Aku mengerutkan kening. Tidak mengerti. Dia seakan-akan bisa membaca pikiranku. Dia tersenyum.
“Empat tahun lalu aku menikah. Singkat cerita, aku menemukan istriku berselingkuh dengan laki-laki lain didepan mataku, kami bercerai dan dia membawa serta putra kami satu-satunya bersamanya.” Sofyan mendesah. Mungkin merasa sedih mengingat kejadian itu.
“Aku lebih baik melihat dia mati daripada melihatnya selingkuh. Setidaknya jika dia mati aku akan menangisi kuburnya.” Jawabnya lagi dengan nada marah. Aku menyentuh lengannya mencoba menenangkan.
Sisa makan siang kami habiskan dengan bercanda dan tertawa. Dia selalu bisa membuatku tertawa. Aku bersyukur bisa bertemu dengannya disini.
Aku dan Sofyan sering bertemu dipusat perbelanjaan itu karena Sofyan membuka gym disana dan dia juga sering berkunjung kerumahku menanyakan kabarku dan bayiku. Dia sangat perhatian kepadaku terutama bayi yang kukandung. Usia kandunganku sudah memasuki bulan kedelapan. Aku semakin berdebar menunggu kelahiran kedua bayiku. Aku dan Sofyan sedang berada diteras rumahku.
“Apakah kau sudah menyiapkan nama untuk kedua bayimu?” Tanyanya tiba-tiba
“Aku sudah memikirkan hal itu. Laki-laki diberi nama Rangga Putra Haris dan yang perempuan diberi nama Anggi Putri Haris.” Kataku tersenyum.
Nama itu sudah disiapkan suamiku pada saat masih hidup. Dialah yang memilih nama itu untuk anak kami kelak. Aku tersenyum mengingat Suamiku yang sekarang sudah damai dialam sana. Aku menatap wajah Sofyan yang duduk disampingku. Dia tersenyum lembut. Dengan hati-hati dia menggenggam tanganku. Menatap mataku lekat-lekat.
“Dida, aku selalu….selalu…” Ada keragu-raguan didalam pembicaraannya.
“Katakanlah Fian. Aku tidak akan marah.” Kataku menenangkannya.
Dia menarik nafas dalam-dalam dan mengangguk. “Aku selalu mencintaimu. Sejak dulu hingga saat ini. Aku sungguh-sungguh mencintaimu Dida. Aku akan selalu melindungimu.”
Aku terkejut mendengar pengakuannya. Akupun sama, selalu mencintai dan menyayanginya sejak dahulu hingga sekarang. Apakah bisa persahabatan kami akan berubah menjadi cinta? Apakah bisa aku melupakan almarhum suamiku? mengkhianati janjiku kepada Haris. Aku menarik nafas dan memandang wajah Sofyan yang dengan sabar menunggu jawabanku.
“Akupun sangat mencintai dan menyayangimu Sofyan. Sejak dahulu hingga sekarang. Aku senang kau bisa membuatku tertawa lagi dan melupakan kesedihanku. Dia tersenyum. “Tetapi maafkan aku Sofyan. Aku sudah menganggapmu sebagai saudaraku sendiri. Aku masih mencintai Haris. Dan sampai sekarangpun masih mencintai dia. maafkan aku, aku tidak bisa membalas cinta yang telah kau berikan padaku selama ini.” aku menunduk. Aku seperti orang yang buruk telah menolaknya.
“Tidak apa-apa. Kau tidak perlu meminta maaf. Aku seharusnya tidak memberitahukan perasaanku padamu.”
“Maafkan aku Sofyan. Aku masih mencintai Haris. Tidak ada yang bisa menggantikan dia.” Kataku kembali menatap matanya.
“Tidak apa-apa. Aku akan selalu ada untukmu. Tidak peduli apapun. Walaupun kau membenciku namun aku akan selalu ada untukmu.”
“Maafkan aku. Namun aku tidak bisa membencimu.” Kataku lagi.
Aku tidak bisa membencinya. Dia sudah baik kepadaku. Dia sudah aku anggap seperti kakakku atau sepupuku sendiri. Cinta yang kuberikan padanya hanya sebatas itu.
Pengabdian cintaku hanya kepada Haris Suamiku. Cintaku kepada Haris hanya tanpa syarat sampai kapanpun.
** TAMAT **