Chapter 3

113 7 3
                                    

Pada saat istirahat makan siang mereka berdua pun tidak sengaja bertemu dengan Matthew yang sedang makan siang di kantin. Matthew pun mengajak Elaine dan Joyce untuk bergabung bersamanya.

“Kau ingin makan apa, Elaine? Biar aku saja yang memesankannya.”

“Terserah saja.”

“Baiklah.”

Joyce pergi memesan makanan. Sementara itu Elaine duduk berdua bersama Matthew. Seperti biasa Elaine tidak berani menyapa pria terlebih dahulu. Jadi ia diam saja menunggu Matthew yang memulai pembicaraan.

“Hei, apa kau mau mencoba ini? Ini adalah roti isi buatanku sendiri.” Matthew menyodorkan kotak makanannya.

Elaine mengambil satu roti isi dan mulai memakannya.

“Bagaimana rasanya?”

“Enak sekali.”

“Kalau begitu besok aku akan membuatkan roti isi untukmu juga.”

“Terima kasih.”

Kemudan Joyce datang sambil membawa makanan. Elaine dan Joyce pun mulai menyantap makanan mereka sambil mengobrol bersama dengan Matthew.

“Bagaimana? Apa kau sudah tanyakan padanya?” ujar Joyce.

“Belum.” Jawab Elaine.

“Kau ini bagaimana sih? Tadi kau bilang kau sangat ingin bertemu dengan sahabatmu itu.”

“Memangnya apa yang ingin kau tanyakan padaku?” kata Matthew.

Tiba-tiba Bobby dan Marshall datang menghampiri Matthew. Seketika Elaine menghentikan suapannya saat melihat salah satu dari teman Matthew. ia rasa ia tidak perlu bertanya lagi karena jawabannya sudah ada di depan matanya. Tubuh Elaine menjadi kaku dan tidak sanggup mengucapkan kata-kata. Kini ia sudah ingat siapa nama sahabatnya itu.

“Marshall.” gumam Elaine.

“Apa? apa kau sudah mengingat namanya?” tanya Joyce.

Teman Matthew yang merasa namanya disebut pun menoleh ke arah Elaine.

“Aku rasa aku mengenalmu. Kau… kau Elaine kan?” ujar Marshall sambil mendekat ke arah Elaine.

Elaine memperhatikan wajah Marshall. ia tidak menyangka ia bisa bertemu dengan Marshall dan mereka juga bersekolah disekolah yang sama.

“Hei, apa kau mendengarku?” Marshall mendekati wajah Elaine.

“Ya, aku mendengarmu, eh, maksudnya ya, aku memang Elaine. Dan kau adalah Marshall Mathers kan?”

“Benar. Akhirnya kembali. Kemana saja kau selama ini?”

Elaine merasakan air matanya mulai menitik.

“Aku senang kau kembali. Jadi aku bisa melihat wajah bodohmu lagi.” Kata Marshall.

“Kau yang bodoh!” balas Elaine.

“Hahaha… maaf, maaf. Aku hanya bercanda. Sesungguhnya aku sangat merindukanmu.” Tiba-tiba Marshall memeluk Elaine.

“Lho, apa-apaan ini? Jadi kalian berdua sudah saling kenal?” Matthew kebingungan.

“Ya, dia adalah sahabat masa kecilku. Dulu kami sering bermain bersama, namun suatu hari ia tiba-tiba menghilang.”

“Maafkan aku, Marshall. Waktu itu aku tidak sempat memberitahumu.”

“Baiklah. Nanti sepulang sekolah temui aku di halaman belakang. Aku ingin mengobrol lebih banyak denganmu. Sekarang aku ingin ke kelas dulu. Bye.”

Second HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang