Chapter 10

60 6 0
                                    

Elaine masih teringat dengan wajah sedih Matthew yang tidak ingin ia pergi. Hanya tersisa sedikit waktu untuk bisa bersama-sama dengan Matthew. Hari ini Elaine tidak pergi ke sekolah. Orang tuanya sudah membuat surat keterangan pindah sekoah dan kini mereka sedang sibuk mengemasi barang-barang mereka. Sementara itu Elaine memilih untuk mengurung diri di kamarnya. Ia sama sekali belum mengemasi barang-barangnya. Elaine hanya duduk di meja belajarnya sambil membuka-buka buku komiknya.

"Aku tidak mau berpisah denganmu, Elaine."

Kata-kata itu masih terdengar jelas di telinganya. Elaine teringat dengan Matthew yang biasanya selalu berada di sampingnya, makan siang bersama di kantin, dan pulang sekolah bersama-sama. Tapi semua itu hanya tinggal kenangan.

"Elaine."

Tiba-tiba ibu muncul tepat di depan pintu kamar Elaine. Elaine hanya menoleh sesaat kemudian kembali asyik dengan komik-komiknya.

"Harusnya ibu mengetuk pintunya dulu."

"Sepertinya sudah, tapi kau tidak mendengarnya."

Ibu berjalan menghampiri Elaine yang tidak mau bergerak dari posisinya.

"Ibu tahu bagaimana perasaanmu, sayang. Tapi kita tetap harus melakukan ini." ibu membelai rambut panjang Elaine.

"Kalian semua egois dan tidak pernah memikirkan perasaanku." balas Elaine.

"Kau salah! Kenyataannya ayah selalu memikirkanmu. Ia berusaha mengembangkan bisnisnya karena beliau ingin kelak kau yang akan menggantikan pekerjaannya. Ayah ingin kau melanjutkan sekolahmu hingga kepeguruan tinggi. Itulah yang sering beliau katakan padaku." celetuk Raymond.

"B-benarkah?"

"Itu benar, Elaine. Oleh karena itu, kau harus ikut pindah bersama kami."

Elaine jadi merasa bersalah dengan ayahnya karena sudah membantah perkataannya. Ia pun akhirnya ikut pindah ke Jepang bersama keluarganya walau ia harus meninggalkan Matthew dan semua teman-temannya di Amerika.

Sementara itu di sekolah Matthew sedang duduk sendirian di pinggir lapangan basket. Merasa kesepian ditengah keramaian karena tidak ada Elaine disebelahnya. Matthew sangat takut jika nanti jika Elaine pergi, ia tidak akan kembali lagi. Matt tidak ingin itu terjadi.

"Tapi aku tidak punya hak untuk melarangnya. Lagi pula, aku ini siapa?"

Matthew beranjak dari kursi dan merebut bola basket dari teman-temannya yang sedang bermain. Ia berpikir mungkin dengan bermain basket dapat membuatnya lupa dengan rasa sedihnya.

***

Barang-barang Elaine dan keluarganya sudah selesai dikemasi. Mereka hanya perlu menunggu hari keberangkatan mereka ke Jepang. Namun malam harinya saat Elaine sedang asik mendengarkan musik di kamarnya tiba-tiba ia melihat siluet pria yang muncul tepat di depan jendela kamarnya. Hal itu tentu saja membuat Elaine terkejut. Apalagi saat orang itu mulai mengetuk kaca jendelanya. Elaine bangkit dari tempat tidurnya untuk melihat dengan jelas siapa yang ada di depan jendela. Dengan takut-takut Elaine menyibakkan tirai jendela dan melihat Matthew ada di luar jendelanya.

"Matt, apa yang kau lakukan di depan jendelaku?" tanya Elaine. Ia merasa sedikit lega karena siluet tadi itu bukanlah hantu.

Matthew hanya tersenyum sambil melompat masuk kedalam kamar Elaine.

"Maaf aku memakai cara ini. Habisnya rumahmu terlihat sangat gelap sekali dan hanya lampu dikamarmu saja yang menyala, jadi aku memutuskan untuk masuk melalui jendelamu." ujar Matthew.

Second HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang