I'm Back!
sorry for long hiatus(?)
tapi intinya, gue balik. dan selamat membaca.
Aku mendesah frustasi saat jam tanganku menunjukkan pukul 22.00 tetapi belum ada tanda-tanda dari orang yang ku tunggu. Ok, lima menit lagi, jika Zion tidak menunjukkan batang hidungnya, aku akan mematahkannya besok pagi.
Honk
Honk
"Sweetpie, maaf gue baru selesai kencan sama Eva," aku bergumam dengan kata-kata kasar pada laki-laki di hadapanku ini. Dengan perasaan yang masih kesal.
"Kalo tau gitu, gue balik duluan bisa kali!"
"Ga Tan! Gue bisa jemput kok, tadi lo minta kan? Cuma sorry, lama." Zion mengedipkan sebelah matanya padaku. Dia lalu memamerkan deretan giginya yang putih. Aku tertawa melihatnya. Zion selalu seperti ini. Contohnya hari ini. Aku ada lembur di hari sabtu hingga malam. Memintanya mengantarku pulang dan langsung di iyakannya. Padahal dia ada kencan. Lucunya dia terus membuat perasaanku yang naik turun seperti rollercoaster. Selang 15 menit, mobil jeep-nya mulai memasuki komplek tempat tinggalku.
"Mampir Zi?" tanyaku.
"Mama masak?" aku mengangguk.
"Ok," dia lalu turun dan mengekor di belakangku.
"Ivan kapan pulang?" tanyanya.
"Minggu depan mungkin. Entahlah, gue lupa jadwalnya." Zion tertawa. Aku mengechek ruang keluarga dan kamar, tapi kosong. sepertinya Mama menginap di rumah tante Nia, adik mama. Aku membuka kulkas. Mendapati beberapa makanan telah tersedia disana. Aku mengeluarkannya dan memanaskannya. Zion duduk di kursi ruang makan dengan tenang. Sesekali dia melirikku hingga mata kami saling menatap.
Dia memasang wajah seriusnya. Begitupun denganku. Tak lama dia menjulingkan matanya, lengkap dengan hidung yang kembang-kempis, dia membuat wajah aneh yang membuatku tertawa keras."Stop! kan makanannya tercermar ludah lo!" protesnya seperti anak berumur lima tahun.
"Biar! Kan itu upah buat tampang lo!" aku menjulurkan lidahku.
Kami makan dengan tenang. Sesekali dia menanyakan pekerjaanku. Begitupun aku padanya. Kegiatan ini seperti rutin kami lakukan. Mengingat Zion dan Ivan berteman. Setelah Ivan kuliah di luar kota, Zion yang mengantikan posisi Ivan di keluarga. Dia juga jadi satu-satunya teman curhatku. Hingga aku sadar, aku mulai bergantung padanya. Dan mulai menyukainya ketika dia hanya memandangku sebagai adiknya.
Tingkah lakunya yang kelewat baik selalu membuatku salah paham. Contohnya pada Leo, pacar pertamaku yang babak belur karena Zion memukulinya. Saat itu aku menelfonnya sambil menangis. Mengadukan betapa sakitnya hatiku, saat Leo ketahuan berselingkuh di depan mataku. Esok harinya, Leo ke sekolah dengan wajah lebam.
Atau saat aku butuh pasangan untuk pesta dansa kelulusanku. Dengan senang hati Zion menawarkan dirinya menjadi pasangan dansaku. Bahkan dia juga mengajariku. Aku kira perasaanku terbalas. Maka aku memberanikan diri mengungkapkan perasaanku dua bulan setelah pesta itu.
Dia hanya tertawa. Tertawa sambil mulai mensejajarkan wajahnya pada wajahku yag memang lebih pendek darinya. Telapak tangannya bertumpu pada kepalaku lalu mengelus rambutku. "Hey little monkey! Inget panggilan itukan? Waktu lo masih SD dan ngelendotan di kaki Ivan. Sejak saat itu lo jadi adik kecil buat gue. Selalu dan selamanya. Meski kita ga punya relasi darah. Tapi lo selalu jadi adik gue. Dan ga akan berubah. Gue anggep ini hanya bagian dari little crush-lo,"
Aku meletakan piring kotor saat selesai makan. Tugas Zion yang mencucinya. Jadi aku naik keatas untuk mandi. Setelahnya aku turun, mendapati Zion duduk di ruang keluarga dengan segelas kopi sambil menonton. Aku duduk tak jauh darinya, ikut larut dalam tontondan di depanku.
"Lusa jadi ke Sydney?" dia menyesap kopinya sambil melirikku. Aku mengangguk.
"Udah booking hotel?" aku tersenyum lebar. Dia berdiri dan mencubit pipiku.
"Kebiasaan! Yaudah pake apartemen gue aja, lagi kosong kok. " aku tersenyum dan mengangguk.
"Sekalian beresin ya, mau gue rental," tambahnya. Aku melepar bantalan sofa yang ada di punggungku ke Zion.
"Itu gunanya punya adik kan?" tawanya. Aku juga tertawa. Sebenarnya lebih ke menertawakan kesialanku yang terjebak di hubungan seperti ini. Dengan arti lain bahwa perasaanku belum bisa move on dari dirinya dan masih mengganggapnya sebagai laki-lakiku. Seberapa sering otakku melawannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen Alphabet
Historia CortaFor Oneshot lovers. This is short love stories from the A till Z. Alphabet is sad, happy, sorrow, crazy, pain full and never ending love story. Karena setiap lagu punya cerita di tiap penggalan liriknya. Entah kenangan atau kehancuran.