CHANGE YOUR MIRROR!

17.6K 2.3K 296
                                    

Jika teman-teman menyukai cerita ini, atau ceritaku yang lain, mohon dukung saya dengan membeli satu atau dua atau lebih bukuku. Hanya dengan begitu aku akan bisa tetap menulis di sini, atau tempat lain, blogku misalnya, yang bisa dibaca gratis. Hasil penjualan buku akan kugunakan sebaik-baiknya untuk modal menulis cerita baru lagi. Aku akan bisa membeli buku-buku untuk riset pustaka, melakukan riset lain dan sebagainya yang diperlukan untuk menulis buku.

Sudah saatnya kita berhenti berpikir bahwa menulis itu nggak memerlukan modal uang. Atau menulis hanya pelu modal imajinasi. Salah besar.Ada biaya yang kukeluarkan untuk meriset cerita ini. Semua hanya mungkin jika teman-teman membeli salah satu atau salah dua bukuku.

Penulis bukan orang kaya. Penulis adalah orang biasa. Jadi, pembelian satu buku akan sangat berarti bagiku. E-book bukuku tersedia di Google Playstore. Buku cetak bisa beli di toko buku. tokoku di Bukalapak, Shopee, dan Tokopedia. Lebih lanjut silakan chat denganku di WhatsApp 0895603879876. Kecuali Geek Play Love dan The Danish Boss, aku jual mulai 10 Agustus nanti.

Thank you very much :)

***

Saved by the bell.

Ponsel Vara berbunyi dan Vara punya alasan untuk melepaskan diri.

Vara menerima panggilan sambil melirik Darwin yang kini sibuk membolak-balik novel yang tadi dibawakan Vara. "Halo...."

"Sibuk, Var?" Suara Mahir terdengar di telinga Vara.

Vara tidak menjawab. Setelah hatinya jungkir-balik karena bertatapan dengan Darwin sesaat tadi, suara Mahir terasa hambar sekali di telinganya.

"Ada waktu malam ini? Besok aku mau berangkat ke Makassar, aku relocating ke sana.  Kalau kamu ada waktu ... aku mau ngomongin semua yang terjadi di antara kita."

"Sekarang? Di mana?" Ah, ternyata ini alasan Mahir rajin mengajaknya ketemu. Karena tidak ingin pergi sambil membawa beban?

"Kamu di mana? Biar kujemput."

"Rumah Sakit Islam."

"Siapa yang sakit?"

"Temen."

"Oh, ya sudah kalau kamu sudah mau selesai WhatsApp aku saja."

"Sekarang aja. Biar nggak kemalaman." Vara memutuskan.

"Mau menemuinya?" tanya Darwin begitu Vara mengakhiri panggilan.

Vara kembali merasakan Darwin memandangnya dengan tatapan mata yang sama. Penuh cinta. Mungkin dia berhalusinasi, Vara ingin mengetuk kepalanya sendiri.

"Temenku...."

"Namanya Mahir," potong Darwin. "Kalau aku memintamu untuk tidak menemuinya, apa kamu akan tetap pergi?"

Mendengar pertanyaan Darwin, Vara mematung di tempatnya berdiri.

"Jangan temui dia lagi." Kali ini Darwin mengatakan dengan tegas.

"Kenapa aku nggak boleh menemuinya?" Tidak ada orang yang bisa memerintahnya tanpa ada alasan yang masuk akal.

"Aku pernah berada di posisinya, Savara. Sama sepertinya. Aku melihat gadis yang kucintai menikah dengan laki-laki lain. Melupakan seseorang yang tidak bisa kita miliki sangat berat. Berat sekali. Aku perlu waktu lama untuk berdamai dengan semua itu."

Suara peluit tanda pertandingan dimulai lagi, setelah jeda paruh waktu, terdengar di ruang rawat Darwin.

"Kenapa kamu harus menyia-nyiakan waktu, untuk menunggu seseorang menyelesaikan semua masalahnya? Bagaimana kalau dia tidak bisa? Dia mungkin punya pikiran bodoh, dia masih berharap kepada Amia, terus memendam pikiran siapa tahu suatu saat nanti aku punya kesempatan lagi?"

SAVARA: YOU BELONG WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang