Chapter 7. Next In Line

151 23 0
                                    

Adriana's POV

"Harry!" Seruku untuk yang kesekian kalinya.

Aku turun dari tempat tidurku, mengambil langkah yang cukup besar untuk keluar dari kamarku dan melihat dari ujung tangga didepan kamarku bahwa Harry sudah sampai dipintu rumahku. Aku memutarkan kedua bola mataku, tidak mengerti dengan dirinya. Aku setengah berlari, menuruni anak tangga dengan kecepatan yang bisa saja aku terjatuh karena terlalu cepat ingin mengejar Harry. Ibu yang berdiri didepan pintu hanya menggelengkan kepala, menunjuk rambutnya dengan telunjuknya kearahku. Aku membalasnya dengan gelengan kepalaku, bukan saat yang tepat untuk memerdulikan rambutku. Ibu memang tidak pernah secara langsung menengahi masalah kami, kami hanya menceritakan masalah kami pada Ibu secara masing-masing. Pada saat yang tepat, kami akan menyadari sendiri saran yang telah Ibu berikan.

Aku tidak tau cara memanggil Harry untuk kembali lagi. Apa apaan dia pulang begitu saja setelah membaca pesanku dengan Louis? Yang aku pikirkan hanyalah membuatnya untuk berbicara padaku, hanya untuk mendengar nada bicaranya, agar aku tau ia tidak apa-apa. Hanya itu yang aku perlu ketahui.

Aku mengambil bantal yang terpajang di kursi ruang tamu dan mengambil ancang-ancang untuk melemparkannya dari teras depan rumahku kearah Harry yang sedang memakai helm diatas motornya yang belum menyala.

"Harry!" Seruku lagi sambil melemparkan bantal dengan seluruh tenaga dan kekesalanku. Beruntung, tepat mengenai kakinya. Memang payah.

Ia hanya membuka kaca pada helmnya dan menyalakan mesin motornya. Tidak lama kemudian ia pergi begitu saja.

"Harry!" Seruku lagi dengan suara yang membuat Ibu membekam mulutku dan menarikku masuk ke dalam rumah.

"Ibu!" Seruku memberontak. Ibu pergi meninggalkanku ke ruang tv, membiarkanku berdiri kesal ditengah-tengah antara ruang tamu dan ruang tv begitupun dengan pintu yang masih terbuka.

"Ibu!" Seruku lagi.

"Apa?" Tanya Ibu yang setengah berteriak.

"Persetan Harry!" Jawabku sambil menaiki tangga dan kembali ke dalam kamarku.

Aku mengambil handphoneku untuk kembali mendengarkan lagu hanya untuk beberapa saat sebelum aku membersihkan diriku. Pesan dari Louis kembali muncul, membuatku kembali memutarkan kedua bola mataku. Seluruhnya tampak menyebalkan. Tidak terkecuali. Dengan cepat, aku memutuskan untuk mendiamkannya, tidak membalasnya. Namun setelah membacanya lagi, ia tidak bersalah. Ia hanya bersikap baik dan aku tidak menghargainya. Aku mendengus pada diri sendiri, kembali memutarkan kedua bola mataku sebelum menjatuhkan diriku ke tempat tidur dengan mata tertutup.

Terkadang Harry memang seperti itu. Rumit.

***

Saat sarapan, Ibu menanyakan banyak hal namun aku tidak menyadarinya. Hanya menatap ke arah sereal, memikirkan Harry yang tidak mengabariku tadi semalam. Ibu berbicara banyak hal dengan cepat, suaranya cukup tinggi dari biasanya, membuatku semakin tidak mendengarkannya.

Disekolah, Harry hampir saja telat karena memasuki kelas tepat pada saat bel berbunyi. Ia menatapku namun tidak berusaha untuk menyapaku. Aku hampir memutuskan untuk menyapanya namun di lain sisi, rasanya tepat untuk memberikan jarak diantara kami. Mungkin kami jenuh untuk sesaat. Tetapi tidak tau sampai kapan. Meskipun begitu, aku tetap tenggelam dalam pelajaran. Meskipun terkadang melirik ke arah Harry untuk beberapa kali, memastikan apakah ia melirik ke arahku juga seperti yang biasa ia lakukan. Namun nyatanya, hanya harapanku saja.

Saat pulang sekolah, aku menunggunya untuk menghampiriku, untuk mengajakku pulang bersamanya. Aku bisa saja menghampirinya, tidak ada salahnya. Namun aku tidak tau apa yang Harry rasakan saat ini. Penolakan yang Harry buat terkadang dapat tiga kali lebih menyakitkan dari laki-laki yang pernah aku kenal.

Lovable // h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang