6

129 11 0
                                    

Keesokan harinya, seperti biasa siswa-siswi dan para pekerja melakukan aktivitas seperti biasanya. Tak kan berhenti begitu sampai hari Minggu datang menyambut. Sama halnya dengan murid-murid SMA Venus yang mengikuti jam pelajaran pada hari ini.

Waktu terus berputar, seakan sangat lama jika pelajaran sedang berlangsung. Suasana SMA Venus pagi ini sangat sepi, tak ada jam kosong. Namun dapat dipastikan dalam beberapa menit lagi akan berbeda 100% karena jam istirahat sudah menanti. Cuaca berbeda dari hari kemarin, hari ini awan putih berubah menjadi kelabu, matahari tak menampakkan sinarnya, namun hujan tak kunjung turun. Semilir angin ikut melengkapi sejuknya Yogya hari ini. Daun-daun berguguran dari tangkainya seakan ingin bermain mengikuti angin menuju awan untuk memanggil hujan agar turun dan menyudahi gelapnya awan kelabu

"Rain" Panggil Aufa pelan sambil menyenggol sikut Rain yang sedang sibuk menatap ke luar jendela, berkhayal bahwa dia ingin berada di sana

"Hah?" Jawab laki-laki itu tanpa menoleh ke arah Aufa yang sedang melirik takut-takut pada sebuah arah di sebrang sana. Mereka berdua duduk dibarisan kedua paling belakang dengan jendela yang transparan memberi pemandangan lapangan basket yang luas

"Rain" Aufa mengulang panggilannya masih sama dengan volume yang pertama

"Apaan sih Fa?" Kesal laki-laki itu dengan alis mengernyit. Kali ini Rain menoleh ke arah temannya yang kini sibuk menulis catatan dipapan tulis

"Kayaknya lu punya mata-mata baru deh" Ucap Aufa dengan mata yang masih fokus pada papan tulis dan bukunya secara bergantian. Rain tambah mengernyitkan alis tebalnya namun kali ini ekspresinya ikut terperangah dengan ucapan Aufa barusan

"Ngomong apaan sih lu?" Ia benar-benar tidak mengerti kemana arah sahabatnya ini bicara. Siapa pula yang menjadi mata-mata untuk dirinya? Dia kan bukan buronan?

"Tuh, si Ara daritadi ngeliatin lu mulu. Coba deh lu liatin balik, mungkin kalian perlu bicara" Canda Aufa sambil sedikit terkekeh, Rain memukul kepala sahabatnya. Kemudian sekilas melihat Ara yang memang sedang menatapnya sesekali sambil berpura-pura memerhatikan papan tulis agar Rain tidak menyadari hal itu. Bagaimana tidak sadar? Ia duduk di sebrang satu baris lebih awal dari Rain, jadi pasti saat dia berkali-kali menoleh Aufa atau Rain pasti menyadarinya

Bersamaan dengan tatapan Ara dan Rain yang sempat bertemu, bel istirahat pun berdentang nyaring. Murid-murid langsung bersorak-sorai dan segera keluar dari kelas. Sama halnya dengan Rain yang langsung bangkit dari kursi dan berlari meninggalkan kelas, bahkan ia meninggalkan Aufa yang masih merenggangkan tangannya yang pegal akibat menulis catatan dipapan tulis. Padahal guru yang mengajar belum keluar dari kelas, baru merapihkan kertas-kertas dimejanya. Untungnya beliau baik, jadi ia hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak muridnya. Baru saja Aufa ingin keluar menyusul teman-temannya, langkah kakinya terhalang oleh Ara dan Vika yang sudah mendatangi tempat duduknya

"Fa, gue mau ngomong sama lo. Mumpung temen lo gak ada dikelas" Ara memulai percakapan sambil melirik kursi Rain yang kosong, Vika hanya mengangguk-angguk mengiyakan ucapan Ara barusan. Ingin rasanya Aufa tertawa melihat 2 perempuan yang ada dihadapannya sekarang. Mukanya sangat misterius namun juga ada sirat ketakutan kalau saja tiba-tiba Rain masuk kelas

"Ya ini kan udah ngomong Ra, ada apaan sih?" Tanya Aufa yang sudah kembali duduk di kursinya. Kemudian Ara dan Vika duduk dibarisan depan kursi Rain dan Aufa sambil menghadap ke belakang. Mereka saling melirik satu sama lain. Aufa yang melihatnya hanya terdiam sambil pura-pura cuek

"Please, Fa. Bantuin gue. Lo udah tau semuanya kan waktu di rumah Dio? Gue gak bisa kayak gini terus sama temen lo, Fa" Kini Ara memohon sambil menelengkupkan kedua tangannya. Wajahnya penuh kekhawatiran. Sebenarnya Ara cantik, beberapa laki-laki pun sudah menyatakan cinta padanya. Namun yang ia inginkan hanya Rain, dan laki-laki itu malah memilih Nata untuk diperjuangkan, dan tak perlu dipungkiri, Ara juga merasa ada sesuatu yang berbeda saat ia melihat Nata. Mungkin gadis itu punya aura tersendiri, inner beauty nya sangat kuat saat orang-orang melihatnya

Could It Be?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang