Chapter 12

53 7 2
                                    

Setelah pertemuan pertamanya dengan Matthew dan Jimmy, Jeannie pun menjadi rutin datang berkunjung ke rumah Matthew untuk sekedar mengantarkan kue ataupun berbincang dengan Matthew dan teman-temannya.



"Sungguh gadis yang manis." Ujar Zacky sambil menyantap kue yang dibawakan oleh Jeannie yang baru saja pulang kerumahnya.



"Bahkan terlalu manis. Mungkin ia terlalu banyak mencampurkan gula kedalam kuenya." Sambung Synyster.



"Aku senang dengan gadis itu. Karena dia selalu membawakan kita bermacam-macam kue yang enak." Kata Jimmy.



"Dasar usus karet. Padahal kan tadi kau sudah menghabiskan dua piring spageti." sahut Matthew.



"Dan salah satu spageti itu adalah milikku. Dia yang menghabiskannya." Johnny mendelik.



"Hahahaha, maafkan aku Johnny. Habisnya aku sangat lapar."



"Hei Matt, kenapa kau tidak dekati gadis itu? Sepertinya dia menyukaimu. Bukankah begitu teman-teman?" kata Synyster.



"Itu benar. Lebih baik kau bersama Jeannie dari pada terus menunggu seseorang yang belum tentu kembali." timpal Zacky.



Matthew menggeleng. "Tidak mau. Aku akan tetap menunggu Elaine sampai kapanpun."



"Inilah yang disebut cinta sejati. Tidak seperti kau yang selalu berganti-ganti pasangan, Syn." Ujar Jimmy.



"Memangnya kenapa? Itukan urusanku." Balas Syn.



"Dilihat dari bentuk tubuh, aku rasa tubuh Jeannie lebih bagus daripada Elaine. Elaine terlalu kurus sedangkan Jeannie lebih berisi. Jeannie juga lebih cantik. Jadi, Jeannie lebih cocok denganmu." Kata Zacky.



"Jaga bicaramu, Zacky. Aku tidak peduli tentang bentuk tubuh ataupun kecantikannya. Aku mencintainya dengan tulus dari lubuk hatiku yang terdalam. Jadi jangan coba-coba untuk membanding-bandingkannya dengan orang lain seperti itu." gertak Matt.



"Wow, ada yang sensitif. Santai saja, kawan. Jangan terbawa emosi. Aku kan hanya menyarankan yang terbaik." Jawab Zacky.



"Maafkan aku. Aku hanya lelah. Aku tak bisa tidur. Rinduku pada Elaine telah diambang batas dan telah mencapai puncaknya. Aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi."



"Pastinya sangat sulit bagimu untuk berpisah lama dengannya. Tapi apa boleh buat? Kita tidak dapat melakukan apapun."



"Sudah hampir empat tahun kami tidak bertemu. Bertukar kabar pun tidak. Aku harap dia baik-baik saja dan suatu hari kita dapat bertemu kembali."



"Itu pasti, kawan. Kau jangan bersedih. Lebih baik sekarang kita berlatih untuk konser kita minggu depan. Bagaimana?" ajak Syn.



"Ide bagus. Ayo,"

Mereka pun bersiap berlatih band. Masing-masing dari mereka pun mulai sibuk sendiri. Johnny sedang menyetem gitar bassnya, Jimmy sedang mengatur posisi drumnya, Syn sedang menyesuaikan nada gitarnya dengan gitar Zacky, sedangkan Matthew sibuk membetulkan kabel yang kusut. Namun tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu rumah mereka. Jimmy berdiri dari kursinya dan membukakan pintu untuk orang yang datang. Ternyata yang datanng adalah Larry, manager mereka.

"Hai Larry. Ada apa?" tanya Jimmy.



"Hai Jimmy. Bisakah aku berbicara dengan kau dan teman-temanmu sekarang?"



"Tentu. Kebetulan kami semua sedang berkumpul. Masuklah, Larry."



Matthew dan teman-temannya pun mengobrol dengan Larry di ruang tamu. Mereka sedang berbicara tentang konser mereka yang dimajukan menjadi minggu ini.



"Kenapa bisa begitu? Bukankah kau bilang konsernya akan dilaksanakan minggu depan?" ujar Synyster



"Aku tidak tahu. Ketua panitia konser yang mengatakannya padaku." Jawab Larry.



"Sekarang adalah hari kamis, berarti hanya ada dua hari bagi kita untuk berlatih."



"Ayolah kawan, kalian adalah band papan atas yang setiap personilnya mempunyai bakat musik yang hebat. Kalian profesional. Pasti kalian akan bisa tampil bagus walau hanya dua hari berlatih." Kata Larry



"Yah, kuharap kita akan berhasil. Jangan sampai tragedi konser di kota New York kemarin terulang lagi." Balas Matthew.



"Tragedi yang mana?" tanya Jimmy.



"Aku yakin kita semua tak akan pernah lupa tragedi itu." Matthew mengulum senyum.



"Oh, aku ingat! Pada saat itu Synyster terjatuh di atas panggung karena tersandung kabel gitarnya sendiri, lalu setelah itu ia marah-marah kepada panitia penyelenggara konser karena panggungnya tidak aman. Hahahaha, itu lucu sekali." Jimmy tertawa-tawa.



Wajah Synyster memerah. "Kenapa kau malah tertawa? Itu adalah tragedi yang memalukan!"



"Tapi itu lucu bagiku! Hahahaha..."



"Jim, kau tidak boleh mentertawakan temanmu seperti itu." Ujar Zacky. "Karena seharusnya tawamu lebih keras. Hahahahahaha..."



Zacky dan teman-temannya yang lain ikut tertawa mengingat tragedi itu. Sementara itu Synyster mendengus kesal dan pergi meninggalkan ruang tamu dan berjalan menuju studio musik.



"Hei Syn, kau mau kemana? Apa kau marah padaku? Hahahaha..." ujar Jimmy.



Syn tidak menjawab pertanyaan Jimmy dan terus saja berjalan menuju studio musik sambil mengacungkan jari tengahnya kepada teman-temannya. Setelah itu Matthew dan teman-temannya ikut menyusul Synyster dan mereka pun mulai berlatih band bersama.



Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Konser pun berlangsung sangat meriah dan lancar. Seusai konser Matthew dan teman-temannya duduk-duduk di belakang panggung sambil mengobrol. Tak lama kemudian segerombolan penggemar mereka datang mengerubungi. Mereka sampai kewalahan menghadapi penggemar mereka yang ingin meminta foto bersama, ataupun tanda tangan.

Matthew yang merasa sesak dan kepanasan karena dikerubungi penggemar pun pelan-pelan pergi menjauh dari situ. Bukan karena ia tidak mau bertemu dengan penggemarnya, tapi Matthew benar-benar merasa sesak dan panas. Ia pergi menghampiri panitia konser untuk meminta minum. Matthew pun kembali sambil membawa satu krat bir ditangannya. Namun tiba-tiba ada seorang gadis yang melintas didepannya. Gadis itu terlihat sangat terburu-buru sehingga ia menabrak Matthew dan menyebabkan satu krat bir yang dibawa Matthew terjatuh dan menimpa jempol kaki Matthew.



"Aw, aw, kakiku! Aw, sakit sekali," pekik Matthew seraya memegangi jempol kakinya yang sakit.



"M-maafkan aku, tuan. Aku benar-benar minta maaf." Ujar gadis itu.



Matthew terdiam saat medengar suara gadis itu. Itu adalah suara perempuan yang sudah lama ingin ditemuinya. Matt berharap dugaannya itu benar. Ia menengadahkan kepalanya dan menatap gadis itu. Matthew langsung bangkit tanpa mempesulikan jempol kakinya yang masih sakit.



"Akhirnya kau kembali! Kau benar-benar Elaine, kan? Iya kan? Katakanlah bahwa aku tidak salah orang."



"Ya, aku memang benar Elaine. Tapi kau ini siapa? Aku bahkan tidak mengenalmu."



"Kau tidak mengenaliku? Aku adalah Matthew. Dulu kita satu sekolah kan?"



Gadis itu menatap Matt dari ujung kaki hingga ujung kepala.



"Astaga Matt! Maaf aku tidak mengenalimu karena penampilanmu berubah. Matt, aku sangat merindukanmu." Elaine memeluk Matthew.



Pantas saja Elaine tidak mengenalinya karena Matthew belum memotong rambutnya yang kini panjang sebahu dan juga kini ia memiliki banyak tato dibagian tubuhnya. Elaine hampir saja mengira Matthew adalah preman pelabuhan.



"Tampangmu sangat menyeramkan sehingga aku tidak berpikir bahwa itu kau." Kata Elaine.



"Menyeramkan apanya? Ini keren!"


Second HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang