Adriana's POV
"Harry mengantarmu pulang. Ia juga menggendongmu dari mobil sampai kamar dan juga menyelimutimu. Dan juga mencium keningmu. Ups." Jelas Ibu setelah aku tanyakan bagaimana aku bisa sampai ke rumah malam tadi. Aku seperti lupa ingatan.
"Ia mencium keningku, bu?" Tanyaku tidak percaya.
"Ibu kan melihatnya." Jawab Ibu diiringi tawa.
"Tidak mungkin, Ibu. Ia tidak akan melakukan hal itu didepan Ibu." Bantahku tidak percaya.
"Berarti dibelakang Ibu berani ya?"
"Ibu!" Seruku, memutarkan kedua bola mataku. Ibu hanya larut dalam tawanya.
"Bagaimana party tadi semalam?" Tanya Ibu.
"Aku tidak akan datang ke party lagi, bu. Telingaku sakit dan rasanya benar-benar melelahkan." Jawabku sambil meregangkan kedua tanganku ke atas kepalaku.
"Tidak bertemu mantanmu itu?"
"Tidak. Tapi aku berbicara dengan teman dekatnya yang tentunya dekat dengan Harry." Jelasku menopang dagu.
Ibu meninggalkanku ke dapur. Tidak berapa lama, ia membawa dua mangkuk dan kotak sereal. Ia membuka kulkas untuk mengambil susu cair dan menuang teh ke dalam gelasku dan gelasnya.
"Apa yang kalian bicarakan?" Tanya Ibu melanjutkan.
"Lyon tentunya. Tapi, bu, ia memberitauku bahwa Harry mengancam Lyon agar tidak mendekatiku atau Harry akan melaporkannya pada kepala sekolah. Harry memberitau Ibu?" Tanyaku penasaran. Aku menuang dua sendok teh gula ke dalam tehku dan meminumnya untuk bersiap-siap mendengar apa yang Ibu akan ucapkan.
"Soal itu? Sebenarnya, ia tidak menceritakannya. Ia tidak sengaja menceritakannya lebih tepatnya. Ia tidak ingin kamu mengetahuinya karena pada saat itu jika kamu mengetahuinya, hanya memperburuk keadaanmu." Jelas Ibu menatapku, berhenti melakukan apa yang ia sedang lakukan.
Aku merasakan maksud yang Harry sampaikan dibalik apa yang ia lakukan pada Lyon. Aku hanya ingin ia memberitauku hal-hal seperti ini. Membuktikkan bahwa ia perduli padaku.
"Jangan terlalu membahas hal ini, sayang. Ia memiliki maksud baik dan Ibu yakin kamu mengerti hal tersebut." Ucap Ibu melanjukan hal yanh sedang ia lakukan.
"Aku hanya tidak bisa menerima bagaimana bisa ia melakukan itu semua tanpa memiliki perasaan yang lain padaku." Ungkapku membuat Ibu tersenyum.
"Tanpa kamu sadari, Ibu merasakan bahwa ia memiliki perasaan yang lain denganmu. Kalian melihat perasaan satu sama lain dari sisi yang salah." Ucap Ibu dengan tenang.
"Ibu jangan mengatakan hal tersebut. Aku hanya tidak ingin memiliki harapan yang terlalu tinggi pada Harry." Jelasku lagi.
Pada faktanya, aku tidak ingin kehilangan Harry karena kehilangan persahabatan kami. Persahabatan kami selama empat tahun lebih tidak selamanya berjalan dengan mulus. Mungkin memang Harry tidak sepenuhnya hadir disaat aku bahagia namun ia dapat membuatku bahagia dengan caranya sendiri. Mungkin memang ia mengetahui segala macam rahasia yang aku miliki, namun ia tidak pernah mencoba untuk memanfaatkan hal tersebut padaku. Ia boleh lebih mempercayai Ibuku dibanding diriku, namun ia pasti memiliki alasannya tersendiri yang terkadang tidak dapat aku terima dengan mudah. Kami memang tidak selalu bersama-sama namun kami akan kembali pada satu dengan yang lainnya.
"Kenapa begitu? Kesempatan itu selalu ada." Ucap Ibu sambil menuangkan susu cair ke dalam mangkuk berisi sereal milikku lalu miliknya.
"Aku tidak membahas soal kesempatan, bu. Lagipula, tidak ada bedanya jika aku dengannya atau hanya bersahabat dengannya. Kami akan selalu seperti ini." Ungkapku mengakui.
![](https://img.wattpad.com/cover/55943284-288-k329136.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovable // h.s
FanfictionWhen you're stuck in the best friend zone, forget all about your feelings for friendship. Sometimes it's worth and sometimes, don't lie, you know it hurts.