Nona Do
Astaga. Sampai sekarang aku bahkan masih mengingat panggilan yang diberi Kyungsoo pada gadisnya. Padahal aku adalah orang dengan tingkat pelupa yang cukup parah.
Bahkan aku pernah lupa kalau aku sudah mencuci tangan sebelum makan dan mencuci tangan kembali untuk kedua kalinya.
Tapi mengapa setiap hal menyangkut Kyungsoo tak pernah luput oleh ingatanku? Entahlah.
Kembali ke nona Do. Kira kira semenarik apa si gadis satu ini sehingga dapat disebut sebagai nona Do oleh Kyungsoo?
Apakah kulitnya lebih putih merona dariku? Rambutnya lebih berkilau dari milikku? Senyumnya lebih hangat daripada senyumanku? Apak- oh tidak.
Bahkan disaat sudah menjadi arwah, aku merasa ingin mati lagi. Nafasku tertahan melihat Kyungsoo keluar dari kamar mandi dengan rambut basah, wangi cologne khas, raut wajah segar serta lengkap dengan handuk putih bersih tersampir di bahunya yang lumayan sempit untuk ukuran lelaki seumurannya.
Hei, mengapa aku menjadi mendadak mesum begini? Okay, lebih baik aku kembali ke tempat penyimpanan abu sebelum tingkat kemesumanku bertambah.
Sampai jumpa lagi, Kyungie.
Dan sekarang aku sudah tiba dimana seharusnya aku berada, tempat penyimpanan abu yang dihuni oleh banyak sekali arwah. Aku tidak tau bahwa minggu ini banyak pencabutan nyawa terjadi di Seoul.
Darimana aku mengetahui bahwa arwah arwah yang sedang hilir mudik di sekitarku adalah arwah baru yang datang minggu ini? Karna eonni arwah pernah memberitahukan tentang arwah hanya bisa menetap di dunia ini selama 7 hari sesudah nyawa keluar dari tubuh mereka. Sudah jelas kan?
"Hei, kau anak baru ya? Aku baru pertama kalinya melihatmu disini selama 3 tahun keberadaanku." Sesosok arwah menegurku.
"Ne. Kim Yoojung imnida"
Tunggu. Apakah ada hal aneh yang terlewat? 3 tahun keberadaanku? Bukankah para arwah hanya bisa tinggal disini selama 7 hari?
"Cheogiyeo sunbaenim, mengapa sunbae bisa disini selama 3 tahun? Bukankah hanya ada 7 hari kesempatan untuk menyelesaikan urusan masing masing?"
"Aah, itu. Sebenarnya ada 2 pilihan. Dihari ketujuh, setiap arwah diberi kesempatan memilih. Pilihan pertama kau bisa langsung menuju alam selanjutnya dan tidak akan bisa kembali lagi ke dunia ini. Pilihan yang kedua kau bisa tetap berada di dunia ini sebagai arwah selamanya, namun ingatanmu selagi hidup akan hilang."
"Geuraesseo? Gamsahamnida, sunbaenim." Aku membungkukkan badan. Tentu saja aku harus sopan kepada setiap orang, bukan? Toh aku juga terhitung arwah baru.
"Tujuh hari, atau selamanya namun ingatanku hilang. Aiish, mengapa pilihannya tidak ada yang menguntungkan, eoh?" Kesal, aku menendang lemari penyimpanan abu yang terbuat dari besi. Tentu saja aku tak merasa kesakitan, aku arwah kan?
"Youjung-ah, mian aku telah berbuat sesukaku."
Suara yang mengandung penyesalan itu membuatku penasaran. Apalagi ada namaku yang di sangkut pautkan.
"Mian kalau kau tidak suka dengan tindakanku ini. Tapi aku benar benar tidak tahan. Mungkin jika kau masih hidup, kau akan berterima kasih padaku. Tapi berhubung kau sudah tidak ada, jangan hantui aku hanya untuk mengucapkan terimakasih. Eoh?"
Mwoya? Jongdae-ssi? Andai saja aku masih hidup dan melihat Jongdae seperti ini, aku bisa mati tertawa. Tapi berhubung aku sudah mati, aku tidak bisa kan mati lagi? Mungkin saja aku tertawa sampai hidup kembali? Tapi apa mungkin?
Sudahlah.
"Aku sengaja tidak mengkremasi diary bersama jasadmu. Aku memang sudah merencanakan akan memberikannya pada Kyungsoo. Aku ingin agar dia tau apa yang kau rasakan selama ini. Meskipun hal itu tak akan berdampak lagi padamu."
Aah, jadi itu alasannya mengapa Jongdae menyuruh Kyungsoo membaca diaryku?
"Aku kadang sebal jika kau mulai bercerita Kyungsoo begini, Kyungsoo begitu. Kau tau kenapa? Karna aku menyukaimu, Yoojung-ah. Apa kau tau apa yang dikatakan tentang persahabatan namja dan yeoja? Persahabatan itu tidak akan murni karna pasti salah satunya akan mencintai sahabatnya. Awalnya aku tak percaya. Namun sekarang, aku menyadarinya. Aku menyukaimu. Entah dari kapan. Alasannya juga aku tak tau. Tapi apa boleh buat. Kau menyukai Kyungsoo." Kini bulir bening yang berasal dari mata untanya mengalir di pipi Jongdae.
Heol. Bagaimana aku bisa tidak mengetahuinya? Padahal selama ini ia sangat perhatian denganku. Mengapa kau tak memberitaukan perasaanmu padaku, Kim Jongdae?
"Tapi sudahlah. Akhirnya aku dan kau tak bisa mendapatkan orang yang kita suka. Bedanya kau akan menyukai satu orang, sedangkan aku masih bisa mencari yang lain. Oh ya, jangan datang kerumahku malam ini karna kau tau aku akan mencari penggantimu, ara? Karna aku takut. Kau pasti akan jadi hantu jelek yang jail dan menyebalkan."
Ya, Jongdae-ssi! Kau bahkan lebih menyebalkan daripada aku yang sudah menjadi arwah begini! Lalu mengapa kau sekarang malah menangis sambil tertawa begitu? Wajahmu sangatlah jelek! Jadi berhentilah!
"Kim Yoojung, meski kau dan aku sudah berbeda, jangan pernah lupakan aku. Aku akan sangat marah kalau kau melupakan sahabatmu yang bersuara bagus dan sangat perhatian ini! Dan juga hiduplah dengan damai, jangan pikirkan Kyungsoo lagi. Biar aku yang mengurusnya, call?"
Aigoo, aku bahkan menangis begini. Kakiku bergerak menuju Jongdae, berusaha menggapai untuk memeluknya. Sesuai dugaanku, aku tak bisa. Tanganku yang melingkar di pundaknya langsung saja memeluk angin, tembus.
Jongdae beranjak dari tempatnya. Meninggalkan bunga dan foto berbingkai di samping guci berisi abu ku.
Selamat tinggal Jongdae. Gomawo telah menjadi sahabatku yang jarang sekali kuperhatikan. Mian, aku telah membuatmu merasakan perasaan sepihak yang kurasakan. Semoga kita bisa bersama lagi di kehidupan selanjutnya.
.
.
.Ada yang tau kenapa Kim Yoojung meninggal? Ga ada kan? Jadi, In shaa Allah chapter selanjutnya bakalan diisi sama cerita kenapa si Kim Yoojung ini bisa jadi arwah. So, baca terus yaa
Maaf ya chapter ini terlalu pendek. Karna emang lagi ga semangat nulis nih. Stuck gitu. Belom selesai cerita ini, malah bikin cerita baru. Tapi cerita barunya ga bakalan di upload kalo yang ini belom tamat, hoho
KAMU SEDANG MEMBACA
Earth
FanfictionKau adalah alasanku untuk berada di bumi. Namun kau juga lah yang membuatku ingin beranjak dari bumi Warning: Slow Update!