Sialan. Sialan. Sialan. Kata kata itu tak henti hentinya keluar dari mulut Nara. Mana cowok itu? Nara menunggu hampir setengah jam tapi Seno tak kunjung menampilkan batang hidungnya.
Suara bel membuat mata Nara memicing, moodnya untuk jalan berdua dengan Seno hilang sudah.
Nara berjalan kearah pintu dan membukanya dengan wajah asem abis.
"Ngapain lo?" Nara mencebikkan bibirnya, sedangkan Seno hanya terkekeh melihat kejengkelan di wajah gadis ini.
"Oke oke, gue tau gue telat" Seno memasang senyum termanisnya, sedangkan ekspresi Nara masih terlihat sangat kesal.
"Gue jadi males keluar sama lo, pergi aja gih" Nara hendak menutup pintu tapi sebuah tangan menahannya dengan cekatan.
"Seenggaknya ijinin gue masuk kali" Lakilaki berkaos putih polos dengan dibalut jacket cokelatnya hanya bisa menampilkan wajah memohon, "Hargain usaha gue yang udah dateng ke sini"
Mau tak mau Nara melebarkan pintu rumahnya, memasuki rumah diikuti Seno dibelakang.
Seno duduk di sofa tepat disamping Nara, sedangkan gadis itu malah mencibir menyebalkan, "Gue belom nyuruh lo duduk kali."
Sedangkan Seno mendekat, merapatkan tubuhnya dengan tubuh Nara, "Apa buat sayang sama lo juga gue harus minta ijin dulu?"
Tubuh Nara meremang, merasakan jika wajahnya dengan wajah Seno begitu dekat. Apa apaan lakilaki kurang ajar ini?
"Merah tuh pipi lo" Seno sedikit menjauh, memberi jarak agar Nara bisa bernafas, karena Seno berani bertaruh jika tadi itu Nara menahan napasnya.
"Lo tuh ya" Nara memukul mukul bahu Seno. Apa dia tidak ada kegiatan lagi selain menggodanya?
Seno tertawa dan berusaha menghindar dari pukulan Nara yang lumayan. Lumayan sakit.
Apa buat sayang sama lo juga gue harus minta ijin dulu?
Nara tersenyum diam diam.
"Lo tau gak kenapa sekarang jarang ada bintang?" Seno menatap Nara jahil.
"Karena bintangnya ada dimata gue" Nara tertawa dengan begitu keras, sedangkan Seno memandang bingung kearah Nara.
"Karena cuaca lagi mendung" Nara menghentikan tawanya. Memandang Seno dengan tatapan murka. "Sialan" Nara kembali memukul Seno dengan lebih brutal. Jujur, pukulan Nara cukup membahayakan.
Seno menggenggam kedua pergelangan tangan Nara, mencoba menghentikan pukulan gadis ini, mau tak mau posisi keduanya saling berhadapan dengan tangan Nara digenggam erat oleh Seno.
Seno memandang lekat wajah Nara. Sama halnya dengan gadis ini, ia memandang Seno dengan pipi memerah.
Lakilaki ini mendekatkan wajahnya kearah Wajah Nara. Membuat mata gadis itu terpejam dengan sendirinya, "Ngapain lo merem?" Seketika mata Nara terbuka, lagi lagi Seno membuatnya malu dalam waktu bersamaan.
Nara menarik tangannya, memalingkan wajahnya dari tatapan Seno. Nara tak habis pikir dengan cowok ini. Kenapa begitu menyebalkan?
"UDAH DEH LO PULANG AJA TAI" Nara berterik tepat di depan wajah Seno, membuat Seno tertawa terbahak bahak.
Ia menyukai ekspresi kesal gadis ini, sumpah serapah yang keluar dari mulutnya. Semuanya menyenangkan bagi Seno.
"Oke gue pulang" Seno bangkit dari duduknya. Kembali menatap Nara yang masih memasang wajah murkanya, "Nice Dream, Nay" Seketika wajah lembut dihadapannya membuat Nara terpaku. Mata sayunya menyiratkan ketulusan yang mau tak mau membuat Nara meletup bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow
RandomKetiga remaja tanggung ini dibingungkan dengan dua pilihan. Meninggalkan atau mempertahankan. Dan Seno memilih untuk meninggalkan, membuat kebijakan agar Tio dan Kenara bisa saling mempertahankan. Tapi dia melewatkan satu hal, jika Kenara sudah memi...