Keesokan harinya sebelum masuk ke kelas, Nata menyempatkan diri untuk pergi ke kelas Aufa. Sesampainya disana, iapun melongok lewat pintu kelas XI IPS 1 yang sedikit terbuka
"Aufa mana ya? Kayaknya dia belum dateng deh.." Baru saja Nata hendak membalikkan tubuhnya, tak sengaja ia menabrak sesosok laki-laki tinggi. Bagaimana tidak, ia hanya terbentur pada leher laki-laki itu. Nata meringis sembari mengusap kening putihnya
"Maaf gua gak sengaja. Gapapa kan?" Laki-laki itu meundukkan kepalanya untuk melihat wajah Nata
"Iya gapapa tadi gue yang gak hati-hati" Balas Nata mencoba tersenyum, laki-laki itu mengangguk pelan
"Kayaknya lo lagi nyari orang ya? Aufa?" Tebaknya. Gantian Nata yang mengangguk
"Minggir kali Rain orang juga mau masuk" Usir Tian sambil menggeser tubuh Rain karena ia dan Nata berdiri di depan pintu. Sontak mereka berdua bergeser
"Yeee santai kali. Eh, nama lo siapa? Nanti biar gua sampein ke Aufa kalo temennya nyariin" Tanya Rain, dengan sedikit beralasan mengatas namakan temannya agar bisa berkenalan
"Aufa juga udah tau kok gue nyariin dia. Kalo gitu gue duluan ya, permisi" Jawab Nata tanpa menjawab pertanyaan Rain, dan gadis itu berlalu meninggalkan Rain yang masih berdiri ditempatnya
***
PRANG!!!
"Saya gak suka ya kamu pulang sama laki-laki itu!" Bentak Arief setelah memecahkan piring ke lantai
"Aku harus bilang berapa kali mas kalo dia teman rekan kerjaku. Aku ada bisnis saham, hanya itu" Jelas Dian dengan suara tertahan, takut bahwa putra semata wayangnya mendengar pertikaian mereka. Tanpa ia sadari bahwa anak kesayangannya sudah mendengar semuanya dari atas kamar dilantai 2
"Halah. Bohong kamu. Kalo rekan kerja kenapa dia hanya akrab dengan kamu?!" Hampir saja Arief ingin menampar wajah istrinya sebelum tiba-tiba seorang laki-laki berumur 18 tahun meneriakinya
"Papa!!!" Pekiknya sambil berlari menahan tamparan yang hampir melayang. Tangan Arief tertahan dan ia hempaskan dengan kasar
"Kamu gak ngerti permasalahannya Dir!" Bentar lelaki itu dan setelahnya ia berlalu meninggalkan ruang makan yang dipenuhi dengan suasana amarah dan kecewa
"Mama gapapa kan?" Tanya Dira sambil mengusap rambut hitam mamanya, wanita itu tersenyum sambil menahan air mata yang hampir terjatuh
"Gapapa Dir, mama baik-baik aja" Dira tahu mamanya berbohong. Ia menahan emosi yang sudah sampai dikerongkongannya
"Ayo mama duduk dulu Dira buatin teh anget" Wanita paruh baya itu menggeleng sambil tersenyum
"Gak usah nak, udah kamu berangkat aja. Biar si mbok yang buatkan teh untuk mama" Kilah Dian sembari duduk di kursi makan. Dira terdiam menatap wajah mamanya. Ia bahkan tak mengerti apa masalah yang sedang terjadi di keluarganya
"Ayo kamu berangkat, udah hampir telat nanti kamu dihukum lagi" Perintah Dian lembut sambil mengusap dahi Dira. Laki-laki itu akhrinya menurut, ia melirik jamnya yang sudah menunjukkan pukul 06.55
"Kalo ada apa-apa mama telfon Dira. Dira pamit dulu, mama baik-baik dirumah" Dirapun menyalimi tangan mamanya dengan perasaan tak karuan. Ia berjalan mendekati garasi dan setelah itu berlalu menggunakan motor merahnya. Dian menatap kepergian Dira dengan seulas senyum untuk menutupi sakit hatinya
***
Bel istirahat berbunyi, murid-murid berhamburan keluar kelas menuju kantin dan lapangan. Meluapkan beban pikiran yang melanda akibat pelajaran yang baru saja dicerna. Begitu juga dengan Nata, Andine dan Amoy yang sedang merapihkan buku-buku pelajaran pertama tadi
KAMU SEDANG MEMBACA
Could It Be?
Teen FictionDikelilingi dengan orang-orang yang menyayangi Natasya, kadang membuatnya tidak mengerti dengan apa yang harus dia lakukan. Namun dari sekian banyak pilihan, akankah Natasya menemukan yang terbaik?