Untitled

724 22 6
                                    

“Selamat pagi,” sapa Elizabeth kepada Lady Vlorensk sambil mengusap matanya, bersandar di tembok dan menyilangkan lengannya di dada. Dia tidak pernah tidur senyenyak tadi malam sejak berada di Voldore.

“Selamat pagi,” jawab Lady Vlorensk yang sedang sibuk memasak sarapan. Lady Vlorensk tampak lebih tua dari biasanya. Rambutnya yang semula hitam menjadi sedikit memutih. Gerakannya melambat, tidak selincah waktu itu. Elizabeth berpikir sudah berapa lama dirinya berada di Voldore?

 “Mm… baunya enak,” kata Elizabeth sambil memejamkan matanya, menikmati aroma dari masakan Lady Vlorensk, entah apa itu tapi aromanya benar-benar nikmat. Membuat perutnya mengkerut.

“Aku tahu kau pasti akan suka,” kata Lady Vlorensk sambil tersenyum hangat kepada Elizabeth.

Elizabeth sadar, sebagai tamu yang baik seharusnya dia membantu Lady Vlorensk membuat sarapan, namun dia tidak sedang ingin melakukan apa-apa. Lagipula dia tidak pandai memasak. Terakhir kali dia memasak untuk makan malam, Zach memuntahkan masakannya dengan tidak berperikemanusiaan. Ayah dan ibunya saja tidak sampai setega itu dengannya. Mereka hanya tersenyum lebih tepatnya meringis lalu meneguk segelas penuh air putih. Sekarang dia hanya dapat berdiam diri di tempatnya sambil memperhatikan Lady Vlorensk yang begitu bersemangat. Saatnya bersantai.

Suara pintu depan yang tiba-tiba terbuka membuat dua wanita itu terkejut.

“Aku akan menaruhnya disini,” kata Pier sambil meletakkan beberapa kayu bakar di dekat perapian. Entah kenapa tapi sepasang bola mata biru milik Pier tampak begitu cemerlang. Mungkin karena rambut pier yang pucat atau kulitnya yang kekuningan dan sedikit terbakar. Tiba-tiba saja Elizabeth teringat beberapa kejadian yang telah lalu. Wajahnya berubah kemerahan saat dia tidak sengaja teringat kejadian ketika Pier tiba-tiba saja menciumnya. Dia baru sadar dia telah mencium seorang pria yang begitu cemerlang. Apa yang harus disesali?

“Terima kasih, Pier. Tinggal lah sebentar, sebertar lagi supnya akan matang,” kata Lady Vlorensk sambil kembali memasak.

“Tidak. Terima kasih,” jawab Pier dengan sopan sambil mengusap lengannya lalu pergi begitu saja, seakan-akan tidak sadar akan keberadaan Elizabeth yang sedari tadi sibuk memperhatikan, mengagumi setiap gerakannya.

Lady Vlorensk memiringkan kepalanya, memberi isyarat kepada Elizabeth untuk segera mengejar Pier. Elizabeth mengerti dan langsung berlari kecil keluar dari rumah untuk mengejarnya. Dia begitu kegirangan saat menemukan Pier berada tidak jauh dari rumah Lady Vlorensk. Pier sedang sibuk dengan kudanya, entah apa yang dilakukan kedua makhluk itu.

Pier menatap Elizabeth sebentar lalu kembali ke urusannya dengan kuda kesayangan. Elizabeth tahu dia hanya tidak sedang ingin berbicara dengan orang lain. Tidak ada alasan bagi Pier untuk marah dengannya. “Kau mau kemana?” tanya Elizabeth sambil menyisir rambutnya yang lembab dengan jemarinya. Rambutnya terasa kusut. Sudah berapa lama dia tidak mencuci rambutnya. Lima hari? Satu minggu? Dua minggu? Satu bulan? Satu tahun? Bukan begini caranya untuk menarik perhatian seorang pria!

“Mmm.. kesuatu tem…,”

“Hei lihat! Ada apa dengan lenganmu?” Elizabeth memotong jawaban Pier begitu saja tanpa merasa bersalah sama sekali. Dia melihat luka menganga di lengan kiri Pier dan darah segar mengalir begitu saja ketika Pier menyingkap lengan bajunya. “Apa yang terjadi?” tanya Elizabeth lagi sambil menarik lengan Pier yang terluka.

“Mm… digigit kelinci,” jawab Pier begitu saja. Jujur Pier tidak ingat apa yang dilakukannya sehingga membuat lengannya terluka. Mungkin dia tergores patahan kayu saat mencari kayu bakar. Siapa peduli, lagipula itu tidak begitu parah!

“Kau tahu, luka akibat gigitan seekor kelinci dapat menyebabkan kematian,” kata Elizabeth sambil membersihkan luka Pier dengan air minum yang dibawa Pier.

The Book [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang