Sebuah Bangku di Taman

19 1 2
                                    

Kami lelah berjalan. Raga kami lelah menjelajahi bumi senti demi senti. Hati kami lelah jungkir balik, dari dasar lautan, ke angkasa, terjun lagi ke dasar bumi. Pikiran kami juga lelah merumitkan hal-hal yang telah, sedang, dan akan terjadi.

Kami memutuskan untuk duduk sejenak. Pada sebuah bangku di taman. Menghindari hiruk pikuk yang terlalu pengap dan bising. Menghindari sisi diri yang selalu risau sana sini seperti gasing. Menghindari semua yang terasa asing.

Dan bersama angin yang meniup rontok daun-daun rapuh, kami belajar mengikhlaskan sesuatu yang tidak lagi tumbuh. Semua yang ditakdirkan hilang akan menghilang, dan semua yang ditakdirkan lahir akan terlahir. Tidak ada yang bisa melawan takdir, selain Sang Pengendali Akhir.

Kami tidak butuh pesta pelepasan atau air mata haru untuk mengucapkan perpisahan. Ini bukan momen selamat tinggal, karena bukan kami yang menentukan ketidak bertemuan.

Ini hanya sebuah bangku di taman kalbu. Tempat kami sesekali duduk terasing meresapi sendu. Melihat daun-daun tua gugur dimakan usia. Mengenang memori tanpa perlu berkata.

Jakarta, 27 Maret 2015 10.40pm

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 11, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DeltaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang