Di bawah lampu kuning temaram, aku berhenti. Di sebuah jalan yang lengang, tiga blok sebelum aku mencapai apartemenku.
Kucari kunci kamarku di dalam tas, tetapi sama sekali aku tidak mendengar suara gemerincing nya.
Sial. Kurasa aku meninggalkannya di kantor. Aku mengecek tasku. Untuk kesekian kalinya. Nihil.
Haruskah aku mengambilnya?
Aku memutuskan untuk mengambilnya. Kurasa kunci itu tertinggal di laci meja kantorku.
Ketika aku berbalik, aku melihat seorang anak kecil yang sedang berjalan dan tampak kelelahan.
Ia mengenakan seragam sekolah, di punggung nya terdapat tas hitam besar, wajahnya tertutup oleh topi yang ia kenakan.
Aku menyapanya.
"Hai, gadis kecil,sedang apa kau malam-malam begini?", aku membungkukkan badanku, sehingga mata kami saling bertemu.
Aku melihat dengan jelas wajahnya. Di bawah lampu kuning temaram.
Warna iris matanya yang kehijauan. Mirip sekali dengan...diriku.
"Aku hendak pulang, kak ", jawabnya.
"Jam segini baru pulang?", tanyaku kaget.
"Iya. Sekolahku sampai sore. Lalu setelah usai sekolah, aku harus ikut les tambahan, lalu setelah itu aku harus ikut les privat musik. Tiap hari jadwalku seperti itu, sehingga aku selalu pulang jam segini".
Aku melihat jam.
Pukul 9 malam.
Aku menggelengkan kepalaku.
"Astaga, nak, siapa yang menyuruhmu untuk melakukan hal seperti itu?".
"Ibu. Katanya, aku harus belajar keras, agar bisa lulus ujian, dan masuk sekolah yang terbaik".
Aku tersenyum.
"Ada baiknya kamu beristirahat. Kamu masih anak kecil, seharusnya kamu bersenang-senang".
"Maksud kakak, saat dewasa nanti, tidak ada lagi waktu bersenang-senang ya?", tanya gadis kecil itu polos.
Aku terdiam sesaat.
"Ada. Tetapi, masa kecil lebih banyak waktu untuk bersenang-senang. Jadi, nikmati saja".
Gadis kecil itu mengangguk.
"Kakak sendiri, apa yang kakak lakukan malam-malam begini?".
"Sudah biasa bagi kakak, untuk bekerja hingga larut seperti ini".
"Kakak, apakah kakak dulu juga seperti aku? Sekolah hingga sore, dan ikut berbagai macam les?".
Aku teringat masa kecilku. Ya, masa kecil ku dipenuhi dengan buku, buku, dan buku.
Salah satu anak yang paling berprestasi di sekolah, yaitu aku.
"Sejujurnya, iya ".
"Kalau begitu, aku tak mau sekolah dan les sampai malam lagi".
"Kenapa?".
"Karena percuma, bahkan jika aku belajar sekuat tenaga pun, aku akan seperti kakak, yang terus bekerja hingga larut malam. Tidak ada bedanya dengan aku sekarang".
Aku terhenyak.
Aku melihat dalam-dalam wajah gadis itu. Dia mengingatkanku pada diriku. Diriku ketika aku mulai harus diforsir untuk belajar. Untuk meraih cita-citaku. Untuk meraih ambisiku.
Di manakah kebahagiaan masa kecilku dulu?
Ketika khayalanku masih menjadi penerbang dan menembus bintang-bintang.
Ketika bau buku baru menyegarkan pikiranku.
Ketika tangan ibu yang halus membelai rambutku perlahan membuatku jatuh tertidur.
Ketika aku merengek untuk tidak mandi sore.
Ketika aku merasakan harumnya bau bedak yang menempel di tubuhku setelah mandi.
Ketika aku tertidur dengan ditemani tokoh kartun kesayanganku.
Ketika aku pulang sekolah dan mampir membeli es krim di toko dekat rumahku.
Ketika aku menunggu di depan televisi untuk menonton serial kartun favorit.
Ketika aku pergi makan di luar bersama keluarga dan memilih paket makanan dengan mainan.
Ketika aku bangun di tengah malam dan menangis kencang agar orang tuaku menemaniku.
Ketika ulang tahun menjadi hari yang paling kutunggu-tunggu.
Ketika sore hari adalah jam bermain untukku.
Ketika aku tidak harus menutup mataku sebelum tidur dan merangkai ulang rencana hidupku.
Ketika aku tidak harus menundukkan kepala kepada atasanku.
Ketika aku tidak harus melihat kalender untuk mengatur jadwal cutiku.
Ketika aku tidak harus memilih sendiri menu makan siangku.
Ketika aku tidak harus menggeliat di tempat tidur pada pagi hari dan merencanakan berbagai alasan untuk tidak ke kantor hari itu, yang pada akhirnya aku terlambat ke kantor.
Ketika aku tidak harus membuat 'dialog-dialog seandainya' yang tidak akan terjadi pada kehidupanku.
Ketika aku tidak harus berargumen mengenai hal kecil dengan sesam dewasa.
Ketika aku tidak harus kembali ke kantor karena melupakan kunciku.
Gadis itu pergi melewatiku, tidak ada senyum kecik darinya yang disisakan padaku.
Seolah dia adalah diriku masa kecil yang berkata, 'inikah yang kau inginkan dulu?'.
Dan ketika aku belum menemukan penyelesaian dari pertanyaan itu, aku yakin hal itu akan tertimbun di dalam alam mimpiku, dan terbangun untuk menghadapi esok hari yang sama.
Dan pada akhirnya, aku sama sekali tidak tahu jawaban dari pertanyaan itu.Inikah yang kau inginkan dulu?
Bisik gadis kecil itu, di bawah lampu kuning temaram.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delta
RandomBerkisah tentang apa saja. Tentang bulan, hujan, bintang gemintang, angin, langit, laut, padang rumput, orang-orang, apa saja. Dan mungkin saja ada kisahmu di sini. Selamat membaca :)