Chapter 8. Nightmares

164 20 0
                                    

Adriana's POV

Aku meneguk coklat panas milikku tanpa memikirkan apa yang lidahku rasakan. Keadaan diantaraku dan Louis hanyalah hening. Harry memang akan menjadi patokan para gadis untuk mencari laki-laki. Ia bukanlah laki-laki yang hanya manis dalam ucapan, ia akan berlaku manis jika ia memang menginginkannya pula. Ia berbeda dari laki-laki yang lain, ia terkadang rumit. Namun itu yang membuat Harry menarik. Sifatnya yang ramah namun terkesan tidak perduli juga terlalu diidamkan oleh para gadis.

"Ady?"

"Ya?"

"Bagaimana dengan keadaanmu sekarang?" Tanya Louis membuatku melebarkan kedua mataku.

"Keadaan seperti apa yang kamu maksud?" Tanyaku berbalik.

"Kamu tau, karena kejadian itu. Aku tidak pernah tau secara spesifik apa yang terjadi, tapi tentu aku tidak akan memintamu untuk menceritakannya, itu terlalu berat untukmu, aku tau itu." Jawab Louis memberikan tatapan khawatir yang benar-benar terlihat dari wajahnya. Aku menghembuskan nafas, kembali mengingat kejadian itu.

Aku kembali meneguk coklat panas milikku sambil berpikir apakah Louis menjadi orang pertama yang aku ceritakan mengenai kejadian yang telah terjadi itu selain Harry dan Ibuku. Desas desus yang aku dengar disekolah hanyalah sebagian kecil dari yang terjadi. Aku hanya takut dampaknya terlalu besar setelah aku menceritakannya pada Louis. Dampak pada diriku yang mengingat kembali kejadian itu.

"Aku siap menceritakannya." Ucapku pelan.

"Tidak perlu dipaksakan." Ucap Louis mengingatkan.

"Tidak, aku bisa." Ucapku lagi.

Aku menarik nafasku, mencoba untuk menenangkan diri sebelum menceritakannya secara jelas kepada orang yang belum aku kenal sepenuhnya. Namun rasanya aku harus menceritakannya. Aku percaya bahwa Louis tidak perlu aku khawatirkan. Aku dapat mempercayainya.

"Aku tidak memiliki perasaan yang aneh pada awalnya. Hanya jantungku yang tidak berhenti berdetak dengan cepat, lebih cepat dari biasanya. Hari itu hari yang cukup istimewa menurutku. Ia menyuruhku memakai pakaian yang ia belikan untukku, seperti apa yang gadis-gadis inginkan dihari yang cukup membahagiakan. Ia mengemasnya didalam sebuah kotak yang terhias dengan rapih. Mini dress bertangan pendek berwarna ungu tua. Sedikit diatas lutut dengan lipatan-lipatan besar pada bagian bawahnya. Pada hari itu, ia membawaku ke tempat yang cukup jauh dari biasanya jika kami berjalan-jalan. Aku lupa akan keadaan, saking senangnya menurutku, sampai tidak menyadari maut akan menjemputku." Ucapku mengawali, membuat Louis memberikan senyumnya yang menenangkan namun keningnya sedikit berkerut.

"Ia menyiapkan makan malam yang tidak pernah aku lupakan disebuah restoran Italia, namun aku lupa daerah mana itu. Meja kami dikelilingi oleh lilin dan telah tersaji makanan yang aku sukai tanpa aku memesannya terlebih dahulu. Ia memperlakukanku sangat berbeda hari itu.Pada akhirnya, ia mengajakku ke tempat yang aku tidak dapat menolaknya. Meskipun waktu sudah menunjukkan cukup malam, aku tidak diperbolehkan untuk pulang. Ia berjanji ia akan mengantarkanku pulang setelah aku mengetahui kejutan yang telah ia siapkan. Aku mengikuti keinginnannya sebagai tanda terimakasih atas apa yang ia berikan dan siapkan untukku. Kami melewati jalan yang benar-benar sepi dan gelap, namun suara lagu dari radiolah yang membuatku tetap tenang, berpikiran bahwa semua akan berjalan dengan baik-baik saja. Dan tentunya karena Lyon ada disampingku. Terdengar menyedihkan bukan?" Lanjutku membuat Louis meraih tanganku. Ia tidak pernah lepas dari mataku meskipun aku selalu menghindari tatapan matanya, menutupi apa yang aku rasakan karena mengulang kejadian itu.

"Aku hanya menatap keluar jendela, memang tidak ada kehidupan yang aku lihat namun rasanya aku telah hidup dan lebih hidup lagi malam itu. Aku menyadari sebuah tempat yang hanya diterangi dengan lampu neon berwarna merah, membentuk nama tempat itu, tapi aku tidak memiliki waktu untuk menerka maksud dari tulisan tersebut. Aku tidak keluar dari mobil sampai Lyon membukakan pintu. Bukan ingin menjadi putri, tapi aku mulai merasa tidak enak. Namun Lyon menyadari itu dan menenangkanku. Tempat itu membuatku tidak nyaman. Banyak perempuan yang tidak memakai pakaian, seperti hanya seutas benang yang menutupi tubuh mereka. Lyon tampak tenang, seperti semuanya normal dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Lyon berbicara dengan orang yang tidak aku kenal ditengah kencangnya suara musik, ia jelas lebih tinggi dibanding Lyon dan postur tubuhnya lebih besar pula. Ia sempat menatapku cukup lama dengan tatapan yang membuatku tidak nyaman sebelum berjalan yang Lyon dan aku ikuti. Tangan Lyon tidak pernah lepas dari gengamanku. Ia menatapku saat tanganku mulai gemetar, lalu mencium keningku dan membuatku masuk keruangan itu. Dengan mata kepalaku sendiri, aku melihatnya menerima begitu banyak uang. Aku ditinggal olehnya bersama laki-laki itu, yang mengantar kami keruang itu. Aku tau ini hal yang buruk. Aku mulai panik dan memberontak, meneriaki namanya tidak perduli dengan keadaan. Kamu tau bagaimana rasanya dijual begitu saja tanpa mengetahui dimana dirimu berada? Rasanya aku ingin mengakhiri hidupku begitu saja, Lou. Orang yang aku sayangi menjualku."

"Lalu, apa yang terjadi, Adriana?" Tanya Louis dengan suaranya yang kecil. Ia membuatku menatap matanya, membangunkanku agar tidak bermimpi buruk.

"Aku dipaksa untuk melepas bajuku, aku dipaksa untuk melayani keinginan laki-laki tua itu. Aku sudah memberontak Lou, namun aku tidak tau apa yang harus aku lakukan untuk pergi dari tempat itu. Seluruh hal yang ia lakukan padaku hanya membuatku ingin mengakhiri hidupku. Aku ditampar untuk kesekian kalinya karena menolak apa yang ia perintahkan. Tenagaku telah habis untuk memberontak Lou, aku tidak bisa mengabari siapapun. Tidak ada benang lagi ditubuhku. Dan aku tidak bisa merasakan apapun. Yang aku lihat seperti berputar. Rasanya seperti mimpi namun nyata. Setelah beberapa lama yang aku rasa seperti seumur hidupku, Lyon muncul. Menyuruh orang yang aku tidak pernah ingin temui lagi untuk pergi dari diriku karena waktu yang telah mereka janjikan telah selesai. Lyon menyuruhku untuk memakai pakaian dengan cepat, jika tidak, ia akan melakukan hal yang sama padaku." Jelasku lagi sambil menarik nafas. Bulir-bulir air mataku hampir keluar, namun jari telunjuk Louis menahannya di sisi mataku secara bergantian.

"Maaf atas semua yang telah terjadi, Ady. Aku pikir Lyon tidak separah itu." Ucap Louis dengan suaranya yang sedikit bergetar.

"Aku tidak tau mengapa Lyon begitu. Ia seperti tidak bersalah, ia menggenggam tanganku, yang aku tolak secara mentah-mentah, dan mengantarkanku pulang. Keadaan di mobil yang hening membuat kemarahanku memuncak, namun aku tidak bisa apa-apa. Rasanya aku ingin menabrakkan mobil yang kami tumpangi agar nyawa kami terenggut begitu saja. Yang menguatkanku hanyalah pikiran akan Ibu dan Harry. Perjalanan yang aku pikir cukup lama, tidak terasa karena pikiranku sudah kacau namun aku tidak dapat menariknya lagi. Lyon memberhentikan mobilnya didepan rumahku, tangannya menyentuh pahaku yang aku balas dengan menamparnya dan berteriak padanya. Ia membekam mulutku karena aku terus memakinya sampai Ibu membuka pintu mobil dan aku tidak sadarkan diri."

"Oh Adriana, bagaimana bisa hal itu terjadi padamu? Cerita yang menyebar disekolah tidak membuktikan bahwa Lyon salah. Harusnya kamu bertindak mengenai hal itu, Adriana." Ungkap Louis dengan dahinya yang bertautan. Aku menggeleng kecil.

"Yang aku ketahui, saat aku terbangun, Harry duduk disamping tempat tidurku namun aku tidak dapat merasakan tubuhku. Aku tidak banyak bicara, kehilangan selera makan, dan tidak keluar kamar. Setelah beberapa hari aku tau bahwa, Lyon mengatakan kami berdua putus dan aku tidak dapat menerimanya sehingga jalan terbaik yang ia lakukan adalah membuatku tidak sadar. Aku tidak menceritakan hal ini pada Harry atau Ibu namun Ibu merasakan bahwa aku menutupi sesuatu darinya karena aku tidak berbicara banyak padanya. Lalu aku menceritakannya. Aku tau Ibu menangis saat itu dan tentunya ia menceritakannya pada Harry. Yang aku baru ketahui kemarin bahwa Harry mengancam Lyon soal hal ini, namun Harry tidak memberitauku." Ucapku mengakhiri ceritaku.

"Tidak ada yang mengetahui soal ini sampai Harry memberi perhitungan pada Lyon ditengah keramaian. Ia sempat mengatakan beberapa hal seperti Lyon tidak memiliki hati terutama otak, menjual gadis yang menyayanginya hanya untuk kepentingannya, dan berbohong menutupi segalanya. Suara Harry memang menarik perhatian, membuat para murid berkumpul melihat Lyon yang tidak banyak bicara. Ia akan melaporkan pada kepala sekolah jika Lyon berani menyentuh siapapun gadis yang ia kenal. Maka dari itu, Lyon sudah jarang masuk sekolah dan meluangkan waktunya bersamaku dan yang lainnya." Jelas Louis membuatku merasa bersalah atas keegoisanku yang selalu menginginkan Harry untuk jujur padaku.





Long chapter yay! Hope you guys surprise whats Ady have been through. Ady's mini dress on multimedia. Vote and comment xx

3 December 2016, 09:00 AM


Lovable // h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang