Petunjuk

53 1 0
                                    

Terkadang kita butuh sesuatu, seperi petunjuk, yang menunjukkan ke mana kita harus melangkah setelah ini.

Alangkah menyenangkannya bila hidup memiliki petunjuk-petunjuk yang jelas. Seperti petunjuk jalan di persimpangan agar tidak tersesat, rambu-rambu yang mengingatkan ada bahaya di sekitar kita, lampu lalu lintas yang menyala bergantian untuk menghindari tabrakan yang tidak perlu, atau lebih baik lagi jika ada GPS yang menuntun setiap jengkal langkah kita (dan bonus informasi kepadatan lalu lintas di sepanjang jalan). Hidup, rasanya, akan jadi lebih mudah. Jalan bebas kebingungan.

Atau, jika petunjuk seperti itu terlalu mewah untuk hidupku yang sederhana, aku tak keberatan diberi peta dengan tiga petunjuk kunci seperti yang ada di Dora The Explorer. Tiga petunjuk, seperti: Padang Bunga, Sungai, dan Gunung. Itu saja sudah cukup untukku.

Tapi, kemudian aku berpikir. Peta atau GPS sekalipun tidak akan berguna bila kita tidak tahu tujuan kita, bukan? Kita butuh awalan dan akhiran agar peta atau GPS dapat memenuhi fungsinya. Lalu pertanyaan baru meluncur: apa tujuanku?

Sayangnya (atau untungnya?), manusia diberi akal dan hasrat. Dua hal ini yang terus menerus membuat manusia mempertanyakan tujuan. Kemana aku harus melangkah? Apa yang aku lakukan di sini? Aku ingin pergi, tapi ke mana dan bagaimana?

Dan pertanyaan itu terulang lagi pagi ini: Apa yang akan aku lakukan berikutnya?

Sebuah pesan masuk ke ponselku. Aku melihat dengan tidak antusias. Mungkin hanya surel promosi atau surel lowongan pekerjaan yang sudah tidak aku butuhkan lagi. Namun perkiraanku salah. Surel itu memberitahukan padaku bahwa salah satu musisi indie favoritku mengadakan konser di tempat aku tinggal sekarang. Aku mengingat-ingat kapan terakhir kali aku datang dan ikut berdesak-desakkan. Those good old time.

Pacuan adrenalin mengalir deras. Jantungku berdegup. Ada api yang membakar lagi semangat. Aku merasa hidup.

Konser itu akan berlangsung hari ini, lebih tepatnya sore ini. Pukul tujuh sore sampai sepuluh malam. Open gate pukul enam sore. Melihat kata "open gate" saja aku sudah senang bukan main. Letaknya tidak jauh dari rumahku. Mungkin hanya perlu setengah jam. Harga tiketnya juga terjangkau. Bahkan aku mampu membeli tiket VIP.

Jika yang kuperlukan adalah petunjuk untuk pergi. Maka sudah kudapatkan. Konser Musisi Favorit, Tidak Jauh, Waktu Cocok, Harga Terjangkau, dan Kapan Lagi? Petunjuk kunciku sudah lebih dari tiga. Jika mengikuti aturan Dora The Explorer, aku sudah siap berangkat.

Aku segera membereskan urusanku, membeli tiket, dan membuka lemariku lebar-lebar. Baju apa yang akan ku kenakan nanti? Semangat yang tersulut semakin membara. Aku semakin merasa hidup.

---

Konser ini bertempat di auditorium kota yang berbentuk setengah lingkaran. Dari pinggir lingkaran, lantai ruangan bersusun seperti tangga. Mungkin ada sekitar lima belas turunan sebelum lantai ruangan rata. Di bagian depan, terdapat panggung yang tingginya sekitar satu setengah meter. Panggung itu kini telah dilengkapi lampu-lampu sorot, sound system, dan alat-alat musik. Gambar-gambar digital diproyeksikan ke latar panggung, memberi sedikit hiburan selagi menunggu acara di mulai.

Aku duduk di bangku VIP, sudah tidak kuat untuk berdiri berdesak-desakkan di depan panggung bersama banyak remaja lainnya. Dari tempatku, panggung terlihat jelas. Beberapa crew sibuk mempersiapkan panggung. Ada yang menyusun drum, mengatur amplifier, mengetes mic, menyetem gitar, dan menyusun kabel-kabel entah apa. Suara-suara check sound sesekali terdengar. Aku bisa merasakan, akustik di ruangan ini bagus.

Pukul tujuh kurang lima menit, lampu auditorium dimatikan, kecuali lampu panggung. Penonton bersorak dan bertepuk tangan. Suasana menjadi riuh. Sebuah video pendek tentang perjalanan sang musisi diputar. Aku melihat gambar-gambar bergerak itu dengan mata berkaca-kaca. It has been a long time.

DeltaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang