Epilog (365 Days After)

85 11 2
                                    

(Kim Jongdae side)

Suara dentingan piano mengalir lembut di sebuah ruangan. Sang pianis menarikan jari jari nya dengan penuh perasaan. Matanya terpejam, berusaha menghayati permainannya sendiri. Namun itu tak lama, setidaknya sampai jari pemain itu menggebrak tuts piano dengan kasar. Ia mendengus kesal entah karna apa.

Si lelaki pemain piano itu rupanya Kim Jongdae, teman Kim Yoojung semenjak kecil. Ia menatap frustasi ke arah kertas berisi not balok yang penuh dengan coretan. Lagu yang sedang dia kerjakan tak kunjung selesai. Padahal tenggang waktunya adalah minggu ini. Lagu itu rencananya akan ia gunakan untuk masuk ke universitas musik pujaannya.

Jongdae bangun dari duduknya, namun kembali terjatuh karna kakinya tersandung oleh sesuatu yang membuat kakinya berdenyut nyeri. Benda itu rupanya Music Box yang sering dipakainya untuk memutar lagu. Kim Jongdae kemudian melihat sekitarnya, hampir mengumpat ketika kondisi studio yang di tempatinya sudah tidak layak untuk ditempati manusia. Mungkin jika ada Kim Yoojung-

"Sadarlah Kim Jongdae!" rutuknya saat ia tersadar bahwa Kim Yoojung sudah tidak ada.

Kemudian Jongdae mulai mencoba merapihkan studio sebisanya. Ia mengambil baju baju kotor yang tergeletak di lantai, lalu di masukkannya kedalam keranjang untuk ia antar ke tempat laundry. Selanjutnya dirapihkannya kasur yang jarang dipakai namun tetap saja berantakan.

Alarm ponsel Jongdae berbunyi ketika ia hampir menyelesaikan pekerjaannya membersihkan studio. Ia melihat jam digital yang tertera disana, 7.00 KST.

Jongdae menghela nafasnya. Akhirnya satu malam gelisahnya pun terlewati lagi. Ia berjalan ke dapur, membuat kopi dengan campuran sedikit susu dan beberapa cookies untuk sarapannya. Di gapainya ponsel di dekatnya sembari menggigit cookiesnya. Ia mengirim pesan singkat pada Kyungsoo. Ya, Do Kyungsoo.

To: Do Kyungsoo

Ingin menitipkan sesuatu hari ini? Kutunggu hingga jam 9

Sent

Kim Jongdae kemudian membersihkan dirinya, mulai bersiap untuk menjalani hari. Ia mengambil kaus lengan panjang dengan celana denim, juga topi baseball kesayangannya. Jongdae mengambil bunga yang sudah dibelinya semalam, lalu mulai melangkah ke tempat tujuan.

Langkah kakinya kali ini terasa sangat berat. Ia mulai melewati taman yang biasa dilewati. Taman itu penuh dengan keluarga yang sedang piknik, orangtua yang membaca buku, atau sekedar bermain dengan hewan peliharaan bahkan duduk diam melihat air mancur di tengah taman. Ini masih musim panas, tidak ada orang yang akan berdiam seharian di atas kasur seperti Jongdae. Mereka tidak akan melewatkan kesempatan mendapatkan sinar matahari cerah hari ini.

Jongdae untuk kesekian kalinya melihat ponsel, melihat kalau kalau ada pesan balasan dari Kyungsoo. Namun nihil. Mungkin lelaki bermata besar itu lebih suka untuk tidur sepanjang hari ini. Maka Jongdae memutuskan untuk mempercepat langkahnya. Hingga sampai di persimpangan jalan, tungkai kakinya otomatis berhenti. Ia menghembuskan nafas, meyakinkan diri kalau ini adalah keputusan yang sangat tepat baginya, bagi semuanya.

Kim Jongdae kira ia tidak akan menangis hari ini karna hampir setiap hari Jongdae mampir ke tempat ini. Namun ternyata salah, ia menangis lagi, sama seperti kemarin dan kemarin dan kemarinnya lagi. Ia menangis di hadapan Yoojung. Mungkin jika gadis itu melihatnya, ia akan ditertawakan sebulan penuh. Tapi kini Jongdae tidak peduli. Karna ini adalah kali terakhir ia akan menangis di tempat penyimpanan abu Kim Yoojung. Keputusannnya sudah bulat, Jongdae harus melanjutkan hidupnya. Meskipun tanpa semangat.

"Maaf, mungkin kau bosan karna hanya dan selalu aku yang datang. Tapi aku tidak bisa membujuk Kyungsoo untuk datang menemuimu. Aku tau sangat sulit untuk berada disini tanpa menangis baginya." Jongdae mengelus kaca lemari di hadapannya dengan lembut.

EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang