Just a Week?

121 16 0
                                    

Woywooy. Sedih ya, yang baca segitu segitu doang. Tapi hayati mah bisa apa

Well, happy reading
.
.
.

"Kau kemana saja?" Kuperhatikan raut wajahnya yang menyiratkan kecemasan.

"Mengurus urusanku. Waeyo?" Aku hanya bisa menjawab seadanya. Apa aku harus menceritakan bahwa aku menemui namja yang kusuka yang bahkan tidak tau kalau aku ada di bawah langit yang sama dengannya? Tidak mungkin.

"Tidak sih. Hanya saja aku kesepian." Arwah yeoja itu terus mengikutiku hingga aku duduk di tempat makanan persembahan untuk para arwah.

"Apa eonni ingin terus mengikutiku?" Asal kalian tau, aku tak akan berkata sekasar itu terlebih pada orang yang lebih tua dariku kalau saja arwah eonni tidak menatapku dengan tatapan tajam yang sangat tidak nyaman bagiku.

"Aku hanya ingin memperhatikanmu. Ternyata kau punya wajah yang manis juga. Kau pasti punya banyak namja yang mengikutimu kesana kemari. Buktinya aku yang juga yeoja sepertimu menatapmu seperti tadi. Senangnya jadi dirimu."

Aku tersedak.

"Diamlah eonni." Aku mendesis, menyuruh yeoja yang sedang tertawa gembira melihatku tersedak untuk diam.

"Baiklah, aku akan diam. Tapi jangan suruh aku pergi. Aku tak punya teman disini. Kau kan tau sendiri kalau aku juga arwah baru. Jadi mari kita berteman sampai pintu yang membawa kita ke tempat peristirahatan terakhir masing masing terbuka. Call?"

Aku tak menjawab. Hanya menatap kelingking pucat yang terulur padaku sembari mengernyit, lalu kugerakkan kembali sumpit untuk mengambil lauk, melanjutkan makan.

"Yak! Kau tidak sopan tau! Aku tau kau sudah biasa dikejar dan menolak banyak namja! Tapi tidak seharusnya kau menolak orang yang ingin bertemu denganmu!" Aiish, jebal. Aku hanya ingin makan dengan tenang setelah mendengar kenyataan bahwa Kyungsoo tak menyadari kehadiranku di sekelilingnya.

"Chingu, apakah rasanya bahagia ketika kau dikejar banyak lelaki yang tergila gila padamu?" Apa aku belum menjelaskan padanya bahwa aku hanya gadis biasa?

"Entahlah," hanya itu jawabanku. Bukan karna aku tak mau menjawab. Tapi karna aku tak bisa menjawab.

"Mwo? Kau tidak tau?" Sebuah kerutan tercipta di dahi mulusnya.

"Aku hanyalah yeoja biasa." Apa itu terdengar menyedihkan? Yak, Kim Youjung, memangnya kenapa kalau kau hanya yeoja biasa?

"Jeongmal?" Matanya terbuka lebar hingga kelopak matanya hampir tak terlihat.

"Eoh. Waeyo? Apa eonni akan meninggalkanku setelah tau bahwa aku hanya yeoja biasa?" Aku mendengus. Ini membuatku kesal.

"Aniya! Aku hanya terkejut, chinguya. Untuk ukuran yeoja dengan mata besar, senyum manis dan wajah menarik sepertimu memang sulit dipercaya bahwa kau hanyalah yeoja biasa." Kali ini eonni itu geleng geleng kepala.

"Bagaimana denganmu, eonni? Bagaimana rasanya kau bisa mempunyai namja chingu?" Oh, ayolah. Aku hanya ingin tau. Lagipula aku tidak akan bisa mempunyai namja chingu, kan?

"Bahagia karna orang yang kau suka telah menjadi milikmu. Cemas karna kau takut milikmu akan berganti menjadi milik orang lain. Sedih ketika kau harus meninggalkan milikmu ketika kau dalam keadaan sepertiku. Dan... entahlah. Aku tidak yakin apa namanya rasa ini ketika kau tau bahwa milikmu sudah bukan milikmu lagi. Melainkan milik temanmu." Kulihat eonni itu tertawa hambar. Namun sedetik kemudian aku mengerti bahwa posisi eonni telah digantikan oleh temannya. Mungkin teman baiknya.

"Secepat itu?" Lirih, namun eonni dihadapanku tersenyum. Berusaha lebih tepatnya.

"Secepat itu." Eonni kini menerawang entah kemana dengan tatapan yang jelas jelas terluka.

"Tapi bukankah eonni harusnya lega karna milikmu yang eonni tinggalkan sudah bersama teman baik eonni?"

"Teman baikku?" Kudengar sebuah dengusan geli keluar dari sosok didepanku. "Kalau aku saja yang notabene adalah teman baiknya diperlakukan seperti ini, apalagi orang yang dia anggap miliknya?"

Mengapa eonni ini mempunyai kata kata yang menohok? Bahkan ketika dia arwah?

"Bagaimana denganmu?" Terdengar suara yang memecah keheningan diantara kami.

"Bagaimana apanya?"

"Urusan yang kau urus tadi itu namja, kan?" Kerlingan eonni mengarah padaku.

Ugh. Apa harus kujawab?

"Hanya urusan teman." Nada yang kukeluarkan ketika menyebut teman sepertinya agak aneh.

"Apakah dia populer?"

"Ani. Dia hanya murid biasa di sekolahku yang kebetulan mempunyai otak cerdas dan piawai dalam memainkan piano." Dan kebetulan sekali aku menyukainya. Tentu saja kalimat itu tidak lolos dari penyaringan verba di ternggorokan.

Tiba tiba eonni itu maju ke arahku. "Nah, siapa dia yang kau bicarakan chinguya?"

Aku berusaha menelan saliva. Rasanya tersangkut di tenggorokan. Akankah aku menjawabnya teman? Bahkan aku tak pernah berteman dengannya. Orang yang kukenal? Apa aku benar benar mengenalnya?

Tidak. Bahkan aku hanya tau kalau Kyungsoo adalah anak bungsu dari 2 bersaudara. Aku hanya tau kalau Kyungsoo memiliki bakat dalam memasak. Aku tau Kyungsoo selalu mempertahankan peringkatnya di tempat ke-2 dan tidak berusaha meraih tempat pertama. Alasannya? Karna Kyungsoo menyukai angka 1. Dan kalau dia mendapatkannya, ia takut tidak akan mau menyerahkan tempat itu untuk orang lain. Jadi Kyungsoo lebih memilih untuk berada di tempat ke-2 supaya ia bisa mengawasi tempat pertama. Berbelit belit namun manis.

Hei, apakah serentetan fakta Kyungsoo tadi kusebut dengan menambahkan kata hanya diawal?

"Dia hanya seseorang yang kebetulan aku tau di sekolah."

"Baiklah. Aku tak akan memaksamu untuk bercerita. Tapi jika kau rasa tak sanggup menahan semuanya, kau harus tauu bahwa aku siap menampung bebanmu. Arasseo?"

Glek. Bahkan kami baru saja bertemu tadi pagi. Apakah aku boleh menangis?

Akhirnya kuangukkan kepala sebagai jawabannya.

"Apa kau tau berapa lama kita akan berkeliaran disini sebelum berangkat ke alam selanjutnya?"

Aku menggelengkan kepala.

"Seminggu. Hanya seminggu. Bukankah itu waktu yang sangat sebentar? Namun mengapa aku ingin sekarang juga pergi dari sini?"

"Seminggu? Secepat itu?" Tiba tiba nafsu makanku hilang, berganti dengan kecemasan. Entah apa yang harus kucemaskan.

Malam harinya..

"Chinguya, apa kau bisa diam dan langsung tidur? Aku lelah sekali hari ini, jebal."

"Mian, eonni." Aku mencicit. Daritadi aku tak bisa memejamkan mataku. Tubuhku hanya mengguling kesana kemari, berkali kali menyenggol eonni yang berbaring di sampingku. Hanya seminggu?

Mungkin aku harus menyelesaikan urusan-maksudku perasaan- ku dengan Kyungsoo. Namun apanya yang harus kuselesaikan? Aku bahkan belum memulainya. Aiish, ingin mati rasanya. Tapi bukankah aku sudah mati? Seketika bibirku mengulas sebuah senyuman. Getir memang.

Apakah selalu sesakit ini? Seputus asa ini? Sesedih ini untuk memendam rasa. Sendirian. Baiklah baiklah, ini terlalu mellow untuk seorang arwah.

Untuk apa aku berdiam diri disini? Bukankah sudah jelas waktuku tinggal seminggu lagi? Ani, 6 hari lagi karna hari ini juga harus kuhitung. Aku harus bergerak. Kerumah Kyungsoo, mungkin?

.
.
.

Oke, sampai sini dulu. Mungkin di chapter ini terlalu berbelit belit dan membosankan pastinya. Tapi akan diusahakan chapter kedepannya akan lebih menarik.

Terimakasih kepada pembaca, voters dan juga commenters.

Jangan lupa tinggalkan vomment, oke?

Sampai bertemu di chapter selanjutnyaaa!

EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang