Cold As You

18 1 0
                                        

Cold As You

Aku memandang hujan yang turun dengan lebat di pertengahan musim gugur. Aku menatap ponsel ku yang baru berdering. Dengan cepat aku menjawabnya. "Ya, Tris?" pria di ujung sana terdiam. "Tris?"ucapku lagi. "Ku tunggu di apartemen ku," ucapnya dan panggilan terputus. Aku menghela nafas. Memang selalu begini dan ya, selalu seperti ini.

Aku mengemas satu set pakaian tidur dan kebutuhanku. Aku melihat-lihat apa yang dapat aku bawa lagi, ternyata tak ada, aku lupa kapan aku pergi berbelanja. Aku bergegas turun dengan payung orange di tanganku dan membelah kota yang tengah di guyur hujan.

Aku menekan beberapa angka yang sudah aku hafal lalu pintu terbuka. "Tris?" tak ada jawaban yang ada hanya alunan nada dari ruang tamu. Aku semakin ke dalam, sedikit mengerutkan dahi karena baru kemarin aku datang untuk merapikan tempat ini dan sekarang sudah berantakkan. Aku hanya menghela nafas panjang.

Aku mencintainya jelas. Sejak pertama kami bertemu, saat mata hijau itu menenggelamkanku, aku mencintainya. Aku tidak tahu apakah perasaanku tiu terbalas atau tidak, hingga saat malam tahun baru, 2 tahun yang lalu dia memintaku menjadi kekasihnya. Awalnya aku kaget, tentu, saat itu aku merasa menjadi perempuan yang lebih beruntung dari semua dongeng putri. Akhirnya pangeran dengan kuda putihku tiba.

Tapi setelah itu semua anganku tentangnya buyar. Awalnya ku kira dia juga mencintaiku, tapi tak pernah ada hal yang lebih. Matanya kosong saat menatapku, bibirnya pucat saat tersenyum padaku, dan hatinya dingin saat ku berkata aku mencintainya. Sedingin itu.

Kami tidak tinggal seatap, tetapi aku sering mengunjunginnya, memasakkannya setiap akhir pekan, ya meski beberapa kali dia juga memintaku untuk menginap, aku juga membantunya membersihkan apartemen. Terlihat bodoh. Seperti tersihir, aku melakukan semuanya. Hanya untuk dia. Pria terdingin yang entah mengapa ku cintai.

"Don," aku mendengar namaku disebut, aku mencari sumber suaranya. Dia dengan kaos putih rumahan dan celana pendek, tipikalnya saat dirumah. "Ya?"aku menatap mata hijaunya. Dia mengangkat sudut bibirnya."Kau datang, ku kira tidak."ujarnya,"Yeah, aku datang." Ujarku dengan senyum seperti biasa. Dia seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi kembali menutup mulutnya.

Aku berdeham saat merasa tak nyaman. Tatapannya sedikit aneh belakangan ini. "Aku akan beres-beres dulu, kau bisa tidur. Atau kau butuh sesuatu?" tanyaku. Dia menggeleng kikuk. "Tidurlah, aku tahu kau belum tidur sama sekali." Aku tersenyum singkat padanya dan menggulung lengan bajuku. "Sebenarnya ada yang perlu aku katakan."

"Yeah, dan kau bisa katakan itu nanti, sekarang tidurlah, aku tak kuat kalau harus menopangmu ke kamar jika kau pingsan,"kekehku. "Aku serius Don," ucapnya penuh penekanan. Well, ini bahkan pertama kalinya dia mengertakku. Jadi aku mengangguk dan duduk di sofa. "Ku rasa kita harus putus." Dia menatap ku dengan mata hijaunya.

"Apa?"aku salah dengar atau dia memang berkata demikian. "Kurasa kita harus berakhir, aku tidak bisa seperti ini lagi." Ucapnya. Rahangku mengeras saat air mataku mengalir begitu saja. "Berakhir?"ulangku. dia mengangguk. "Kau tidak bisa seperti ini? Lagi?"aku mengulang perkataanya dengan penekanan dan tertawa hambar. "Hey, disini hanya aku yang menangis, disini hanya aku yang tertusuk ribuan jarum, disini hanya aku yang bahkan paru-paruku seperti tidak berfungsi lagi, dan kau bilang kau tidak bisa seperti ini lagi? Memang apa yang sudah kau lakukan untukku?!" gertakku. Dia ingin berkata sesuatu tapi aku memotongnya.

"Aku begitu bodoh. Saat kau menginginkanku ku kira kau bersungguh-sungguh, kukira kau akhirnya membalas perasaanku, tapi aku sadar sekarang kau hanya memanfaatkan perasaanku. Ya, kau mempermainkannya. Ku kira penghalang yang dari dulu kau buat perlahan luluh karena aku. Tapi aku terlalu bodoh berfikir seperti itu. Ya, kau hanya bermain denganku. Karena dari awal, kau tidak benar-benar menginginkanku." Aku berdiri dengan tangan gemetar, "Setidaknya aku tidak pernah berada di tempat sedingin tempatmu, meski hari ini hatiku hancur"

Cerpen AlphabetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang