I DON'T NEED YOU

20.4K 2.7K 417
                                    

"Kamu bawa ini." Darwin menyerahkan anak kunci kepada Vara.

"Untuk apa?" Dahi Vara mengernyit.

"Kalau kamu perlu ke sini sewaktu-waktu, masuk saja, tidak harus menungguku."

"Oh...." Vara tidak tahu kalau level hubungan mereka akan meningkat tajam seperti ini. Belum lama mereka bersama, Darwin sudah berani menyerahkan kunci rumahnya kepada Vara. Sebesar itu Darwin mempercayainya.

"Aku mandi dulu ya. Kalau perlu minum, ada di dapur," pesan Darwin sebelum berlalu masuk ke kamarnya. "Tapi aku tidak punya makanan."

Vara menjatuhkan diri di sofa sambil menyalakan TV. Pilihannya berhenti pada acara talkshow membahas sprindik ketua DPR yang bocor ke media. Lima menit kemudian Vara mengaduk tasnya, mencari ponselnya yang berbunyi. Beberapa hari ini jarang ada pesan masuk di malam hari kecuali dari Darwin dan grup-grup yang diikutinya. Darwin tidak mungkin mengirim pesan, dia sedang di kamar mandi.

Weekend ngapain, Var?

Mahir. Tetap saja laki-laki itu rajin mengirim pesan. Sambil menyandarkan punggung di sofa—yang empuk dan nyaman sekali—Vara memikirkan akan membalas apa.

Ada acara kantor aja.

Setelah menulis sebaris pesan, Vara meletakkan ponselnya di meja. Bukankah dia sedang bersama Darwin? Tidak benar kalau malah berbalas WhatsApp dengan laki-laki lain. Vara menekan remote di tangannya, mencari lagi acara apa yang bisa ditonton dan menyimak sebentar breaking news mengenai operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap kepala daerah yang tersandung kasus suap. Benar-benar suram sekali masa depan negeri ini.

"Yang aku suka tiap habis bepergian dan sampai di rumah itu bisa BAB di jambanku sendiri." Darwin sudah selesai mandi dan duduk di samping Vara.

"Jorok." Di dunia ini mungkin tidak ada laki-laki yang membicarakan toilet dan isi toilet dengan kekasihnya, kecuali Darwin.

"Jangan jauh-jauh, Sayang. Aku sudah mandi, sudah wangi. Kamu tidak bisa kangen pacarnya?" Darwin menyuruh Vara mendekat. Sulit sekali membuat Vara bisa manja seperti kebanyakan wanita terhadap kekasihnya.

Sambil berbaring di sofa bed di depan televisi, Darwin menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya. Karena Vara tidak juga menanggapi kodenya, dengan tidak sabar Darwin menarik tubuh Vara sampai Vara terjatuh di dadanya.

"Apa sih, Darwin?" Walaupun ada perasaan asing menyelusup di hatinya, Vara mengikuti apa yang diinginkan Darwin. Berbaring di sampingnya

Suara narator berita tidak bisa menyembunyikan suara detak jantung Vara. Siapa juga yang tidak berdebar kalau dipeluk tubuh besar laki-laki yang baru keluar dari kamar mandi dengan wangi sabun yang masih bisa jelas tercium. Wanginya semacam kayu cedar, kalau Vara tidak salah menebak.

"Kepalaku pusing." Sejak masih di pesawat tadi yang ingin dilakukan Darwin adalah segera tidur agar cepat besok dan dia bisa menemui Vara. Tetapi karena Vara sudah ada di sini bersamanya, memejamkan mata bukanlah pilihan yang bijak.

"Sakit?"

"Turbulence terus tadi. Haaaaaah, seharusnya sembuh setelah ketemu sama wangi kamu seperti ini." Darwin menghirup harum rambut Vara dalam-dalam, ingin menyimpan aroma tersebut di dalam rongga dadanya.

"Aku belum mandi lho. Habis dari kantor tadi ke bandara." Alasan Vara tidak mau terlalu dekat dengan Darwin, salah satunya adalah ini.

Tangan Vara menempel di dada Darwin. Dia baru tahu dada laki-laki selapang ini.

"Aku suka bau keringat orang yang bekerja keras." Lengan Darwin memeluk Vara, menahan tubuh Vara agar tidak jatuh ke lantai.

"Apa itu?" Vara tertawa.

SAVARA: YOU BELONG WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang