Chapter 2. Towel

257 31 0
                                        

Adriana's POV

"Bagaimana caranya agar Ibu membolehkanku pergi?" Tanyaku meneguk susu putih yang masih dingin.

"Belum aku pikirkan, mungkin kita batalkan saja—"

"Aku ingin pergi, Harry. Aku hanya tidak tau harus berkata apa pada Ibu. Ini pertama kali untukku, kamu tau itu." Ungkapku.

"Beritau Ibumu yang sejujurnya. Kamu boleh membohongiku, tetapi tidak pada Ibumu." Ucapnya dengan tawa kecil dan lesung pipi yang menghiasi wajahnya.

Pintu rumahku terdengar terbuka. Ibu datang dengan wajah yang segar meskipun lelah setelah senam. Ia mencium bagian atas kepalaku lalu mencium bagian atas kepala Harry dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dari keringat tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Aku gemetar." Bisikku membuat Harry tertawa kecil.

"Sama. Kenapa ya?" Tanyanya mengambil piringku yang sudah bersih dari pancake dan membawanya ke tempat cucian bersama piringnya.

"Tapi besok hari sekolah." Ucapku sambil mengikutinya yang berakhir ke ruang tv. Ia duduk di sofa dan memberikan susu putih milikku saat aku duduk disampingnya.

"Tugasmu sudah selesai semua?" Tanya Harry mengerutkan dahi yang aku jawab dengan anggukan.

"Tidak ada alasan Ibumu tidak memperbolehkanmu untuk pergi. Tugasmu sudah selesai, kamu tidak memakai rok pendek, dan kamu pergi denganku. Soal sekolah, itu resiko kita untuk bangun seperti biasa." Jelasnya menerka-nerka.

"Pergi kemana?" Tanya Ibu yang tiba-tiba saja muncul dari belakangku dan Harry.

"Party." Jawabku seadanya.

Ibu berjalan ke arahku dan duduk di sofa yang ada di seberang sebelah kananku dengan wajah yang sulit aku tebak.

"Tumben sekali." Ucapnya mengambil remote tv dan mengganti channel.

"Boleh?" Tanyaku dengan suara gelisah.

"Asal kalian tidak melakukan apa-apa malam nanti, lebih tepatnya dikamarmu." Ucap Ibu terkekeh.

"Ibu!" Seruku dengan pipi merona.

"Tidak akan dikamarnya, mungkin dikamarku." Bela Harry membuatku memukul lengannya yang ia balas dengan tawa bersama Ibu.

"Jaga satu sama lain." Pesan Ibu membuatku dan Harry menatap satu sama lain dengan senyum di wajah kami.

Kami tidak melakukan banyak hal setelah mengetahui akan pergi malam nanti. Aku hanya menyiapkan buku pelajaran dan segala hal yang harus aku siapkan untuk sekolah. Aku dan Harry sempat meluangkan waktu pergi ke rumah Harry yang cukup jauh dari rumahku untuk menyimpan pakaian kotor Harry dan membantu Harry menyiapkan segala hal untuk sekolah esok hari. Ia juga menyempatkan diri untuk menyiapkan diri lebih awal agar nantinya ia hanya menungguku untuk pergi.

"Ady, jangan memakai rok pendek." Ucap Harry mengingatkan. Ia merebahkan tubuhnya ditempat tidurku sedangkan aku menggeledah seluruh isi lemariku.

"Bagaimana bisa kamu hanya memakai kaos hitam dan skinny jeans? Itu tidak adil."

"Kamu juga bisa berpakaian seperti itu, tidak ada yang melarangnya." Ucap Harry dengan datar.

"Ini saja ya?" Tanyaku sambil memberikannya tumpukan pakaian yang akan aku pakai. Jaket denim dengan kaos berlengan panjang berwarna hitam dengan garis putih dan skinny jeans berwarna hitam.

"Sepatu boots itu." Tunjukku kearah sepatu boots berwarna coklat gelap.

"Boleh." Ucapnya yang tidak membuka matanya, mengantuk.

"Aku harus mandi terlebih dahulu dan bersiap-siap. Kalau aku sudah selesai aku akan membangunkanmu." Ucapku membawa tumpukan pakaianku ke ruang ganti pakaian dikamarku.

"Hmm."

Setelah mandi, aku berlari ke ruang ganti pakaian karena berpikir Harry akan tertidur sampai aku membangunkannya. Aku harus memastikan bahwa Harry benar-benar tidur. Aku mengeratkan handuk yang menyelimuti tubuhku. Aku membuka pintu kamarku dan melihat selimut yang tertutup sampai atas tempat tidurku, Harry memang tertidur, tetapi parfumnya tercium olehku.

"Boo!"

"Harry!" Teriakku membuat Harry membelalakkan matanya sama seperti yang aku lakukan.

"Tutup matamu dasar mesum!" Teriakku namun yang ia lakukan hanyalah menatapku dari atas ke bawah secara berulang-ulang.

"Yah, kamu tidak boleh memakai rok pendek." Ucapnya tidak berhenti memperhatikanku dari bawah ke atas.

Tindakan yang aku ambil hanyalah menabraknya dan berlari ke arah ruang ganti pakaian. Dengan gerakan cepat, aku memakai pakaian yang sudah aku pilih dan melupakan kejadian yang baru saja terjadi. Tentu sulit bagiku melupakannya namun aku tidak mendengar Harry memanggil namaku atau melakukan semacam hal didalam kamarku.

Setelah merapihkan rambutku, berdiam diri menatap diriku di cermin dengan cukup lama, aku memutuskan untuk membuka pintu ruang ganti pakaian. Harry tidak ada dikamarku. Aku memutuskan untuk memakai sepatu boots dan menunggu Harry yang seharusnya datang dan meminta maaf padaku.

Pintu kamarku terbuka, namun aku tidak mengalihkan pandanganku ke arah pintu. Aku hanya terfokus ke arah tali sepatuku.

"Hey." Ucapnya.

"Darimana?" Tanyaku.

"Mengambil apel di dapur."

"Oh."

"Kamu tidak perlu malu soal kejadian tadi, Ady." Ucap Harry sambil menutup pintu dan berjalan ke arahku.

"Memang seharusnya begitu."

"Mau apel?" Tanyanya yang berlutut dihadapanku yang terduduk di pinggir tempat tidur. Aku menggeleng, menghiraukannya.

"Maafkan aku, Ady." Ucapnya sambil menekan-nekan pipi kananku dengan telunjuk tangan kanannya.

"Ady, ayolah, aku tidak melihat apa-apa." Ucapnya sambil tertawa kecil.

"Tidak lucu." Tangkasku.

"Kalau aku mesum, aku sudah melakukan hal yang ada di otakku saat ini." Ucapnya lagi.

"Kamu tidak memperbaiki keadaan, tau tidak?" Tanyaku dengan suara yang terdengar parau.

"Maafkan aku, aku melihat semuanya tapi aku tidak akan melakukan apa-apa soal itu." Ucapnya lebih lembut dari sebelumnya.

Aku memutarkan kedua bola mataku namun mengangguk kecil. Aku tidak bisa menarik kejadian itu dari pikiran Harry. Setidaknya ia tidak mengambil keuntungan dari kejadian itu. Tapi tetap saja malu rasanya bahwa Harry melihatku hanya dengan handuk meskipun aku sudah mengenalnya cukup lama. Kejadian seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Mungkin ia pernah melihat perempuan tanpa busana sebelumnya, aku tidak perduli tentang itu, tapi ini pertama kalinya ia melihatku hanya dengan handuk.

"Ayo turun, Ibumu membuat makanan." Ucapnya menarikku untuk bangun dari dudukku.

Aku berjalan di depan Harry. Ia menaruh kedua tangannya dipundakku dan mengikutiku menuju dapur untuk menemui Ibu. Aku akan berangkat pukul tujuh dan sekarang masih pukul enam, namun moodku sudah tidak menentu.

"Harry, boleh tolong tutupkan jendela belakang dan kunci pintu belakang?" Tanya Ibu seketika saat kami sampai di dapur.

"Tentu." Jawabnya sambil pergi.

Ibu memberikan senyum padaku dan berhenti memotong strawberry. Tatapannya hanya terfokus ke arahku.

"Mengapa kalian berdua tidak jadian saja?" Bisik Ibu tiba-tiba menarikku lebih dekat dengannya.

"Tidak mungkin, bu." Ucapku menggelengkan kepala.

"Kamu tau, Harry melakukan sesuatu tadi." Ungkapnya sambil memberikanku jus strawberry.

"Apa?" Tanyaku takut mendengar apa yang tidak ingin aku dengar.

"Harry memberi tau Ibu bahwa ia melihatmu hanya dengan handuk."







Have a great day -dx


Lovable // h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang