan perasaan senangnya. Akhirnya Pier mengajaknya bicara.

“Entahlah,” jawab Pier sekenanya lalu kembali menatap ke lurus ke depan.

“Maafkan aku. Aku hampir saja membuatmu dalam masalah,”

“Kau tidak melakukan apa-apa,”

“Itu kesalahanku!” Elizabeth terus bersikeras kalau itu semua adalah salahnya. “Kau mau kan memaafkan aku?”

Pier menatap Elizabeth sebentar. “Berapa sih usiamu?”

“Mmm… tujuh belas. Kau?”

“Dua puluh dua,” Pier tersenyum kecil. Ketegangan jelas-jelas terlihat di raut wajah Pier. Satu hal yang tidak disukai Elizabeth adalah Pier selalu menanyakan keadaan orang lain seakan-akan dirinya baik-baik saja. Pier selalu merasa dirinya sosok yang kuat padahal dia jelas merasa kesakitan dan itu menjengkelkan.

“Seberapa jauh sih?” tanya Elizabeth tidak sabaran. Perjalanan ini sudah terlalu lama.

“Sebentar lagi,” jawab Pier singkat. Mereka masih berada di kawasan Voldore dan masuk zona aman. Tidak ada hambatan yang berarti bagi rombongan.Belum seberapa dan Elizabeth sudah merasa bosan. Dengan cepat Elizabeth telah melupakan kejadian menegangkan tadi. Saat ini punggungnya mulai terasa sakit ditambah rombongan pria ini cukup membosankan. Beberapa orang bercanda dengan teman mereka dengan percakapan yang tidak dimengerti Elizabeth. Ingin sekali rasanya mendekat dan membaur dengan mereka tapi sikap mereka yang sinis terlihat sangat jelas dan membuat Elizabeth mengurungkan niatnya. Pier juga sepertinya sedang tidak ingin berbicara. Percakapan tadi saja terdengar sedikit canggung dan aneh. Satu-satunya orang yang sepertinya merasakan hal yang sama dengan Elizabeth adalah Jasper. Tapi tidak mungkin Elizabeth mendekatinya lalu mengajaknya mengobrol. Benar-benar tidak mungkin.

Hari sudah mulai gelap ketika rombongan akhirnya sampai di tempat yang dituju. Mereka disambut oleh beberapa pria berbadan kekar yang sepertinya sudah bertahun-tahun berada di tempat terpencil itu. Mula-mula mereka tampak tidak begitu tertarik melihat rombongan kerajaan itu apalagi disitu hadir pula pimpinan mereka, Alex dan Luxius. Mereka hampir tidak mempercayai apa yang baru saja dilihatnya. Mereka memandang satu sama lain seperti orang dungu. Elizabeth sadar dialah yang menarik perhatian mereka. Dengan sikap cuek Elizabeth mengikuti kawanannya untuk mengikat kuda.

Salah satu dari pria kekar itu akhirnya mengatakan sesuatu pada Alex dengan pelan, maksudnya berbisik tapi terdengar seperti sedang menggunakan mikrofon. “Dia seorang wanita?” Elizabeth mendengarnya.

“Kenapa? Pimpinanmu juga seorang wanita,” jawab Alex dengan santai lalu memiringkan kepalanya ke arah adiknya yang sedang meregangkan otot.

Pria itu tidak bertanya lagi walaupun nampak tidak puas dengan jawaban Alex. Alex lalu memerintahkan beberapa dari orangnya untuk mengikutinya memasuki sebuah tenda dan sisanya berbaur dengan teman-teman mereka yang lain. Elizabeth senang karena akhirnya dapat beristirahat walaupun tempat ini jauh dari harapannya. Hal pertama yang dilakukan Elizabeth adalah mengelilingi daerah ini. Tidak ada wanita. Tentu saja. Dan dia mulai merasa tidak nyaman dengan keadaannya. Dia ingin buang air dan ingin cepat-cepat mandi. Tidak ada kamar mandi disini, tidak ada bangunan permanen, hanya ada tenda untuk beristirahat dan ada yang digunakan untuk bar dadakan yang tentu tidak ada kamar mandi di dalamnya. Setelah hampir setengah jam berputar-putar mencari kamar mandi, akhirnya Elizabeth menemukan Pier, malaikat pelindungnya.

“Aku ingin ke kamar mandi,” desak Elizabeth.

“Kenapa kau tidak tanya pada mereka?” kata Pier sambil menunjuk ke segerombolan pria yang sedang asyik minum. Elizabeth mendesah. Siapa yang mau berurusan dengan para heavy itu? Setelah berpikir cukup lama akhirnya dia memberanikan diri bertanya  pada pria-pria berbadan kekar itu.

“Kau tahu dimana kamar mandinya?” tanya Elizabeth dengan suara yang tertahan.

Pria-pria itu saling pandang. Lalu seorang pria dengan parut di dekat mata kirinya mengubah posisinya menghadap ke Elizabeth. “Kau ingin ke kamar mandi ya? Aku bisa mengantarmu. Kau tahu, kita juga bisa berbagi ranjang,” rahang Elizabeth seketika itu mengeras. Seharusnya dia tahu itu. Pria-pria ini sudah lama tidak bertemu dengan istri dan kekasih mereka dan tentu saja tidak ada satupun wanita disini. Bagaimana bisa Luxius menghadapi pria-pria bejat ini. Elizabeth buru-buru meninggalkan mereka sambil menggigit bibir bawahnya. “Hei, ada danau disebelah sana!” seru pria itu. Elizabeth menoleh tanpa menghentikan langkahnya. Dia melihat pria menunjuk ke salah satu sisi “Tidak jauh kok, kau bisa memanfaatkannya,”. Elizabeth mendorong tubuh Pier yang tersenyum kepadanya keras-keras sambil mengerutkan mukanya. Cepat-cepat Elizabeth pergi ke arah yang ditunjuk pria itu. Dia ingin segera memenuhi kebutuhan alam.

Yang dikatakan pria itu memang benar. Ada sebuah danau yang tidak jauh dari pos. danaunya tertutupi semak-semak dan aman bagi seorang Elizabeth untuk melepaskan pakaian. Elizabeth menoleh ke belakang. Pier tidak mengikutinya. Sepertinya dia tidak begitu khawatir pada Elizabeth.

Mula-mula Elizabeth berjongkok, mengambil air dengan kedua tangannya dan membasuh mukanya. Lalu dengan kakinya, Elizabeth memeriksa kedalaman danau itu. Dengan cepat Elizabeth melucuti pakaiannya dan merendam diri danau itu. Walaupun airnya sangat dingin tapi dia tidak peduli. Elizabeth bebas bergerak dan berenang ke sana ke mari tanpa ragu. Yang membuatnya merasa aman adalah cahaya yang dipancarkan api unggun dapat terlihat dengan jelas dari danau itu, jadi jika terjadi apa-apa, Elizabeth cukup berteriak atau berlari dan dengan segera sekelompok pria akan melindunginya dengan membentuk barikade. Tapi mungkin akan lain jadinya jika Elizabeth berlari sambil telanjang. Wajah Elizabeth mulai merah padam. Cepat-cepat dia menghapus khayalan itu dari otaknya dan segera menenggelamkan kepalanya di air dalam-dalam.

The Book [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang