Aaro melambaikan tangan pada Feyta yang melenggang dengan motor matic kesayangannya. Ia pun segera menghampiri motornya yang terparkir tepat di depan kafe.
Sebenarnya tak ada tujuan khusus saat ia menemui Feyta tadi. Aaro hanya ingin makan siang dengan gadis itu.
Masih terlintas wajah Feyta yang akhir-akhir ini penuh senyum. Tak begitu penuh, hanya saja agak berbeda dengan Feyta yang pertama ia lihat beberapa minggu lalu. Nyaris dingin tanpa bisa tersentuh. Sementara sekarang, gadis itu mulai menghangat. Persis seperti perapian di musim dingin.
Aaro tersenyum. Ia melirik jam tangannya. Sudah hampir pukul 2 siang. Ia ada janji 2 jam lagi dengan Tiara. Masih lama, hanya saja ia ada urusan sebelumnya. Lebih baik segera selesaikan sebelum waktu bertemu Tiara tiba.
=====
Tiara menyambar tas sekolahnya. Ia terlampau semangat untuk pulang. Mengingat janjinya dengan Aaro di sebuah kafe sore ini. Tak sabar untuk melihat wajah pangeran berkuda putihnya.
Gadis itu berjalan riang keluar dari gerbang sekolah. Lalu masuk ke dalam mobil yang sudah sangat setia menunggunya dari beberapa menit yang lalu.
"Langsung pulang ya, Pak." Sang supir hanya mengangguk tanda mengerti. Ia tersenyum melihat anak bungsu majikannya terlihat sangat ceria kali ini.
Tadi pagi, saat ia mengantar Tiara berangkat sekolah, gadis itu masih cemberut dan raut wajahnya sangat keruh. Tapi sekarang, nona-nya itu sangat bahagia sekali. Senyum pun tak terlepas sedikit pun dari wajahnya. Seolah menempel permanen di sana.Sampai di rumah, sang mama pun heran dengan si bungsu yang mendadak berganti suasana hatinya. Tapi ia bahagia melihat gadis kecilnya bahagia, entah apa pun alasannya.
"Ma, Tiara pergi dulu, ya," pamit Tiara setelah ia mandi dan berganti baju. Siap bertemu Aaro, pujaan hatinya.
"Lho, anak Mama mau ke mana lagi? Kan baru pulang, Sayang." Mama Tiara mengerutkan wajahnya bingung.
"Mau ketemu sama Kak Aaro, Mama." Tiara masih saja tersenyum.
"Udah baikan ceritanya?" goda Mamanya. Tiara tertawa senang.
"Ya ... gitu, deh. Udah ah, Ma. Aku jalan dulu, ya. Dadaaah."
Sang Mama hanya menggeleng melihat kelakuan putrinya. Sebentar sedih, nangis, ngambek. Sebentar kemudian tertawa dan bahagia.
"Hati-hati, Ra!" teriak Mamanya.
Tiara kembali duduk di kursi belakang mobil. Dengan supir yang setia mengantarnya ke mana pun ia ingin pergi. Dan kali ini akan mengantarkan ia bertemu Aaro.Gadis belia itu duduk dengan gelisah di kursinya. Benar-benar tak sabar bertemu dengan pemuda tampan yang membuat ia merasakan berbagai macam perasaan. Bahkan ketar-ketir ketika pemuda itu mulai tak selalu ada untuknya. Ia sudah bertekad untuk membuat Aaro nyaman di sisinya.
Sebuah kafe dengan desain modern dan minimalis menjadi tempatnya dan Aaro sering bertemu dulu. Ketika Aaro dan teman satu band-nya masih sering mengisi acara di sana. Tempat pertama ia melihat dan mengenal Aaro. Dan menjadi salah satu tempat favorit karena perasaannya bermula di sana.
Segelas strawberry smoothies menemaninya menunggu. Ia berusaha mengikis waktu dengan bermain game di ponsel pintarnya. Hingga suara yang menyejukkan hatinya terdengar menyapa.
"Hai, Ra." Tiara mendongak. Mendapati Aaro yang memang selalu terlihat tampan di matanya tengah tersenyum.
Menarik kursi di hadapan Tiara dan duduk dengan tenang."Udah lama?" tanya Aaro. Tiara menggeleng sedikit heboh. Membuat Aaro tertawa kecil. Adik kecilnya terlihat lucu sekali.
Adik kecil. Ya, Aaro datang menemui Tiara untuk menegaskan perasaannya pada gadis yang sudah ia anggap adiknya sendiri itu. Tak ingin hubungan mereka renggang karena masalah sepele seperti ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fate
RomanceTakdirmu sudah ditentukan. Bahkan sebelum kau lahir. Dan ketika takdir itu datang, kau tak akan bisa mengelak.